Setelah menemukan map kuning itu, aku merasa seperti baru saja dihempaskan ke jurang kesadaran. Selama ini aku begitu larut dengan perasaan terlarangku pada Dimas, sampai lupa kalau ada nyawa lain yang sedang diperjuangkan oleh kakakku sendiri.Siska, kakakku yang lembut, selalu tertawa di telepon, selalu bilang, “Aku baik-baik aja, Ran,” padahal di balik senyumnya dia menanggung rasa takut kehilangan.Aku memeluk map itu erat-erat, lalu berdiri. Air mataku menetes satu-satu ke lantai kayu. Aku tahu aku harus bicara. Aku harus minta maaf — pada Siska, pada Dimas, pada diriku sendiri.Segera kuletakkan map itu kembali di rak, rapi, seolah tak pernah tersentuh. Tanganku masih bergetar, dada terasa sempit. Kutatap bayangan wajahku di cermin kamar: mata bengkak, pipi basah, rambut awut-awutan. Inikah aku? Perempuan yang berkhianat diam-diam pada saudaranya sendiri?Tidak. Cukup. Harus cukup sampai di sini.Aku meraih ponsel, jari gemetar saat mengetik pesan pada Dimas:“Mas, malam ini aku
Last Updated : 2025-06-23 Read more