Share

Eps 02

Hari telah berganti, kondisi Tian sendiri jauh lebih baik dari hari kemarin. Kesehatannya berangsur membaik namun dokter menyarankan pada keluarga untuk membawa Tian memeriksakan mentalnya. Kecelakaan itu menjadi luka bernanah dalam diri Tian, bayangan-bayangan itu selalu menusuk ingatannya.

Tak ada yang salah dengan Tian, semua baik-baik saja. Hanya saja Tian memang menolak berbicara setelah ia sadarkan diri. Wirman sudah mengatur semuanya, ia akan membawa Tian ikut pulang bersama ke Surabaya.

Tok.. Tok..

Wirma juga Dewi saling bertukar pandang saat mendengar suara pintu di ketuk, Dewi mendekati Tian dan membawanya ke kedalam dekap hangatnya.

"Ayah buka dulu, " ucap Wirma yang mendekat ke arah pintu.

Krekk,

"Selamat siang," sapa laki-laki bertubuh kekar itu pada Wirma yang membukakan pintu.

Dengan sopan Wirma mempersilahkan laki-laki itu masuk dan kembali menutup pintu. Dewi menatap lekat laki-laki yang berjalan ke arahnya itu.

"Siapa Anda?" tanyanya sembari menyembunyikan Tian dibalik pelukannya.

Laki-laki itu tersenyum melihat ketakutan pada Dewi. "Perkenalkan, saya Beno pengacara pribadi dari keluarga Prambu."

Wirma mengenalnya, sebelum sahabatnya itu meninggal ia sempat bercerita tentang kehebatan pengacaranya. Tak disangka kini Wirma dapat bertemu dengan kebanggaan sahabatnya itu. Beno nampak menatap iba pada Tian yang hanya terdiam dengan pandangan kosongnya, ia menghela nafasnya lalu berganti menatap Dewi dengan Wirma.

"Bisa kita bicara? Bertiga saja."

Dan disini lah saat ini ketiganya, balkon kamar Tian. Selain bisa tenang berbicara mereka juga tetap bisa mengawasi Tian yang berada di dalam.

Beno mengutarakan tujuan dari kedatangannya, ia juga sempat meminta maaf karena baru hari ini datang mengunjungi Tian. Setelah mendengar apa yang terjadi dengan keluarga tuan nya Beno memutuskan untuk menghilang sejenak dan mengurus pesan terakhir tuan nya.

"Pesan? Pesan apa yang dibuat Prambu untuk putrinya?" tanya Dewi dengan kening berkerutnya.

Beno kembali berbicara, kini ia juga mengeluarkan selembar kertas dan menyodorkan pada Dewi juga Wirma. Mata keduanya terbelalak ketika membaca apa yang tertulis di dalam surat itu, mereka tak menyangka jika di balik tawa keduanya ada beban berat yang tengah di rasakannya.

"Menikah?"

"Benar nyonya, kita harus segera menemukan laki-laki yang bersedia menikahi nona Tian dan membantunya menjaga semua aset keluarganya," ucap Beno.

"Kita tapi tidak bisa sembarangan, laki-laki ini harus orang yang berpihak pada nona Tian. Jika tidak, hidup nona Tian akan semakin hancur,"sambungnya.

Nampak Dewi juga Wirma berfikir, tak mudah menemukan laki-laki untuk di nikahkan dengan Tian terlebih dengan kondisi seperti ini. Keduanya hanya takut jika salah memilih laki-laki dan malah hanya menginginkan aset Tian semata.

"Beri kami waktu, kami harus memikirkan hal ini dengan sebaik-baiknya."

"Tentu saja, saya akan memberi waktu kepada tuan juga nyonya memikirkan hal ini."

"Satu lagi pak Beno, kami besok berencana membawa Tian ikut serta bersama kami ke Surabaya."

"Saya senang mendengarnya, nona Tian akan lebih aman bersama kalian dari pada harus disini saat ini. Saya mewakili keluarga tuan Prambu mengucapkan terima kasih, " ucapnya.

"Itu tugas kami, saat ini hanya kami keluarga Tian. Mau tidak mau Tian harus ikut kemana kami pergi," tegas Wirma yang menyadari situasi dari cara bicara Beno barusan.

"Saya akan segera mengusur semuanya, saya harap satu minggu ke depan saya bisa berkunjung ke Surabaya."

Wirma tahu apa maksud dari ucapan Beno barusan, ia paham betul dengan itu. Hanya satu minggu, Beno berharap jika Wirma juga Dewi akan menemukan jawabannya.

Sebelum pergi keduanya sempat bertukar kartu nama, bahkan Beno juga sempat mewanti-wanti untuk tak mempercayai siapapun yang nantinya akan datang dengan mengatasnamakan keluarga.

***

Surabaya,

Ketiganya tiba dan di sambut dengan meriah oleh Lecy. Lecy sendiri adalah anak perempuan dari Wirma dan Dewi, lebih tua satu tahun di banding Tian namun keduanya duduk di bangku sekolah yang sama.

"Tian, gue kangen banget sama loe," peluknya pada Tian yang berdiri mematung di depannya.

Tian masih terdiam, ia bahkan tak membalas pelukan dari saudarinya itu. Lecy yang tak menerima balasan segera melonggarkan pelukannya, menatap kesal pada wajah pucat di depannya.

"Loe nggak kangen ya sama gue, gitu banget sih," kesal Lecy memanyunkan bibirnya.

Baik Wirma maupun Dewi belum menceritakan tentang apa yang terjadi dengan keluarga Tian pada anaknya. Masalah ini tidak sesederhana kelihatannya, Wirma juga harus menjaga keselamatan keluarga kecilnya juga.

"Udah, kasian Tian capek. Bawa dia ke kamar dulu biar istirahat ya," pinta Dewi pada putrinya.

"Baiklah, " patuhnya dan menggandeng lengan Tian untuk ikut bersamanya.

Lecy terus memperhatikan Tian hingga keduanya tiba di dalam kamar, ada rasa aneh saat melihat Tian yang terlalu diam.

"Loe kenapa sih Ti, diam mulu dari tadi? Sakit gigi?"

Tian hanya diam, pandangannya kosong menatap kesembarang arah. Lecy yang tak tahu apapun begitu gemas, Tian yang biasanya ceria dan mendadak bisu membuat Lecy merasa curiga.

"Loe habis putus ya sama cowok? Cerita aja sama gue gpp, aman kok nggak bakal bocor," ucapnya dengan gerakan mengunci bibirnya.

Tian masih saja diam, bahkan Tian tak pernah memandang Lecy sedari dia datang.

"Heh anak kota, loe jadi bisu atau bisulan sih? Diam mulu deh ditanyain dari tadi," kesalnya yang tak kunjung mendapat respon.

"Tapi ngomong-ngomong kenapa loe datangnya sama orang tua gue, mana om Prambu juga tante Saci kan gue juga kangen masakan nyokap loe," celoteh Lecy tanpa memperhatikan perubahan wajah Ratian.

Tian yang mendengar nama orang tuanya kembali disebut seperti kembali ke kejadian lalu, kejadian di mana ia juga kedua orang tuanya terjebak dalam mobil yang terbalik. Bayangan itu kembali datang , menusuk semua ingatannya hingga membuatnya menjerit kesakitan.

Lecy terkejut saat Tian histeris berteriak meminta tolong, tak sampai disitu bahkan Tian juga menjauh darinya dan memilih bersembunyi di sudut ruangan.

"Siapa kalian? Pergi, pergi dari sini, aku nggak kenal kalian," teriaknya begitu histeris.

"Tian loe kenapa? Ini gue Ti, gue Lecy. Please loe kenapa?"

Lecy yang tak tahu apapun kini ikut menangis tersedu-sedu melihat Tian begitu terluka di sudut kamarnya. Sedang Wirma yang mendengar teriakan Tian segera berlari memeriksanya.

"Ada apa ini," tanyanya yang terkejut melihat kedua gadis sudah berderai air mata.

"Ayah, ayah kenapa sama Tian? Kenapa Tian takut sama aku," ucap Lecy dengan sedihnya.

"Sayang Tian nggak takut sama kamu, kamu keluar dulu ya dari sini biar ayah yang coba ngobrol sama Tian dulu," bujuk Wirma.

Tak lama Dewi datang dengan nafas memburunya, ia segera duduk di hadapan Tian dan mendekapnya. "Hussh tenang ya, tenang."

"Ayah, Tian kenapa sih?" tanya Lecy lagi.

Wirma hanya terdiam, ia menatap bergantian putri juga istrinya yang sedang memeluk Tian. Ada rasa iba bercampur marah yang datang secara bersamaan.

"Keji sekali mereka, hanya demi harta tega menghancurkan hidup seseorang. Terlalu haus harta," batin Wirma.

"Ayah."

Wirma menatap sang istri yang memanggilnya. Ia tahu arti dari tatapan Dewi padanya.

"Ayah akan bawa psikiater ke rumah."

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bayu Wicaksono
keep it up kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status