Share

Bab - 1

Kama menghalau sesuatu yang membuat hidungnya kesulitan bernapas, dia baru saja terlelap dini hari tadi karena terlalu asik bermain game online di ponselnya dan, entah pukul berapa saat ini karena Kama yang belum membuka kedua matanya. Kama harus merasakan seseorang yang menutup hidungnya sembari membisikkan namanya di telingnya. 

"Kama.... Kama... Kama, kamu mati kah?"

Kama mengenali suara itu, dengan wajah mengantuknya ia membuka mata dan mendorong tubuh Kalila, sang pelaku yang mengganggu tidur nyenyaknya, dia kembali memiringkan badannya membelakangi Kalila agar ia bisa kembali terlelap lagi. 

"Awhh! Kama! kamu dorong nenen aku! Bangun ih! ayo sekolah, aku gak mau berangkat sendiri!" Di belakang tubuhnya Kalila menggerutu kesal sembari mengusap dadanya yang tak sengaja di dorong oleh Kama, setiap hari, Kalila itu terus membangunkan Kama untuk berangkat sekolah bersama. 

Karena mereka yang bertetangga dan orangtua mereka yang begitu akrab membuat hubungan keduanya semakin dekat. Kama hanya berdehem membalas gerutuan Kalila, namun pria itu kembali terlelap membuat Kalila yang selalu mengalami hal ini harus terus mengatakan sabar pada dirinya sendiri. 

"Kama bangun kamu mau kita terlambat?" Kalila bangkit dari ranjang Kama, dan memutarinya ia tarik tangan Kama supaya kedua mata pria itu segera  terbuka. Karena Kama tau bahwa waktu tidurnya sudah berakhir, ia memilih bangun dan menatap kesal pada Kalila yang terssenyum tak berddosa padanya.

"Cepat mandi dan bersiap aku akan tunggu di bawah"

Saat Kalila akan berjalan menjauh, lebih dulu tangan Kama menariknya dan membuat Kalila rebah di atas ranjang, Kalila terjatuh di atas ranjang Kama, pria itu yang nampak puas mendengar jerit kaget Kalila, dan mengurung gadis itu di bawah ketiaknya. 

"Kama lepas! Seragamku kusut!!"

Kama tak mendengarkan Kalila, masih dengan tawa menjengkelkannya ia bekap kepala Kalila agar gadis itu tak dapat keluar. Karena kesal Kalila menggigit ketiak Kama dan berhasil membuat pria itu melepas dengan desisan sakit. 

"Jorok!!" Kalila menjulurkan lidahnya dan bangkit dari ranjang Kama menatap puas pada sang pelaku yang membuat kusut seragam sekolahnya tengah mengusap ketiaknya yang Kalila gigit tadi. "Jangan lama! aku tidak mau terlambat dan dihukum gara-gara kamu!"

"Iya, berisik!" Kama mendengus melihat Kalila yang keluar dari kamarnya, dengan gerak malas Kama merenggangkan ototnya sebelum ia masuk ke dalam kamar mandi. 

Meninggalkan Kama sendiri di kamar pria itu, Kalila turun ke bawah dan melihat Bu Ani Mamah Kama yang  tengah memasak di dapur. "Kama sudah bangun Kal?" Kalila tersenyum dan mengangguk "Sudah tante, sedang mandi" 

"Kalian pasti ribut lagi tadi, sarapan Kal" Pak Hendri, Papah Kama turun dari lantai atas dan mengusap rambut Kalila yang masih berdiri di depan pintu dapur memperhatikan Tante Ani yang tengah memasak. 

Kalila menjawab ucapan Om Hendri dengan ringisan kecil yang disenyumi oleh kedua manusia baya itu. "Sarapan di sini Kalila?" Tante Ani yang menyusun makanan di atas meja turut Kalila bantu "sudah Tante, Kalila sudah sarapan di rumah tadi" 

Kalila dan kedua orangtua Kama berbincang sebentar sebelum kehadiran Kama yang datang dengan kemeja sekolahnya yang belum di kancing dan rambut yang masih begitu berantakan belum tersisir rapih.

"Kama! Kamu itu mau sekolah, kenapa berantakan sekali penampilanmu!"

Tante Ani menghampiri Kama dan merapihkan rambut juga kemeja sang putra yang mencomot sepotong roti di atas meja dan memakannya dengan santai. Kalila hanya mendengus geli melihatnya, ia tau Kama begitu manja pada Mamahnya namun itu hanya berlaku di rumah pria itu saja dan jika mereka sedang berada di luar, kepribadian Kama yang manis seperti ini akan hilang dan digantikan dengan sosok Kama yang memiliki sorot tajam dan terkadang juga sedikit angkuh.

"Yuk Kal, berangkat!" Kama menyalimi kedua orangtuanya "kamu gak sarapan dulu Kama?" Kama menunjuk roti yang masih ada di tangannya pada Tante Ani yang hanya menghela napas melihatnya. 

"Berangkat dulu Om, Tante" Kalila mengangguk sebagai salam yang ia beri pada kedua orangtua Kama sebelum ia mengikuti langkah Kama yang sudah berjalan terlebih dahulu. 

Di depan rumah, Kama sudah menyalakan kendaraan roda duanya, pria itu menyerahkan sebuah helm yang sudah tersodor di depan Kalila yang melihatnya hanya tersenyum saja. "Pakaikan!" Kalila memajukan wajahnya dan Kama hanya mendengus geli sebelum ia memakaikan helm di tangannya secara terbalik di kepala Kalila dan jeritan gadis itu yang kesal padanya mampu membuat ia tertawa. 

"Kama ih!! Gak niat banget sih!" 

Dengan gerutuannya, Kalila kembali melepas helm di kepalanya dan memakainya ulang dengan posisi yang benar. "Cepat naik, katanya gak mau terlambat!" Kalila mencibir pelan dan tanpa aba-aba ia menaiki motor Kama hingga membuat keseimbangan Kama hampir jatuh. 

Pria itu mendelik marah pada Kalila yang hanya dibalas degan senyum tak bersalahnya. Kama menghela napasnya dan menjalankan kendaraannya itu untuk membelah jalanan di pagi yang cerah ini. 

Kalila jika sedang bersama Kama bisa menjadi pribadi yang asik dan menyenangkan, namun jika sudah di tempat umum yang banyak sekali orang ia  akan kembali pada mode diam dan kakunya, itulah penyebab ia tak punya teman, karena kesulitan bergaul dan hanya menerima teman yang mau mengajaknya bicara lebih dulu. 

Alasannya, karena saat sekolah dasar dulu ia tak pernah ditemani oleh siapapun mengingat ia pernah berkelahi dengan seorang gadis yang mencium pipi Kama di toilet, tidak sengaja memang, tapi Kalila yang melihat itu membuat keributan hingga semua orang  menuduhnya berlebihan dan terang-terangan membencinya karena sudah melukai gadis yang saat itu masih kelas 3 dan dirinya yang berada satu tahun di atasnya. 

Hanya Kama yang mau  menemaninya dan menjelaskan padanya bahwa ciuman itu hanya sebuah kecelakaan, gadis itu tersandung ke arah Kama dan tanpa sengaja bibir gadis itu menempel di pipinya. Walau sudah dijelaskan pun saat itu Kalila masih merasa marah dan tak suka, hingga selama sisa ia bersekolah di sekolah dasar itu Kalila harus menerima tatapan tak suka pada setiap murid yang ada.

Hal itu membuat kepercayaan dirinya hilang dan berlanjut hingga masuk SMP dan SMA, saat itu pula pendiam menjadi nama belakangnya. Tapi untunglah itu hanya masalalu dan sekarang dia memiliki Kama yang tak akan pernah meninggalkannya. 

Terlalu asik melamun, Kalila tak tau jika ia sudah tiba di sekolah, Kama memakirkan sepeda motornya di parkiran sekolah dan menunggu Kalila untuk turun terlebih dahulu, gadis itu turun perlahan dari atas motor dan menyerahkan helm yang dipakainya kepada Kama. 

"Kama antar aku ke kelas kan?" 

Kama tersenyum dan mengangguk, membuat senyum tercipta di bibir Kalilla, sepanjang perjalanan mereka di koridor sekolah banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka, karena untuk melihat keajaiban senyum Kama yang tak pernah ditunjukan oleh orang lain namun jika menyangkut Kalila pria itu dengan mudah melancarkan senyumnya. Sebagian dari mereka percaya bahwa hubungan Kama dan Kalila itu lebih dari seorang sahabat. 

"Nanti istirahat jemput aku ya!" Kalila menodong Kama dengan jari telunjuknya yang dibalas Kama dengan mengacak gemas rambut Kalila, setiap siswi yang melihat perlakuan Kama dengan manis itu berdecak kagum serta iri pada posisi Kalila saat ini 

"Ih! suka banget buat rambut aku jadi berantakan!" 

Kama terkekeh pelan dan mendorong pelan bahu Kalila untuk masuk ke dalam kelasnya, "Aku ke kelas dulu ya" Kalila  mengangguk dan memperhatikan Kama yang berjalan meninggalkannya. 

Sepeninggal Kama, Kalila tau banyak pasang mata yang tengah memperhatikannya namun ia memilih acuh, mereka juga tidak mengganggunya dan Kalila tak perlu berbasa-basi dengan mereka semua karena Kalila juga tak pandai melakukannya. 

**

Sudah 15 menit dari bel istirahat yang tadi berbunyi nyaring, namun kehadiran Kama tak kunjung terlihat di matanya, karena perutnya yang bergejolak lapar, Kalila tak tahan jika terus berada di dalam kelas tanpa mengisi perutnya. Akhirnya ia memilih berjalan sendiri sembari mencari Kama yang mungkin tengah bersama teman-teman pria itu.  

Untunglah baru ia keluar kelas kehadiran Kama yang tiba-tiba hadir mengagetkannya sekaligus membuat hatinya mendesah lega. "Aku pikir kamu tidak akan datang" Kama tersenyum tipis dan menggaruk tengkuknya "Maaf ya, kamu pasti nunggu lama" 

Kalila tersenyum dan menggeleng, mereka berjalan  bersama menuju kantin yang begitu sesak akibat banyak murid yang bergerumul untuk dapat membeli makanan. "Memang apa yang terjadi? tak biasanya kamu terlambat menjemputku" Kama nampak tersenyum malu-malu yang baru kali ini Kalila lihat. 

"Apa ada sesuatu?" 

Kama berpikir sebentar sebelum mengangguk pelan ia menyudutkan Kalila di dinding koridor yang sedikit sepi dari para siswa-siswii akibat kebanyakan dari mereka berada di kantin, melihat wajah Kama yang begitu nampak serius mencipta debar gila di jantung Kalila. 

"Kamu tau bukan kita sudah lama sekali berteman?" Kalila mengangguk mengiyakan. "Apa kamu bisa merasakannya?" Kama mengambil sebelah tangan Kalila untuk ia tempelkan di dada kirinya, Kalila dapat merasakan betapa kuat jantung Kama berdetak, sama seperti dirinya. Kalila mengangguk mengiyakan pertanyaan Kama tadi.  

"Aku sedang menyukai seseorang Kal" 

Wajah Kalila memerah perlahan, jantungnya makin berdebar kuat, ia begitu gugup melihat tatapan Kama yang berbeda dari sebelumnya, hatinya terus bertanya-tanya, apakah dirinya yang Kama sukai? jika benar, Kalila tak mau menolak perasaan yang Kama punya karena sepertinya diapun begitu. 

Kalila mengulum senyumnya dan menatap kedua mata Kama yang berbinar menatappnya. "Oh ya? siapa  gadis itu?" Kalila tersenyum dengan sebuah harapan besar bahwa Kama akan menyebutkan namanya, namun melihat Kama yang menolehkan kepalanya membuatt ia ikut memutar kepalanya melihat apa yang sedang dilihat oleh Kama. 

Di ujung lorong ia melihat seorang gadis cantik dengan rambut  panjangnya yang tak diikat dan membawa sebotol minuman yang tengah di minumnya. Kalila melihat reaksi Kama yang tak terputus  dari gadis itu membuat hatinya terasa sesak karena sebuah rasa kecewa hadir dan jantungnya juga berdenyut sakit, bukan dia yang Kama sukai. 

"Kama?" gadis tadi berhenti tepat di depan Kalila dan Kama yang menatap gadis itu dengan sorot lembut, Kalila tau Kama itu jarang memberikan senyum pada orang lain kecuali dengan orang-orang yang sudah ia kenal betul dan memberikannya rasa nyaman namun ketika melihat Kama yang memberikan senyum pada gadis di hadapannya Kalila tau bahwa memang gadis ini yang Kama maksud. 

"Hai Clara" gadis bernama Clara ini menatap Kalila menggunakan kedua mata besarnya dengan pandangan aneh sebelum senyum terukir di wajahnya "kamu teman Kama? siapa namamu?" Clara tersenyum lembut dan menyodorkan tangannya untuk dijabat oleh Kalila yang masih terpaku dengan kenyataan yang ada. 

Kalila mengerjap pelan sebelum menatap ragu pada tangan Clara yang terulur padanya, ia menatap Kama yang mengangguk, menyuruhnya berkenalan dengan gadis bernama Clara ini. Kalila baru mau menjabat tangan Clara namun gadis itu begitu bersemangat dan menggenggam tangan Kalila lebih dulu dengan senyum manisnya yang tak luntur dari wajahnya.

"A-aku Kalila" Clara mengangguk puas mendengar Kalila yang menyebut namanya dengan nada lesu "Aku harap bisa berteman akrab denganmu Kalila" Clara mengeratkan jabatan tangannya membuat Kalila risih dan melepas genggaman tersebut. 

Clara tak nampak tersinggung dengan apa yang Kalila lakukan, ia justru mengangkat alisnya namun tetap mempertahankan senyumnya yang masih terpatri di bibirnya. "Kalau begitu aku pergi dulu, Kalila aku sangat senang dapat berkenalan denganmu" Clara mengedipkan sebelah matanya pada Kalila yang tak memberikan respon apapun. 

sepeninggal Clara, Kalila melihat Kama yang masih memperhatikan punggung Clara yang menjauh, kedua matanya nanar dan ia merasakan hatinya yang berdenyut sakit. ia bingung kenapa ia harus merasakan rasa ini. Ia tau hubungannya dengan Kama hanya sebatas seorang sahabat namun mengapa rasanya begitu menyesakkan saat melihat  Kama yang tak pernahh menunjukan rasa sukanya kini pria itu jujur padanya bahwa ada seorang gadis yang tengah ia sukai. 

"Jadi dia?" 

Kama menolehkan kepalanya pada Kalila yang bertanya, tanpa rasa ragu Kama menganggukna kepalanya menjawab tanya Kalila membuat gadis itu tersenyum namun mencipta luka gores di hati. "Se-sejak kapan?" Berusaha untuk terlihat biasa walau sulit namun untunglah getar suara yang ia keluarkan tak membuat Kama curiga. 

"Entahlah, sepertinya saat ia datang ke kelasku" Kama terkekeh dan merangkul bahu Kalila menariknya agar terus berjalan menuju kantin yang menjadi tujuan awal mereka. "Aku ingin sekali menyatakan perasaanku padanya, namun karena ini terlalu cepat jadi aku harus membuatnya nyaman denganku terlebih dulu, kamu mendukungku kan Kal? ini pertama kalinya loh aku tertarik dengan seorang gadis" 

Kalila mengangguk dengan pandangan ke depan "Kalau denganku bagaimana? Kamu tidak tertarik padaku?" Kama mengerutkan alisnya dan menjitak kepala Kalila dengan pelan "Tidak, aku tidak tertarik denganmu" kemudian tawanya keluar layaknya sebuah duri yang ditusukkan ke hati Kalila. 

Hari ini perasaannya begitu sensitif, apa ia menaruh rasa pada Kama? Kalila tidak tau, namun jika tidak, mengapa rasanya begitu sesak?

Jadi benarkah dia mencintai Kama? atau hanya rasa cemburu karena sahabat baiknya sudah menemukan cintanya namun tidak dengan dirinya?

TBC....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status