Share

Bab - 2

Benar kata orang, tidak mungkin di dalam persahabatan antar lawan jenis salah satunya tidak menyimpan rasa, karena kali ini Kalila jujur bahwa ia  menyukai Kama dan menatapnya sebagai laki-laki yang ditaksirnya bukan lagi sebagai seorang sahabat yang memberi ia rasa nyaman.

**

Kalila mendesahkan napasnya yang begitu terasa berat, ia memandang foto dirinya dan Kama yang di ambil saat mereka kecil dulu, tersenyum karena massa-masa itu begitu menyenangkan dimana Kama yang selalu melindunginya dan menjaganya. 

Tersenyum pada sebuah fotonya yang tengah digendong oleh Kama saat mereka pulang sekolah dulu, foto ini tak sengaja di ambil oleh Ayahnya saat melihat ia dan Kama pulang bersama waku itu.

Pikiran Kalila kembali mengingat kejadian di balik foto tersebut.

"Kenapa kamu makan?!"

Kalila mengerjap polos menatap Kama yang berjalan ke arahnya. Wajah pria itu nampak kesal melihat Kalila yang memakan eskrim miliknya.

"Eskrim yang itu tidak enak, Kalila mau punya Kama saja, kita bertukar ya?"

Kama memelototkan matanya tajam dan menggeleng keras, "Aku sudah memberitahumu tadi, kenapa kamu tidak mendengarkanku! Sekarang kamu sudah memesannya dan kamu harus menghabiskannya. Ini milikku kembalikan!"

Sepulang sekolah tadi, Kalila mengajak ia untuk mampir ke kedai eskrim dan karena ada menu baru gadis itu meminta Kama untuk membelikannya.

Kama yang tau bahwa Kalila tidak menyukai rasa Matcha berulang kali memberitahu gadis itu namun Kalila tetap pada pilihannya, dia hanya mau memesan karena bentuknya yang lucu dan warnanya yang hijau membuatnya ingin memesan.

Karena Kama yang tak mau berdebat akhirnya memesankan Kalila eskrim Matcha tersebut sementara dirinya membeli eskrim vanila.

Dan saat ia tinggal Kaila untuk ke kamar mandi sejenak, sekembalinya ia terkejut karena Kalila yang memakan eskrimnya dan meninggalkan Eskrim berwarna hijau itu di meja.

Dan kini mereka sedang saling menarik eskrim vanila yang Kama tak mau berikan pada Kalila. Ia mau mengajarkan pada gadis itu bahwa tak baik mengambil milik orang lain.

Akhirnya eskrim yang mereka perebutkan tumpah di lantai membuat mereka menjadi pusat perhatian, Kama yang menggeram marah meninggalkan Kalila sendiri. Gadis itu berjalan ke arah pemilik kedai yang melihat pertengkaran mereka, ia meminta maaf dan segera berlari mengejar Kama yang sudah berjalan jauh.

Kalila berkali-kali memanggil nama Kama agar pria itu berhenti atau memelankan laju langkahnya yang lebar, ia kesulitan berlari mengejar Kama.

Kalila tak melihat sebuah akar pohon yang menonjol keluar dari tanah, dan kaenanya ia menyandung akar tersebut dan membuat tubuhnya tersungkur jatuh dengan kedua lututnya yang menopang tubuh.

"Kama!!" Memanggil pria itu yang tak mengacuhkannya membuat Kalila merasa bersedih. Ia menunduk dan melihat kedua lututnya yang mengeluarkan darah, mencoba bangkit untuk mengejar Kama namun ia kembali terduduk akibat rasa perih yang ia rasakan.

Kalila menunduk dan menangis akibat rasa sakit di hati dan kakinya, ia merutuki dirinya yang bersikap egois tadi pada Kama. Pria itu sudah memperingatinya dan Kalila tidak mendengarkan dan kemudian dia memakan makanan Kama, pantas laki-lai itu marah, dia tak pantas merengek dan menyuruh Kama kembali untuk sekedar menolongnya untuk bangkit.

"Kemari!"

Mendengar suara yang begitu ia hapal, Kalila menolehkan kepalanya ke belakang dan betapa terkejutnya ia melihat Kama yang berlutut membelakanginya, pria itu kembali untuknya, Kalila tersenyum sedih dan begitu terharu akan kepedulian Kama terhadapnya.

"Kama kamu kembali? Aku pikir kamu sudah berjalan jauh meninggalkanku"

Kama menoleh menatap Kalila sejenak "Aku tidak mungkin meninggalkanmu sendiri, cepat naik kita harus membersihkan lukamu!"

Kalila mengangguk dan tertatih bangkit, menempelkan tubuhnya pda Kama agar pria itu mudah menggendongnya di punggung.

Selama perjalanan mereka hanya diam, mencipta sunyi yang Kalila tak suka karena terus memikirkan kesalahannya di kedai tadi. Ia menyembunyikan kepalanya di leher Kama.

"Maaf Kama" suaranya melirih di telinga Kama, pria itu berhenti sejenak untuk melihatnya. Membuang pandangan kesal dan marah, Kama memberikan Kalila senyum manisnya.

"Aku maafkan, lain kali jangan seperti itu, dengar jika aku berbicara! Dan jangan suka mengambil milik orang sebelum diizinkan!"

Kalila tersenyum dan mengangguk, setelah acara damai yang mereka lakukan, perjalanan pulang menjadi lebih santai dan hangat karena Kama dan Kalila yang tak berhenti bercerita.

Kalila tidak tau jika momen itu diabadikan oleh sang Ayah yang saat itu tengah berada di depan rumahnya. Dan Kalila selalu tersenyum melihat foto ini.

'Tring!'

Kalila menatap ponselnya yang bergetar dan menampilkan sebuah notif, ia berharap bahwa Kama mengiriminya pesan namun ia harus mendesah kecewa karena bukan dari pria itu melainkan sebuah nomor asing yang tak ia kenali.

Ingin mengabaikannya namun saat melihat nama Clara di dalam pesan tersebut membuatnya urung dan justru membuka pesan tersebut.

+628xxxxxx :

'Hai Kalila, ini Clara jika kamu lupa aku yang berkenalan denganmu di koridor sekolah tadi, simpan nomorku ini ya. Psst... Aku mendapat nomormu dari Kama^^'

Kalila mendesah pelan, ia tau mengapa Kama tak mengiriminya pesan, pria itu pasti tengah berkirim pesan dengan Clara hingga mengabaikannya.

Me :

'Iya, aku simpan'

Tak mau dianggap sombong karena tak membalas pesannya, Kalila akhirnya menyimpan nomor ponsel Clara setelah membalas pesan gadis itu. Baru ia ingin merebahkan dirinya di atas ranjang sebelum langkahnya terhenti melihat ke arah pintu balkon kamarnya yang dilempar sesuatu oleh seseorang.

Membuka pintu kaca, mencari sosok yang melempari pintunya dengan kerikil dan melihat Kama yang berdiri do halaman rumahnya tengah berancang-ancang untuk kembali melempar kerikil di tangannya dan urung setelah melihat Kalila yang keluar.

"Kenapa?"

Kama tersenyum lembut menanggapinya "Turun yu, ikut aku" Kalila mengerutkan alisnya ke atas "Mau kemana?" Kama menggerakkan kepalanya sebagai kode yang lansung Kalila pahami.

Gadis itu mengangguk "tunggu sebentar" Kalila kembali masuk dan mengambil jaket serta ponselnya, ia kemudian segera turun dan menemui Kama yang berdiri di halaman rumahnya dengan jaket denim yang membalut tubuhnya. 

"Kamu sudah makan?"

Setibanya Kalila dihadapan Kama pria itu bertanya yang di jawab anggukan pelan oleh Kalila.

"Kalo gitu temani aku cari makan ke depan"

"Tante Ani memang tidak masak?"

"Masak, hanya saja aku mau makan di luar"

Kalila mengangguk sambil ber-ohh mendengar penjelasan Kama, pria itu tersenyum dan mengusap kepala Kalila sebelum ia gandeng lengan sang sahabat untuk berjalan bersamanya.

Hal ini memang selalu mereka lakukan, namun entah mengapa semenjak Kalila mulai meyakini perasaannya pada Kama hal kecil dari sentuhan fisik yang mereka lakukan membuat jantungnya berpesta pora di dalam sana.

Bahkan karena Kama, dia harus menormalkan napasnya yang memburu akibat jantungnya yang berdegup terlalu cepat.

"Kamu kenapa?" Kama terkekeh melihat gelagat Kalila yang begitu aneh dan wajah gadis itu yang memerah saat ia menatapnya. Kalila hanya menggeleng dan mencoba mencari alasan.

"A-aku kepanasan!" Tersenyum saat alasan bodoh itu keluar dari bibirnya, Kalila melepas genggaman tangan mereka yang membuat jantungnya tak sehat dan segera melepas jaket yang ia kenakan.

Kalila tidak tau bagaimana raut wajah Kama saat ini, gadis itu begitu santai melepas jaketnya namun gerakannya terhenti saat Kama mencengkram tangannya. Saat ia menoleh ke atas melihat wajah Kama, ia lebih terkejut karena melihat wajah pria itu yang begitu tegang dengan sorot tajam yang diberikan padanya.

"Pakai lagi!"

Kalila menggeleng "Aku kep-"

"Pakai Kalila! Bajumu tipis! Kamu mau mereka melihat pakaianmu yang menerawang itu?!"

Kalila membulatkan matanya dan melihat ke arah mana Kama menunjuk yang begitu terang-terangan membuat segerombol orang yang tengah berkumpul di sebuah rumah kosong jadi menatap mereka.

Kama yang berdecak melihat Kalila yang hanya diam terpaku merebut jaket di tangan Kalila dan memakainya di tubuh gadis itu. "Lain kali lihat apa yang kamu kenakan sebelum membuka jaketmu!"

Wajah Kalila bertambah merah melihat Kama yang berdiri begitu dekat dengan dirinya, malam ini pria itu begitu tampan dan Kalila tak dapat mengelaknya.

Kama menyentil kening Kalila saat gadis itu hanya berkedip sesekali tanpa membalas ucapannya "Kamu dengar Kalila?"

Mengerjap karena merasakan sakit di kening Kalila mengangguk dan mengusap keningnya yang akan ia perkirakan memerah akibat Kama yang menyentilnya kuat, pria itu marah karena kecerobohannya.

"Iya-iya Maaf"

Kama menghembuskan napasnya dan kembali menggandeng tangan Kalila untuk melanjutkan perjalanan mereka, kali ini Kalila tak mau melepasnya lagi.

Biarlah ia nikmati hari ini dan meyakinkan hatinya bahwa memang Kama lah yang selama ini ia sukai, mungkin dengan perlahan pria itu akan mengetahui perasaannya dan melupakan gadis itu, gadis yang baru saja Kama taksir.

Mereka tiba di sebuah taman komplek yang malam ini tak begitu ramai dikunjungi pengunjung, karena memang hari biasa dan bukan hari libur.

Namun tetap saja masih banyak orang yang berlaku lalang sekedar bersantai di taman atau membeli makanan untuk dibawa pulang, juga banyak muda-mudi yang tengah kasmaran di taman sana.

"Kamu mau makan apa?"

Kalila bertanya pada Kama yang tengah melihat sekitar, "Nasi goreng gimana?"

Kalila mengangkat bahunya "Terserah, bukankah kamu yang mau makan"

Kama tersenyum dan menarik tangan Kalila untuk masuk ke dalam tenda pedagang nasi goreng yang hanya beberapa orang saja tengah makan di dalam sana.

Setelah memesan Kama berjalan dan duduk di samping Kalila yang tengah memainkan ponsel "Kamu yakin tidak lapar? Tak mau memesan?"

Kalila menggeleng dan Kama hanya menganggukinya dengan singkat. Setelah nasi goreng pesanan Kama datang, pria itu segera melahapnya dan menikmatinya membuat Kalila menoleh memperhatikan sahabatnya itu makan.

"Kamu serius tidak mau?"

Kalila masih dengan keputusannya, gadis itu tersenyum dan menggeleng namun kama tak menyerah ia mengambil sesuap menggunakan sendok yang dipakainya untuk ia suapkan ke dalam mulut Kalila.

"Buka mulutmu dan Rasakan, kamu pasti memintaku memesankannya lagi untukmu"

Jantungnya yang tadi sudah berdegup normal kini kembali berdetak mengerikan karena Kama yang memberinya sendok bekas pria itu, ayolah dia memang pernah melakukannya dan itu biasa, yang menjadi tak biasa karena saat ini hatinya ikut mengambil peran dan membuatnya kesulitan.

Dengan ragu Kalila membuka mulutnya dan Kama menyuapinya, hingga wajah Kalila memerah saat menatap Kama, mereka benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih bukan lagi sebagai sahabat, hal yang mereka lakukan membuat orang-orang di sekitarnya tak akan menyangka jika mereka hanya bersahabat dan tak lebih.

Namun Kalila cukup mendengar bagaimana kedua pasangan yang duduk di dekatnya yang berdecak iri pada perlakuan Kama terhadapnya.

Hatinya memang senang, namun tak lama luntur karena mengingat Kama tak memiliki rasa yang sama terlebih jika membayangkan Kama akan melakukan hal yang sama atau bahkan kebih manis pada Clara jika mereka nanti sudah bersama.

"Bagaimana? Enak bukan?"

Kama menunggu jawaban dari Kalila, dan gadis itu menoleh pada Kama sebelum senyum dan anggukan ia beri, Kalila mengambil piring dan sendok di tangan Kama.

"Enak! Aku habiskan ya, kamu pesan lagi"

Kama tersenyum melihatnya, Kalila memang seperti ini dan ia tak mempermasalahkannya, ia hanya mengusap kepala Kalila yang memakan nasi goreng di piringnya dengan lahap, dia tak tau saja bagaimana jantung Kalila berdetak kuat dibuatnya.

**

Semalam Kalila tidur begitu larut akibat memikirkan Kama dan hatinya yang tak ada jalan keluarnya, ia ingin sekali jujur namun ia begitu takut.

Ia takut Kama menolaknya dan bagaimana dengan Clara? Kama menyukainya bukan? Dan Kalila juga Kalila tidak bisa mengatakan jujur tentang perasaannya.

Sudah mau 15 tahun mereka bersama, dengan status sahabat yang mereka sematkan di hubungan mereka, bagaimana reaksi Kama jika ia mengaku tentang perasaannya?

Jadilah ia tertidur saat jarum pendek jam menunjukan angka 3. Dan paginya Kalila harus bangun lebih lambat dari alarmnya yang sudah ia setel pukul 5 pagi.

Bergegas mandi dan memakai seragamnya, Kalila dengan segera menguncir rambut panjangnya sembari berjalan turun ke bawah.

Begitu kagetnya ia melihat Kama yang tengah sarapan di meja makannya, dan saat mata mereka bertemu Kama mengangkat alisnya dengan senyuman yang tersungging di bibirnya.

"Tumben bangun siang Kal?"

Ibunya yang mengenakan daster itu keluar dari dapur dan meletakan sebuah sup ayam di atas meja makan. "Cepat sarapan sebelum siang"

Kalila mengangguk dan berjalan cepat ke arah Kama dan duduk di samping pria itu yang begitu lahap memakan masakan Ibunya.

"Tante Lisa, makasih ya makanannya"

Kama menyudahi makannya setelah suapan terakhir masuk ke dalam perutnya, Ibu Kalila hanya tersenyum dan mengangguk. "Sama-sama Kama, Tante seneng kamu sarapan di rumah ini"

Kalila melirik Kama yang tengah berbincang dengan sang Ibu, melihat rahang tegas Kama dari samping membuat Kalila tanpa sengaja menelan salivanya. Pria itu begitu menggoda di matanya.

Kalila memejamkan dan matanya, memaki dirnya agar tak berpikir hal aneh, Kalila menghalau pikiran anehnya dan memakan makanannya dengan cepat karena jam yang sudah menunjukan pukul 6 lewat.

Sepanjang Jalan Kalila berkali-kali berdecak kesal karena kemacetan jalan yang tak ada hentinya dan melihat jam di pergelangan tangannya ia mendesah kesal karena bel sekolah pasti sudah berbunyi.

"Kama kita terlambat!, aku Ada ulangan sejarah jam pertama"

Kalila berteriak karena deru mesin motor dan mobil yang ada di sekelilingnya menyusahkan ia untuk berbicara.

"Yaudah kamu pegangan, aku bakal ngebut"

Kalila ragu untuk memegang pinggang Kama, namun belum sempat ia berpikir, lengan Kama menjangkau tangannya agar ia memeluk perut datarnya. Tubuh Kalila menempel di punggung Kama hingga pria itu dapat merasakan detakan kuat dari jantung Kalila yang menempel di punggungnya.

"Kenapa jantungmu berdebar?"

Kalila terpaku tak bisa berkata, namun mendengar tawa Kama membuat ia penasaran hingga menatap wajah pria itu dari samping "Sabarlah, tidak perlu takut jika terlambat, aku akan menjagamu Kal"

Wajah Kama menoleh padanya dan tersenyum sebentar sebelum laki-laki itu memfokuskan pandangannya pada jalanan di hadapannya, bahkan Kama melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan di atas rata-rata hingga Kalila harus mengeratkan pelukannya di perut Kama.

Sayangnya walau mereka sudah berusaha cepat, gerbang sekolah sudah di tutup dan di pos penjagaan ada beberapa anak-anak osis yang tengah mencatat murid terlambat. Kalila hanya dapat pasrah jika ia harus mendapat hukuman. 

Kama yang mengerti kekhawatiran Kalila menggenggam tangan gadis itu dan mencoba menenangkan dari genggaman tangannya. Namun bukan ketengan yang Kalila rasakan, justru jantungnya makin berdebar akibat usapan yang Kama beri di tangannya.

"Kalian terlambat, sebutkan nama dan kelas" Seorang pria yang mengenakan jas osis itu mendekat pada Kama dan Kalila yang berdiri berdampingan.

"Catat namaku saja, Kama Azka Febrio, kelas 11 Mipa 1"

Kalila melihat wajah Kama yang begitu datar menatap salah satu osis yang Kalila tau juga salah satu seseorang yang banyak ditaksir oleh siswi di sekolah ini.

Fian Ramadhan, pria yang begitu populer karena juga anggota tim basket yang membuat sekolah Adiaksa beberapa kali memenangkan perlombaan.  Fian mengabaikan Kama dan berbalik menatap Kalila yang berdiri di sebelah Kama. "Namamu?" 

Baru Kalila akan menyebutkan namanya, Kama menahan tangan Kalila agar gadis itu tak membuka mulut "Bukankah sudah ku katakan catat namaku saja?! aku akan menggantikan hukumannya sebagai gantinya"

Fian mengerutkan alisnya kemudia senyum remehnya ia keluarkan ia menggeleng menatap wajah datar Kama yang memandangnya. "Tidak bisa, ini hukumannya, dan dia harus melakukannya sendiri, jangan karena dia kekasihmu kamu sampai mau menggantikannya" 

Kama nampak tak senang dengan perkataan Fian, namun Kalila menahannya "Sudahlah Kama! ini kesalahanku juga, dan aku menerima hukumannya" Kama menggeleng "hari ini kamu ada ulangan, masuklah aku yang kan menggantikan hukumannya" 

"Kama-"

"Masuk Kalila!, dan kalian jangan ada yang menghalanginya!" Kama menunjuk beberapa anggota osis yang ingin mencegah Kalila, gadis itu memang tak enak hati terlebih bukan hanya dia dan Kama yang terlambat juga ada beberapa murid lain dan salah satunya teman kelasnya Kalila yakin dia akan jadi perbincangan setelah ini.

"Cepat Kalila masuk!" 

Kalila menoleh pada Kama yang menatapnya tajam dan memberi ia kode untuk segera masuk ke dalam kelas, akhirnya dengan wajah memerah malu ia berjalan setelah meminta maaf pada pengurus osis yang menatapnya tak suka. Biarlah, itu  menjadi urusan Kama, bukankah pria itu yang membuatnya di posisi bersalah dan menjadi pusat perhatian? 

Namun kesalahan yang Kama lakukan hanya kembali membuat hatinya berharap  dan membesarkan rasa cinta yang dia punya untuk Kama. 

TBC...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status