Share

Bab - 3

Karena Kama yang melakukan hukuman Kalila, ia jadi lebih telat masuk  ke kelas, untunglah hukuman yang guru piket beri hanya  harus push up sebanyak 25 kali, Kama sudah biasa berolahraga dan jika hanya disuruh push up ia begitu mudah menjalaninya. 

Saat kakinya menginjak lantai tiga gedung sekolah kehadiran Clara yang tengah mengamati kamera di tangannya membuat fokus Kama jadi buyar, "Clara?" Kama memanggil gadis itu dan Clara yang terkejut melihat Kama, dia menurunkan kamera di tangannya  dan berusaha menyembunyikannya. 

"Mau kemana?"  

Kama melirik kamera yang ada di tangan Clara namun gadis itu hanya menunjukan benda itu sekejap sebelum ia sembunyikan di balik tubuhnya "Ini kamera milik anak-anak Cinema , Aku sedang mempelajarinya dan berpikir bahwa ekskul tersebut akan cocok  denganku"

Kama mengangguk dengan senyum yang masih terpatri di bibirnya "kalau gitu aku duluan Kama" Clara menepuk pundak Kama dan berjalan turun ke bawah, meninggalkan Kama yang mengulum bibirnya menahan senyum. 

**

Kalila yang baru saja selesai berganti baju olahraga terkejut karena seseorang menarik tangannya agar kembali masuk ke dalam toilet. Ada dua orang gadis yang  Kalila tau anak kelas sebelah dan menatapnya dengan pandangan bertanya. 

"Boleh kami tanya sesuatu padamu?"

Salah satu gadis yang berambut pendek dengan Nama Mawar yang Kalila baca dari name tagnya itu berbicara membuat Kalila mengangguk kaku sekaligus menatap mereka berdua penasaran. 

"Apa benar kamu dan Kama itu sepasang kekasih?"

Kalila diam sejenak sebelum menatap dua gadis ini yang menunggu jawabannya dan beberapa temannya yang masih berada di kamar mandi dan menatap ia terang-terangan seakan ikut penasaran tentang obrolan, bukan- Pertanyaan ini. 

Gelengan Kalila berikan membuat kedua gadis yang berdiri di depannya mendesah lega dan saling memberi tatapan senang pada Kalila "Syukurlah, aku pikir kalian itu pacaran, semalam temanku ini melihatmu bersama Kama di taman komplek dekat rumahnya, karena jika bukan, aku ingin sekali menyatakan rasa sukaku padanya" 

Gadis bernama Mawar itu menarik temannya dan meninggalkan Kalila yang terpaku, sudahlah  hal ini biasa terjadi, mereka akan menyatakan rasa sukanya pada Kama dan pria itu pasti akan menolaknya dengan kasar jika para gadis itu memaksa Kama untuk menerimanya. Hanya saja jika Clara yang menyatakan rasa sukanya pasti Kama akan menerimanya dengan segenap hati dan jiwa raganya. 

Wajah sedih Kalila tertangkap beberapa teman-temannya yang masih mengamatinya dalam diam, ia memilih beranjak keluar dan segera bergabung bersama teman-teman lainnya di lapangan. 

Sayangnya guru pengajar olahraga kelasnya berhalangan hadir dan oleh karena itu pelajaran olahraganya harus tergabung bersama dengan kelas 12 Mipa 3. Selama pelajaran berlansung Kalila tau ada seseorang yang terus memperhatikannya hingga pelajaran berakhir. 

Saat itu pula ia tau siapa orang yang tadi terus memperhatikannya. 

"Hai, bukankah kamu kekasihnya Kama yang tadi pagi terlambat?" 

Kalila menghentikan langkahnya saat kakak kelasnya berbicara padanya, kenapa semua mengira ia kekasih Kama? Kalila tersenyum dan menggeleng "Iya, saya terlambat kak, tapi saya bukan kekasih Kama" Fian tertawa pelan "tidak perlu formal padaku, bicara santai saja. Omong-omong aku belum tau namamu, boleh aku kenal kamu?"

Kalila tersenyum dan mengangguk "Kalila kelas 11 IPS 4"

"Senang dapat berkenalan denganmu, mau ke kantin?" 

Kalila tersenyum dan menggeleng dia harus berganti baju terlebih dahulu, dan lagipula ia tidak akan nyaman jika bersama seseorang yang baru dikenalnya untuk pergi berdua, hanya dengan Kama ia bisa merasa nyaman. 

"Baiklah kalau begitu, aku duluan ya" Kalila mengangguk dan memperhatikan tubuh Fian yang menjauh, lalu ia berbalik menuju kelasnya. 

Karena pelajaran olahraga yang disambung dengan waktu istirahat, Kalila nampak harus bersabar untuk berganti baju karena pasti akan penuh dengan para siswi yang berkumpul  di toilet yang sekedar berkaca atau bergosip.  Sepertinya ia akan bertahan dii kelas sebentar, nampak di depan kelas langkahnya mulai memelan karena melihat sosok Clara yang berdiri di depan pintu seakan menunggunya. "Hai Kalila" Clara yang melihat sosok Kalila bergerak mendekat pada gadis itu dan mengapit tangannya selayaknya mereka sudah kenal akrab. 

"Ehm.. Clara?" 

Sudah terlihat dari raut wajahnya jika Kalila nampak tak nyaman namun Clara  yang entah tak mengetahuinya atau tak memperdulikannya menarik Kalila agar masuk ke kelas gadis itu. "Kamu mau berganti pakaian? ayo biar aku temani" 

"Tidak perlu, Clara jam segini toilet pasti sedang penuh-"

"Kamu pasti berkeringat dan panas jika terus memakai seragam olahraga Kalila, jadi ayo kita ganti bajumu setelah itu kita pergi ke kantin, bukankah kita teman? Dan teman melakukan itu"

Teman? 

Kalila tidak tau, karena  sudah sangat lama ia tidak memiliki teman kecuali Kama. Memikirkan pria itu sontak saja Kalila melihat ke pintu dan berharap Kama ada di depan sana menantinya, namun tak ada sosok Kama, membuat Clara ikut melarikan pandangannya ke pintu dan gadis itu tersenyum.

"Tadi aku ingin sekali makan pasta yang berada di restoran dekat sekolah kita, lalu tiba-tiba Kama berkata bahwa dia akan membelikannya untukku, apa biasanya Kama selalu baik seperti ini pada orang?"

Clara menatap Kalila dengan pandangan bertanya, dalam hati Kalila menjeritkan kata 'Tidak' dengan begitu kuat, tidak ada seorangpun yang Kama turuti perkataannya jika bukan menyangkut orang terdekatnya namun mendengar bahwa pria itu pergi setelah mendengar Clara menginginkan sebuah makanan membuat hatinya sesak. Pria itu memang mencintai Clara, sudah begitu jelas.

"Nanti kita makan bareng, kamu mau berganti pakaian sekarang kan?"

"Tapi masih terlalu ramai"

"Tidak apa, serahkan padaku"

Akhirnya Kalila mengangguk dan mengikuti Clara setelah mengambil pakaian gantinya. Setibanya di toilet, ada 5 adik kelas mereka yang tengah berbincang di depan wastafel.

Kalila mendesah lega ia pikir ia harus mengantri untuk berganti pakaian. Namun melihat ruangan toilet masih begitu lenggang dan tak banyak siswi yang datang membuatnya sedikit senang karena tak harus berhimpitan dan mengantri.

"Bisakah kalian keluar? Tau bukan toilet itu tempat untuk apa? Jika hanya mau bergosip carilah tempat lain"

Kalila begitu terkejut mendengar suara lantang Clara yang mengalun memenuhi ruangan, ingin meminta maaf dan menyuruh mereka yang berkumpul tak menghiraukan ucapan Clara namun Kalila yang tau para adik kelas itu takut akan tatapan Clara memilih pergi dan meninggalkan dia dan Clara berdua saja.

"Kenapa kamu lakukan itu?"

Clara tersenyum manis tanpa merasa bersalah "Agar kamu merasa nyaman untuk berganti baju, cepatlah sebelum yang lain kembali"

Kalila merasa benar-benar tak nyaman dengan apa yang Clara lakukan, namun ia juga tak bisa protes. Akhirnya Kalila bergerak masuk ke bilik kamar mandi paling pojok dan mengganti pakaiannya dengan tenang, walau perasaan risau dan khawatir itu tak pernah sirna dari hatinya.

**

"Hai Clara, Kalila"

Clara yang mengajak Kalila setelah gadis itu berganti pakaian ke kantin dan menunggu Kama di sana, Kalila menjadi seorang pendengar yang baik karena sedari tadi Clara tak berhenti bercerita dan membuat Kalila bingung ingin menanggapi apa.

Kama yang baru kembali dari restoran di ujung jalan sekolah nampak berkeringat, pria itu bahkan membuka tiga kancing seragam sekolahnya menampilkan otot dadanya yang mengintip keluar hal tersebut tertangkap kedua mata Kalila yang meneguk ludahnya karena terpesona, ia juga terus mengalihkan matanya karena tak mau Kama melihat reaksinya.

"Ini Pastamu"

Kama memberikan bungkusan plastik pada Carla yang terlihat senang. "Ahh, terimakasih Kama, aku sangat menyukai menu ini di restoran itu, jika pulang bersama Papah aku pasti akan mampir dan membelinya"

Kama tersenyum dan melirik Kalila yang masih memandangnya dengan raut sedih membuatnya mengangkat alis bingung.

"Kalila, kamu pernah mencobanya?"

Clara menoleh pada Kalila hingga gadis itu tersentak dan menggeleng cepat pada Clara. "Kamu harus mencobanya, ini sangat enak"

Clara membuka bungkusan makanan di depannya dan menyendokkan satu sendok pasta untuk disuapi kepada Kalila. Gadis itu terpaku dan menoleh pada setiap penghuni kantin, mereka tak ada yang memperhatikannya namun tetap saja ia malu jika Clara harus menyuapinya.

"Cobalah Kal, buka mulutmu"

Kalila dengan ragu membuka mulutnya dan Clara dengan senyum tersungging menyuapkan pasta itu pada Kalila yang menunduk mengunyah makanan di mulutnya.

"Bagaimana rasanya?"

Kalila kembali mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan "sangat enak" Clara bertepuk tangan pelan dan menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulutnya diikuti ekspresi penuh kenikmatan.

"Kenapa hanya Kalila yang disuapi, aku tidak?"

Kepala Kalila sontak menatap Kama yang memiringkan kepalanya dengan senyum yang menghias wajahnya menatap Clara dengan lembut, melihat tatapan Kama pada Clara membuat hati Kalila sakit.

Dan lebih menyakitkan saat Clara nampak menawarkan pada Kama apa pria itu mau mencobanya. Dan anggukan Kama membuat Clara tersenyum tipis dan menyendokan pasta itu untuk Kama yang menerima dengan suka cita suapan dari Clara.

Kedua mata Kalila panas, ia mengalihkan pandangannya dari kedua sejoli yang begitu terlihat asik dan romantis, Kalila kali ini mengutuk hatinya yang harus memiliki rasa terhadap Kama, sahabatnya. Jika terus seperti ini ia akan hancur dengan sendirinya karena terus menahan rasa cemburu dan sakit saat Kama yang selalu cuek dan tak perduli pada orang lain kini mulai menunjukan perhatian dan sikap manisnya pada orang lain selain dirinya.

Kalila menahan tangis, jika yang dibayangkan akan terjadi, saat Kama mendapat cintanya dan ia bukan lagi prioritas Kama. Sanggupkah ia bertahan saat itu tiba?

"Kalila kenapa?"

Clara mengguncang bahu Kalila hingga gadis itu tersadar dan mengangkat pandangannya, namun karena gerakannya yang terlibat terburu-buru, setetes air matanya terjatuh dan membuat Kama serta Clara panik melihatnya.

"Kamu kenapa Kal?" Pertanyaan yang ingin Kama ajukan sudah didahului Clara yang menggengam satu bahunya dengan erat. Kalila tersenyum dan menggeleng, ia bahkan menghapus satu tetes air matanya yang mengalir di pipi.

"Pastanya pedas, aku ingin ke toilet dulu, mau buang air"

Kalila melangkah mundur dan berjalan cepat meninggalkan dua manusia berlainan jenis itu yang menatapnya bingung.

Sepertinya Kalila harus mulai melupakan Kama, yang ia yakini tak akan pernah mau dan bisa membalas perasaannya. Sebelum ia terjatuh makin dalam dan nanti ia begitu kesusahan untuk bangkit, lebih baik dari mulai sekarang.

Ya, Kalila harus bertekad.

**

Kalila menggoyangkan kedua kakinya karena bosan melanda, sudah hampir lewat 30 menit semenjak bel pulang sekolah berbunyi namun kehadiran Kama dengan motor pria itu tak kunjung datang.

Karena bosan dan lelah terus berdiri, Kalila memilih duduk di kursi tunggu yang tersedia di depan pos satpam untuk menunggu Kama.

Bahkan seluruh murid sudah pulang dan menyisakan beberapa siswa-siswi yang tengah melakukan ekskul. Kalila benar-benar bosan menunggu Kama yang tak kunjung tiba, padahal tak pernah Kama selama ini.

"Kalila? Belum pulang?"

Kalila menoleh dan terkejut melihat Fian yang menghampirinya dan duduk di sebelahnya. "Belum kak, masih nunggu Kama"

Kening Fian berkerut "Kama? Memang dia kemana?" Kalila menunjuk parkiran motor dan mobil yang ada di gedung belakang sekolahnya. "Dia sedang mengambil motornya, tapi aku menunggu di sini sudah lama dan dia tak kunjung kembali"

Fian tersenyum tipis dan bibirnya ragu saat akan memberitahu tentang suatu kebetulan yang ia lihat. Namun setelah mempertimbangkannya Fian akhirnya memberitahu Kalila.

"Tapi Kal, tadi aku tengah berkumpul bersama teman-temanku di gedung parkir dan di sana aku melihat Kama yang membonceng murid baru itu, aku tidak tau siapa namanya namun sepertinya itu teman kelasnya"

Jantung Kalila berdebar menyakitkan mendengar apa yang Fian katakan, benarkah itu?

"Kak Fian yakin?"

Fian mengangguk kuat, "Awalnya aku ragu, namun saat melihat dengan jelas itu memang dia. Aku tidak pernah melihat dia membonceng gadis lain selain dirimu dan hal itu benar-benar membuatku terkejut"

Kedua bahu Kalila merosot jatuh dan kedua matanya nampak nanar dengan sepasang iris yang memerah. Fian melihat itu, ia melihat kesedihan di mata Kalila yang tak gadis itu sembunyikan.

"Kamu cemburu? Kamu mencintai sahabatmu sendiri Kal?"

Fian bertanya santai namun reaksi yang Kalila tunjukan nampak berlebihan, gadis itu menggeleng kuat dengan bantahan yang mengiringinya. Fian hanya terkekeh kecil dibuatnya.

"Tidak perlu sepanik itu, jujur saja, kamu mencintai sahabatmu sendiri bukan?"

Jantung Kalila berdetak kuat dibuat Fian, "Tidak, aku hanya kesal karena Kama tidak memberitahuku sebelumnya!" Kalila membuka ponselnya dan mencoba mencari pesan dari Kama, dan memang benar, pria itu tak mengabarinya terlebih dahulu.

"Walau kamu berusaha menyangkalnya namun kedua matamu mengatakan bahwa kamu memang mencintai Kama"

Kalila menoleh pda Fian dengan kedua mata yang berkaca sebelum ia alihkan dan mengusap matanya yang basah. "Kal, tidak ada yang salah dengan cinta, perasaan itu bisa tumbuh dengan siapapun orangnya, cinta tak pernah memandang siapa yang dituju, yang membuat dia nyaman maka cinta akan datang"

Kalila meneteskan air matanya perlahan, cinta memang tidak salah, namun dia yang salah membuat perasaan cinta untuk Kama berkembang besar.

"Jadi benar bukan kamu memang mencintai Kama?"

Kalila perlahan menoleh pada Fian dan menundukan wajahnya, ia mengangguk dengan pelan membuat senyum tipis Fian menghiasi wajahnya.

"Sudah begitu terlihat dari wajahmu Kal"

"Benarkah? Apa begitu jelas?"

Kalila mengangkat wajahnya dan bertanya pada Fian yang mengangguk kuat "Sangat jelas"

Mendengar Fian yang begitu tegas dan yakin pada ucapannya membuat Kalila dihinggapi ketakutannya sendiri, ia takut jika Kama juga mengetahui perasaan yang dia punya untuk sahabatnya itu.

"Mau pulang bareng?"

Kalila tersenyum dan menggeleng, mencoba menolak ajakan Fian, ia hanya tak mau merepotkan pria itu.

"Tidak perlu kak, aku bisa pulang sendiri"

"Sudahlah aku tak merasa direpotkan, aku justru senang bisa mengantarmu"

Akhirnya dengan perasaan tak enak dan ragu, Kalila kini pulang bersama Fian, salah satu laki-laki pertama selain Kama tentunya yang pernah memboncengnya dengan motor.

Selama perjalanan pulang yang Kalila pikir akan kaku karena Fian yang tak akan mengajaknya bicara, perlahan mulai cair karen Fian yang terus mencari bahan topik untuk mereka bicarakan. Bersama Fian yang dengan mudah mencairkan suasana kaku, perlahan menghilangkan rasa segan di hati Kalila.

Hingga motor yang dikemudikan Fian berhenti tepat di pagar rumahnya, Kalila turun dengan perlahan dan menyerahkan helm pada Fian yang menerimanya.

"Terimakasih ya kak, maaf merepotkan"

"Aku sudah bilang Kalila, tidak merepotkan sama sekali"

Kalila tersenyum dan mengangguk "Kakak hati-hati dijalan" Fian mengangguk lagi setelah mengikat helm yang dipakai Kalila di belakang jok motornya.

"Oh ya, Kalila, kamu ingat dengan perkataanku tadi, tentang cinta bisa datang dengan siapapun orangnya yang bisa membuat nyaman?"

Kalila berpikir sejenak sebelum mengangguk, Fian juga ikur tersenyum akibat melihat anggukan Kalila.

"Itu yang aku rasakan sekarang, Aku juga sedang mengetahui perasaan yang aku punya untukmu itu cinta atau bukan, karena rasanya nyaman saat aku di dekatmu"

Fian mengusap kepala Kalila yang terpaku atas ucapan Fian, pria itu segera melajukan motornya tanpa mau mendengar balasan kata yang nantinya akan keluar dari bibir Kalila.

Kalila yang ditinggalkan hanya dapat terpaku dengan raut wajahnya yang terlihat konyol karena rasa syok atas pengakuan Fian, kakak kelasnya itu.

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status