Share

Part 6

    Ayu pun tak habis pikir dengan sikap Kevin yang sejauh itu.

“Kenapa sih, Kevin sepeduli ini sama gue?” tanyanya dalam hati.

“Vin, gue mohon banget sama lu, lu ngertiin gue, “ pinta Ayu kepada Kevin.

“Masalah ini enggak mau gue umbar ke orang lain, Vin, cukup gue aja yang tahu. Bahkan, sahabat-sahabat gue pun juga enggak ada yang tahu,” lanjut Ayu.

Ayu tak sengaja melihat ke arah Martha dan kawan-kawannya, dan ia baru tahu bahwa Martha mengawasi pembicaraannya dengan Kevin.

     Jam istirahat pun dimulai, Martha langsung pergi menuju ke kelas Ayu. Apa yang akan dia lakukan?

“Sayang, tadi aku lihat kamu lagi ngobrol berdua sama Ayu di samping perpus. Kalian ngomongin apaan sih, kok kaya serius gitu?” tanya Martha penuh selidik.

“Dia tuh lagi sedih terus sering menyendiri, enggak seperti biasanya. Aku penasaran, masalah apa yang sebenarnya lagi dia hadapi,” jawab Kevin.

     “Kenapa Kevin bisa sepeduli ini sama Ayu?” tanya Martha dalam hati.

“Kalau dia seperti ini terus, aku tuh khawatir sama dia, Sayang,” lanjut Kevin.

Sikap Kevin yang begitu perhatian terhadap Ayu menimbulkan tanda tanya besar di hati Martha. Selama ini, Kevin belum pernah bersikap sejauh ini kepada perempuan selain dirinya. Bahkan, Kevin pun tak pernah memiliki teman dekat atau sahabat perempuan. Padahal, Kevin adalah tipe orang yang humble dan mudah berbaur dengan orang lain. Hal itu dilakukan Kevin semata-mata untuk menghargai perasaan Martha, perempuan yang sangat ia sayangi.

     “Emangnya dia semurung apa sih, sampai-sampai kamu khawatir kaya gini?” tanya Martha dengan nada sinis.

“Kok kamu jadi sinis gitu? Kamu cemburu?” balas Kevin sambil melontarkan senyum tipis.

“Kamu enggak usah khawatir, Marthaku sayang. Kamu jangan berpikir yang aneh-aneh. Masa sih kamu enggak percaya sama aku?” lanjut Kevin yang berusaha meyakinkan Martha.

     Ayu dan sahabat-sahabatnya kembali ke kelas. Martha masih belum beranjak dari samping Kevin. Ayu pun melihat mereka berdua yang sedang duduk berdampingan. Martha dan Ayu saling berpandangan. Martha menatap Ayu dengan tatapan sinis, menandakan bahwa dirinya memang sedang dilanda rasa cemburu.

“Ya udah deh, kalau gitu aku balik ke kelas, ya. Sampai ketemu nanti, Sayang,” pamit Martha sambil membelai pipi Kevin.

     “Alhamdulillah, Ayu udah mendingan, guys,” celetuk Dito.

“Nah, gitu dong, Yu, jangan sedih mulu,” sahut Salsa.

“Eh, tapi kita masih setia nunggu cerita lu, nih. Udahlah, Yu, lu tuh kebiasaan emang, senang banget nyimpan kesedihan sendiri,” imbuh Salsa.

“Iya ... gue janji gue bakal ceritain ini semua ke kalian. Gue lagi cari waktu yang tepat,” jawab Ayu.

     Ayu tak ingin terus bersedih di depan sahabat-sahabatnya. Ia tak ingin membuat sahabat-sahabatnya itu bingung dan gelisah. Namun, Ayu masih belum bisa melupakan kepergian ibunya.

“Ya Allah, jangan Engkau biarkan hamba terlihat sedih di depan sahabat-sahabat hamba. Kuatkanlah hamba, Ya Allah,” ucap Ayu dalam hati.

“Maaf ya, guys, pasti kalian bingung dan bertanya-tanya karena sikap gue yang aneh selama beberapa hari ini,” ucap Ayu.

Ayu pun mendapat pelukan hangat dari sahabat-sahabatnya.

     Malam pun tiba, suasana sepi menyelimuti rumah Pak Erwin. Hanya ada Andre dan Ayu, sementara Pak Erwin dan keluarganya masih berada di luar. Ayu tengah duduk di gazebo belakang rumah, menikmati suasana malam. Lagi-lagi, ia memikirkan nasib malang yang menimpa ibunya sambil memegangi liontin bunga krisan yang terpasang di lehernya.

“Kalung ini enggak boleh hilang lagi. Cuma ini satu-satunya kenangan dari Ibu yang gue punya,” ujar Ayu.

    Tiba-tiba, sang kakak pun datang menghampiri Ayu.

“Yu, lu masih kepikiran Ibu, ya?” tanya Andre.

“Iya, Ndre, gue pasti akan ingat terus seumur hidup gue. Lu pasti juga, kan,” jawab Ayu.

Andre menjawabnya dengan menganggukkan kepala.

     Ayu tak bisa mengelak, rasa amarah dan dendam pun berkecamuk di hatinya. Bahkan, terbesit dalam pikiran Ayu untuk balas dendam. Siapapun orangnya, Ayu akan menghadapinya. Ia benar-benar tak habis pikir dengan orang yang telah berbuat setega itu kepada ibunya.

“Ndre, kita harus cari tahu, siapa dalang di balik penjebakan Ibu. Kita enggak boleh tinggal diam, bagaimanapun caranya,” kata Ayu.

     Sama dengan Ayu, Andre juga mempunyai rencana seperti itu. Dirinya pun mendukung rencana Ayu.

“Pasti, Yu, kita enggak boleh pasrah gitu aja. Gue juga enggak rela Ibu pergi dengan cara seperti itu,” sahut Andre.

“Bu, maaf kalau kita jadi pendendam seperti ini,” kata Ayu dalam hati.

     Ayu dan Andre tak pernah menyangka bahwa ibu mereka harus pergi dengan cara seperti itu. Mereka pun harus mengubur dalam-dalam keinginan mereka untuk berkumpul lagi dengan ibunya. Bu Sartika, ibu mereka yang baik hatinya harus kehilangan nyawa karena kesalahan yang tidak pernah dilakukan. Pantas saja, Andre dan Ayu tak mampu menghilangkan rasa dendam yang sedang berkecamuk. Apa jadinya jika Andre dan Ayu tahu bahwa ibu mereka adalah korban kejahatan ayah mereka sendiri?

     “Ya ampun, gue cariin dari tadi, ternyata kalian di sini.” Terdengar suara dari arah dapur, ternyata Edgar baru saja pulang dari kampus.

Edgar pun langsung menghampiri mereka. Ia tahu bahwa Andre dan Ayu sedang tidak bahagia, terlihat dari ekspresi wajah mereka.

“Pasti kepikiran ibu kalian lagi, ya?” ujar Edgar.

“Udahlah, guys, kalian harus bisa mengikhlaskan kepergian Ibu. Ibu pasti sudah bahagia di sana,” lanjutnya.

     Perkataan Edgar membuat Andre maupun Ayu kesal, terutama Ayu. Menurut mereka, Edgar tak sepatutnya berbicara seperti itu. Andre dan Ayu merasa bahwa Edgar tidak bisa memahami posisi dan perasaan mereka saat ini.

“Emang, Gar, nyuruh kita buat mengikhlaskan kepergian Ibu adalah hal yang enteng. Gue perhatiin dari kemarin, cuma kata-kata itu aja yang lu ucapin,” tutur Ayu dengan nada sedikit tinggi.

“Maksud lu gimana, Yu?” tanya Edgar.

    Edgar kaget dengan perkataan Ayu tersebut.

“Gue bukannya enggak bisa mengikhlaskan, gue cuma butuh waktu. Gar, lu bayangin, udah 10 tahun gue sama Andre enggak ketemu sama Ibu. Lu bayangin, dong, betapa kangennya kita sama Ibu. Hati kita hancur, Gar, kita kehilangan orang yang sangat kita cintai,” tutur Ayu sambil menahan tangis.

“Iya, Yu, gue ngerti, tapi kan lu enggak bisa kaya gini terus. Lu harus segera move on, yang lalu biarlah berlalu,” jawab Edgar.

     Kekesalan Ayu kepada Edgar pun tak dapat ditahan. Edgar seakan-akan tidak peduli dengan kisah masa lalu Bu Sartika yang kelam. Ia hanya bisa menyuruh Andre dan Ayu untuk segera melepaskan diri dari bayang-bayang ibu mereka. Ayu pun beranjak dari gazebo dan masuk ke dalam rumah dengan penuh rasa emosi.

“Gar, gue mohon sama lu, jangan ulangi kata-kata itu lagi. Gue tadinya berpikir kalau lu udah bisa menghargai perasaan kita, ternyata gue salah,” ucap Andre.

     Andre pun kemudian menyusul Ayu, meninggalkan Edgar seorang diri di gazebo.

“Kok malah jadi kaya gini, sih?” tutur Edgar dalam hatinya.

Ia tak menyangka bahwa Andre dan Ayu akan sekecewa itu dengannya. Ia merasa, ucapannya itu benar. Ia juga tak bermaksud untuk membuat hati kedua saudaranya itu sedih dan kecewa.

     Jujur saja, hati Edgar merasa sedikit lega saat mengetahui kejadian yang dialami Bu Sartika. Itu tandanya, Andre dan Ayu tak akan pergi meninggalkannya. Setakut itukah Edgar kehilangan Andre dan Ayu? Apakah benar, Edgar sedang berusaha membuat Andre dan Ayu melupakan masa lalunya, termasuk kepergian Bu Sartika? Siapa yang akan dibela oleh Pak Erwin dan Bu Tina, Andre dan Ayu, atau putranya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status