"Dia akting Mas, orang aku cuma nyenggol dikit.""Jelas-jelas Mbak Ratih sengaja mendorongku. Emang aku salah apa sih sama Mbak?""Salahmu nggak tahu diri." Aku diam, menahan tangis. Kalimat menumpang dan lain sebagainya pasti akan keluar jika diteruskan, aku memegang keningku yang berdarah. "Kamu buat masalah apa lagi sama Ratih, Han? Apa tidak bisa sehari saja kamu diam?" tanya Mas Malik.Kapan terakhir kali ada orang yang mencintaiku, peduli padaku dan menganggapku manusia? Aku lupa. Perasaan memiliki harga diri yang sudah lama hilang. Hancur lebur tak tersisa.Darah di keningku terus mengalir, perih dan sakit. Tapi tidak sesakit hatiku saat ini. Memang tidak mungkin Mas Malik membelaku. Kalau pun aku mati di tangan Mbak Ratih, tetap saja aku yang akan disalahkan. "Maaf." Ucapku. "Awas kamu cari masalah sama Ratih lagi.""Iya."Perih sekali. Aku yang terluka tapi aku juga yang minta maaf. Tapi jika tidak minta maaf, Mas Malik akan memukul dan akan terasa lebih sakit dari ini. D
Dua mobil terparkir tak jauh dari kediaman keluarga Malik, pengemudinya mendengarkan percakapan yang terjadi di dalam rumah. Dada Rizal sesak, berusaha bertahan mendengar Hana terluka dan diperlakukan tidak adil. Berulang kali Kahfi menahannya, tinggal sedikit lagi. Mereka harus bertahan atau rencananya akan sia-sia. Sementara mobil di belakang mereka berisi empat orang, berisi bodyguard yang Rizal sewa. Bersiap masuk ke dalam rumah hanya tinggal menunggu aba-aba. Rizal yakin serangannya tadi siang kepala Ratih akan berhasil. Berjam-jam mereka menunggu, akhirnya kalimat talak terucap dari Malik. Segera mata Rizal berbinar, saling pandang kepada Kahfi. Rencana mereka berhasil."Sekarang, Bang." Kata Kahfi."Ayo keluar."Mereka keluar dari mobil, memberikan aba-aba kepada bodyguard yang disewa untuk mendatangi rumah Malik. Mereka berjalan cepat, berenam. Menggunakan jaket hitam yang membuat semua orang mengira bahwa mereka gengster. Rizal mengetuk pintu rumah, tak lama kemudian Malik
Air mata Rizal terjatuh, merasa sangat bersalah karena Hana harus mengalami ini semua. Bagi Hana yang sudah lama sendirian, kalimat Rizal laksana obat di hatinya yang terluka. Dia tidak sendirian lagi dan ada yang menyayanginya. Pelukan pria itu seperti kasih sayang orang tuanya yang mungkin akan mengatakan hal yang sama. Mereka yang meninggalkan Hana dalam kesendirian, berjuang dan menderita. Inilah titik terendah dalam hidupnya, Hana lelah. Sungguh tidak bisa menanggung semuanya lagi. Pandangannya buram di dalam tangisannya yang menyesakkan. Tubuhnya lemas dan berakhir dengan pingsan."Hana!" Teriak Rizal ketika tubuh Hana terkulai lemas.Rizal melepaskan pelukannya. Melihat Hana yang matanya terpejam. Wanita kurus itu langsung dibopong.Kemudian, Rizal menoleh ke belakang. "Bawa semua barang Hana tanpa sisa. Bawa perlengkapan bayinya juga." "Baik, Pak." Dua bodyguard itu berpisah, yang satu mengemasi barang-barang Hana dan satu lagi pergi ke kamar si bayi untuk mengemasi barang
Mataku terbuka perlahan, harus segera menyiapkan sahur untuk Mas Malik dan keluarganya. Tidak boleh kesiangan nanti akan dipukuli.Aku meraba kasur, lembut dan empuk. Perlahan aku duduk, melihat tanganku diperban. Masih mengumpulkan ingatan kenapa tanganku diperban. Mataku melihat sekeliling, kamar luas yang asing. Cahaya matahari seperti terhalang gorden. Ini di mana? Setelah turun dari ranjang aku menyikap gorden, lingkungan orang kaya di daerah Kedamaian. Aku pernah bekerja jadi buruh cuci ketika kuliah dulu. Dapat langganan dari daerah sini. Ingatan tentang kejadian kemarin terputar di kepala, tersadar bahwa aku sudah melakukan kesalahan yang amat besar. Aku membuka mulut, tindakanku kemarin sangat memalukan karena dilihat langsung Kak Afrizal. Perceraian dan bunuh diri, lalu Kak Afrizal datang... memelukku."Aku nggak punya muka buat ketemu dia." Tanganku menutup wajah. Dia menyaksikan diriku dalam keadaan paling buruk. Suara tangisan bayi terdengar dari luar, apa itu Ramaniya
Mungkin kalau aku punya keahlian dan pengalaman, melamar pekerjaan menjadi pelayan pribadi tidak akan sulit. Juga kalau diterima di keluarga kaya maka gajinya tinggi. Bisa menghidupi Ramaniya dan diriku sendiri. Kalau sekarang mungkin hanya bisa jadi pembantu di keluarga biasa dengan gaji rendah. Aku mengembuskan napas berat."Nyonya cantik sekali, coba kalau rambutnya panjang pasti akan jauh lebih baik.""Aku punya bayi, Mbak. Juga harus beres-beres rumah. Jadi kalau rambut panjang susah. Makanya kalau udah sepanjang bahu langsung aku potong."Mbak Sinta mengeringkan rambutku dan mengganti perban di tangan, juga mengolesi lebam di tubuhku. Enak sekali ya memiliki pelayan pribadi. Kak Afrizal pasti mengeluarkan banyak uang untukku. Bagaimana caraku mengembalikan nanti? Itu jadi beban pikiran.Selesai berpakaian dan kembali segar, aku keluar kamar. Sepatu flat ini sangat cantik. Ukurannya pas di kakiku, mungkin Kak Afrizal masih ingat ukuran kakiku. Padahal sudah lama sekali kami berpi
Dia, pria yang meninggalkan diriku dalam luka, membuat mimpi yang dibangun menjadi sirna, memberikan jalan nestapa tiada kira. Karenanya juga hidupku jatuh ke dalam lubang gelap tanpa ujung. Sekarang, dia mengeluarkan aku dari kegelapan itu. Memecahkan toples kaca transparan sehingga aku bisa keluar, memutus rantai pengikat sehingga aku bisa terbang bebas. Tatapan matanya yang penuh penyesalan sulit untuk aku artikan, tidak bisa menebak apa yang tengah dia pikirkan sampai wajahnya sendu seperti itu.Kak Afrizal turun dari sofa, duduk berlutut di hadapanku. Tangannya mengepal. Wajahnya penuh rasa bersalah. "Kalau kamu ingin memenjarakanku atas kesalahan di masa lalu, aku siap. Karena aku dan Malik tidak ada bedanya, sama-sama membuatmu menderita." Ungkapnya.Tanganku meremas jemari, memang lima tahun lalu aku marah dan membencinya. Dia mengambil paksa mahkota yang aku jaga, membuatku hamil dan putus kuliah. Namun, seiiring berjalannya waktu. Rasa benci itu sirna. Aku menerima setia
"Soal Malik, aku harap kamu mau memenjarakan dia.""Tapi dia ayah dari anakku," ucapku. "Sudah aku duga kamu akan berkata begitu, tapi Hana. Dia sudah menyakiti Cheril, dan Cheril adalah anakku. Kamu bisa memaafkan Malik, tapi tidak denganku."Aku memberikan dua pilihan, kamu memenjarakan Malik atau aku sewa pembunuh bayaran untuk membunuh dia." Ancamnya. "Kak Afrizal orang baik, nggak mungkin bunuh orang." Kataku. Merasa yakin."Lima tahun itu lama, kamu nggak tahu pekerjaanku di WterSun Group seperti apa. Menyingkirkan lawan bisnis itu sudah biasa. Apalagi menyewa pembunuh atau begal di Lampung sangat mudah. Kamu pasti tahu kalau Malik kehilangan pekerjaan, itu karena aku yang menginginkannya." "Eh, Mas Malik dipecat dari mandor itu karena kakak?" "Iya, dan aku bisa melakukan lebih dari itu.Aku mengerutkan kening, tidak menyangka Kak Afrizal bisa membuat Mas Malik dipecat. Sorot matanya serius mengancam. Memang beberapa waktu lalu aku melihat baku tembak dan penculikan Presdir
Kembali ke hari di mana Hana pergi, pembantu dan babu gratisan itu meninggalkan rumah dibawa seorang pria. Membuat Malik dan Ratih kebingungan. Terlebih bayi yang mereka usahakan juga diambil. Saat itu Ratih baru sadar bahwa telah dijebak, Kahfi yang tadi membawa bayinya adalah orang yang membuatnya cemburu. Gara-gara Kahfi dia gelap mata dan menyiksa Hana. Kahfi dan Rizal bersekongkol untuk membuat dia memaksa Malik mengucapkan talak. Ratih tidak menyangka sama sekali bahwa Rizal memberikan andil atas talak yang terucap hari ini, terbukti dari kedatangan mereka setelah talak terucap. Padahal baru beberapa menit. Seperti mereka memang menunggu."Mas, sepertinya kita ditipu si Rizal." "Rizal ... orang tadi?" tanya Malik, dia mengacak rambutnya sendiri. "Iya, ayahnya anak pertama Hana." "Kok bisa?" "Tadi siang Rizal yang ngomong aneh-aneh ke aku, dia beliin cendol juga, sampai aku gelap mata dan nyuruh Mas ceraikan Hana. Sepertinya ini semua rencana dia." Malik menatap mata Ratih