"siapa dia? Apakah dia orang suruhan Mas Irvan? Tapi kok seperti Ibu-ibu sosialita. Dari pakaian yang dia kenakan terlihat jelas dia orang kaya tidak mungkin Mas Irvan mampu membayarnya," Tia berbicara didalam hati.Perlahan Tia mendekati pintu dan ceklekkk! Ia membuka pintu."Maaf Ibu cari siapa?" tanyanya ragu-ragu. "Saya, Bu Tiwi! Ibunya Dokter Danu!" ucap Bu Tiwi."Oh Ibu, maafkan saya! Saya benar-benar tidak tahu. Mari Bu, silahkan masuk!"Tia mengajak bu Tiwi masuk dan duduk diruang keluarga. "Ibu cari Pak Dokter, ya?" Tia bertanya setelah mereka duduk santai diruang keluarga."Tidak, saya kesini mau ketemu kamu! Kamu Nak Tia kan?""I-iya Bu, saya Tia! Ada apa ya Bu? Apa saya punya salah? Tia gemetar takut bu Tiwi tidak suka dia tinggal dirumah anaknya. "Oh ya, Ibu mau minum apa? "Teh saja tapi gulanya jangan banyak-banyak ya," pesan bu Tiwi sambil tersenyum."Baik, Bu! Saya permisi dulu!" Pamit tia seraya beranjak dari duduknya."Tunggu! Kok saya tidak melihat Bik Ina, kemana
"Mau tanya apa, Bu?" Alis tia bertaut karena penasaran."Seandainya ada seorang lelaki yang menyukaimu dan siap bertanggung jawab terhadap dirimu dan Raffa, apa kamu mau menikah dengannya?" Bu Tiwi bertanya sambil bermain dangan Raffa yang ada di pangkuannya."Saya belum kepikiran kearah sana, Bu! Saat ini saya hanya ingin fokus membesarkan Raffa dan mengembangkan bisnis online saya dulu. Tambah lagi sampai saat ini saya gak tahu apa Mas Irvan sudah mengurus akta cerainya atau belum." Tia tertunduk malu sungguh sangat malu dengan statusnya saat ini."Kalau kamu mau, Ibu punya keponakan yang biasa ngurus perceraian seperti itu. Nanti biar dia menghubungi pihak pengadilan agama, Apakah mantan suamimu sudah mendaftarkan gugatan cerai apa belum?""Sebenarnya saya mau, Bu! Tapi surat nikah, kartu keluarga, dan akte lahirnya Raffa semua dipegang Mas Irvan," jawab tia bingung."Nanti biar Danu yang membantumu mengurus semuanya. Ini sudah mau ashar, Ibu pulang dulu nanti kapan-kapan kita kete
"Ya.sudah, Ayo!" Akhirnya bu Sutri setuju. Mereka keluar tanpa berganti pakai terlebih dahulu karena memang benar-benar baru sampai rumah dan belum sempat ngapa-ngapain.Sesampainya di rumah sakit. Selly berjalan mendekati pak satpam yang berdiri di dekat pintu masuk."Pak, apakah baru saja ada pasien korban kecelakaan yang dibawa ke rumah sakit ini?" tanya Selly. Ia sangat berharap info yang dia dapat tidak benar."Oh, ada, Bu! Silahkan langsung ke ruang IGD!" jawab pak satpam sambil menunjuk kearah ruang IGD.Selly dan bu Sutri bersitatap terlihat jelas rona kekhawatiran di wajah masing-masing. Mereka pun melangkah ke ruang IGD.Saat kaki mereka menginjak pintu masuk ruang IGD mereka langsung disamperin dokter jaga."Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanyanya."Dok, apakah ada korban kecelakaan yang dibawa kemari?" Kali ini bu Sutri yang bertanya."Oh, ada, Bu! Tapi kami rujuk ke rumah sakit S kerena kondisinya sangat serius. Peralatan dan tenaga medis di rumah sakit ini belum lengkap
"Ya, udah dari tadi! Masak kamu gak melihat Ibu lewat di depanmu?"Maaf, selly gak lihat!" Jawab selly singkat."Ya sudah, cepetan belikan Ibu makan! Ibu lapar banget," perintahnya"Melihat kondisi Mas Irvan seperti itu ibu masih mempunyai nafsu makan? tanya selly heran."Ya iyalah Selly, ibu harus sehat biar bisa jagain Irvan. Sudah cepetan belikan Ibu makan!" "Uangnya mana?" Selly menadah kan tangannya."Pakai uangmu lah Selly, Ibu mana punya uang. Lagian uangmu 'kan dari Irvan, jadi ibu juga punya hak atas uangmu,"Mendengar ucapan sang mertua emosi Selly ingin meledak. Gimana tidak emosi, dia menikah dengan Irvan belum genap sebulan itu saja Irvan tidak pernah memberinya uang, semua uang gajinya diberikan pada bu Sutri.Baru saja Selly ingi membalas ucapan bu Sutri, dokter prita datang mendekat kearah mereka berdua."Maaf, apakah ini dengan keluarganya pak Irvan?" tanyanya Ketika sudah berada di depan Selly dan bu Sutri."Iya benar, Dok! Saya Ibunya!" jawab bu Sutri."saya istrin
Sudah tiga jam bu Sutri duduk di depan ruang operasi tapi belum ada tanda-tanda pintu ruangan itu akan terbuka. Sesekali aku melirik ke layar telpon genggamnya"Haduhh ..., kenapa lama sekali? Sebenarnya Dokternya melakukan operasi apa tidur sih?" gumamnyaIa pun bangkit dan berjalan sana-kemari dan lagi-lagi aku melihat layar telepon. "Sudah hampir empat jam, kenapa belum ada tanda-tanda mau selesai?" keluhannyahuhhhh! Bu Sutri menarik napas panjang dan membuangnya kasar. Ia pun kembali duduk bersandar sambil menyilang kaki dan tangannya dilipat di dada tatapan matanya tertuju pada pintu ruang operasi.Ceklekkk! Akhirnya ada yang membuka pintu itu dari dalam. Bu Sutri dengan tergesa-gesa mendekati dokter yang keluar dari ruangan itu."Bagaimana kondisi anak saya, Dok? tanya bu Sutri."Alhamdulillah operasinya berhasil, Bu! Kondisi pasien masih dalam keadaan kritis Bu. Do'akan saja Semoga pasien secepatnya melewati masa kritis dan segera sadar ya, bu!" ucap sang dokter."Amiin! B
Bu Sutri berjalan setengah berlari dan secepat kilat ia menarik rambut Selly yang masih berantakan. " Beraninya kau membantah perintahku, ya!" Bu Sutri tiba-tiba murka."Auwww ..., Aaakkk! Sakit, bu!" teriak Selly sambil berusaha melepaskan rambutnya dari cengkeraman jari tangan sang mertua.Namun tak semudah itu bu Sutri terus menarik rambutnya kebawah sampai tubuh Selly berbalik yang tadinya membelakangi kini menghadap ke arah Bu Sutri. Ia tertunduk seperti sedang rukuh."Semalam aku bilang kirimkan baju ganti tapi tidak kau kirimkan. Sekarang aku minta buatkan aku makanan kau tidak mau juga, Hahhh! Jangan pernah memancing emosiku, kalau kau belum tahu siapa aku sebenarnya," geram bu Sutri."Ibu, sakit! Lepasin gak? Aku hitung sampai tiga, kalau Ibu gak melepaskan jangan salahkan aku jika terjadi apa-apa sama Ibu!" Bentak Selly."Memangnya kau mau apakan aku? Beraninya kau mengancamku, hahh! Ayo, tunjukkan apa yang bisa kau lakukan di rumahku!" Bu Sutri semakin mengencangkan tar
"Non! Ini Handphone Non Tia, dari tadi bergetar." Bik Ina menyodorkan benda pipi di tangannya.Handphone Tia sebelumnya ia letakan di kamar. Semenjak toko onlinenya memiliki admin, Tia sudah jarang memegang handphone. Semua urusan promosi, menjawab pertanyaan dari costumer, menerima pesanan dll diserahkan pada bagian administrasi."Oh, iya Bik! Sebentar ya Tia cuci tangan dulu," ia menunjukkan tangannya yang penuh dengan adonan empek-empek."Raffa mana, Bik?" tanyanya karena bik Ina ke dapur sendirian padahal tadi ia menitipkan Raffa pada bik Ina."Den Raffa bobok Non, baru saja Bibik letakan di kamar. Makanya Bibik tahu kalau handphone Non Tia bergetar,""Oh ya, sudah! Terimakasih banyak ya, Bik! Tia mengulurkan tangannya untuk meminta handphone yang ada pada Bik Ina."Iya, Non!" Bik Ina pun memberikan handphonenya. "Ada yang bisa Bibik bantu, Non?""Gak usah, Bik! Bibik istirahat saja sudah ada Lisa dan Rini yang membantu Tia." Ia pun mengecek handphonenya. Ternyata ada banyak pang
"kamu kenapa Nak? Apa kamu lagi sakit?" Bu Anisa menatap wajah anak Tia."Tia gak papa, Mak! Oh ya, Mak sama Bapak kok gak bilang-bilang dulu kalau mau ke sini?" Tia menempelkan kepalanya di bahu bu Anisa. Sedangkan Pak Rasyid duduk di depan di sebelah dokter Danu."Sebenarnya sudah dari beberapa bulan yang lalu emakmu itu mengajak Bapak kesini, katanya mau lihat langsung kondisimu disini. kerjaannya tiap hari cuma melihat fotomu saja, terus tiba-tiba nangis." Pak Rasyid menoleh kebelakang lewat sela-sela kursi."Emak kepikiran kamu terus, perasaan emak gak enak makanya emak sedih. Tapi setelah melihat keadaanmu sekarang Mak tenang." Bu Anisa mengelus wajah Tia yang bersandar di bahunya sedangkan Raffa yang berada di pangkuannya sudah tertidur pulas.Raffa memang gampang dekat dengan siapapun waktu pertama kali bertemu bik Ina, dia langsung nempel sama dokter Danu juga begitu. Sekarang sama neneknya walapun belum pernah bertemu, ia sama sekali tidak takut seperti bayi lainnya.Karena