PERINTAHPART 50"Siapa?" tanya Bu Putri. Pak Maftuh masih terlihat memikirkan sesuatu. Terlihat dari sorot matanya yang seolah sedang membayangkan sesuatu."Iya, Pak, siapa?" tanyaku lagi, karena aku juga sangat amat penasaran. Siapa orang yang mengirimkan pesan itu."Saya belum bisa menjawab, saya akan pastikan dulu. Yang jelas, yang memberikan tantangan ini, orang baik. Terlihat dari tulisannya, bahwa ia sedang membakar semangat Ibu, bukan?" ucap Pak Maftuh.Emm, iya juga sih, aku pun menilai, kalau yang mengirim kan pesan lewat DM bukanlah orang jahat. Melainkan ingin memberikan semangat, dan membuka jalan pikir, Bu Putri, untuk melawan rasa takut yang membebani selama ini.Bu Putri terlihat mengangguk pelan. Kemudian menghela napasnya panjang."Pak Maftuh benar, karena DM itulah, terbuka jalan pikiran saya, yang selama ini buntu. Kalau dulu saya takut Papa akan di bunuh Tante Sukma, sekarang apa lagi yang akan saya takutkan? Papa sudah tak berada di tangan Tante Sukma," balas Bu
**************INFORMASIBab 51**************"Loh, kita mau kemana?" tanyaku, karena mobil tak melaju ke arah jalanan kantor. Pun juga tak melaju ke arah jalanan rumah lama Pak Revando kemarin. Jadi, cukup membuatku penasaran, mobil ini hendak melaju ke mana."Menemui orang yang menurut saya yang mengirimkan pesan itu," balas Pak Maftuh."Owh ...." lirihku seraya sedikit manggut-manggut. Pak Maftuh terlihat fokus ke jalanan. Pun aku, mata ini juga fokus ke jalanan.Keadaan masih pagi. Tapi, jalanan sudah padat mobil dan motor. Demi mengais rejeki."Emang siapa, sih, yang mengirimkan pesan kepada Bu Putri?" tanyaku. Pak Maftuh terlihat melirikku sebentar."Nanti, Mbak Ratih juga akan tahu," jawab Pak Maftuh, sungguh tak memuaskan hati ini.Kuhela napas panjang. "Susah, ya, nyebutin nama? Aku looo penasaran," tanyaku. Pak Maftuh mengulas senyum tipis."Nggak, sih, tapi biar Mbak Ratih penasaran aja, ha ha ha," jawab Pak Maftuh, membuatku memutarkan bola mata. Agak sedikit kesal menden
KABAR DARI MANG ROJAKPART 52"Di mana Putri tinggal sekarang?" tanya Pak Radit."Di apartemen lama," jawab Pak Maftuh. Pak Radit terlihat mengangguk pelan."Kalau gitu, biar saya saja yang mendatangi Putri. Kasihan anak itu," ucap Pak Radit. Pak Maftuh mengangguk."Iya, itu lebih baik. Bakar terus semangat Bu Putri, agar ia merasa lebih percaya diri!" pinta Pak Maftuh."Pasti! Karena memang itu tujuan saya," balas Pak Radit."Apakah Pak Radit sudah tahu, kalau suaminya Bu Putri memihak pada mereka?" tanya Pak Maftuh."Iya, saya tahu," jawab Pak Radit, seraya mengangguk."Saya tak habis pikir dengan Pak Haikal," balas Pak Maftuh. Pak Radit terlihat mengulas senyum."Saya tak kaget, mendengar Haikal memihak pada Sukma," ucap Pak Radit. Pak Maftuh terlihat melipat kening."Anda tahu sedari awal?" tanya Pak Maftuh. Pak Radit terlihat manggut-manggut. "Ya.""Kok bisa?" tanya Pak Maftuh, seolah penasaran."Karena yang mengenalkan Radit dan Putri secara tak langsung adalah Sukma. Tapi, terl
LANJUTANPART 53Aku dan Pak Maftuh sudah keluar dari rumah Mang Rojak, dengan perasaan yang tak bisa di jelaskan.Sesak saat mengetahui, kalau Pak Aksa tak bersama mereka. Lalu beliau di mana?Astaga ... otak ini benar-benar terasa buntu. Seolah sudah tak bisa berpikir lagi.Di mana pun Pak Aksa, semoga beliau baik-baik saja. Hanya itulah harapan kami.Karena sudah siang, sudah waktunya makan, aku dan Pak Maftuh memilih untuk mampir dulu di warung makan. Menikmati soto babat.Kulihat Pak Maftuh sedari tadi diam saja. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Rasanya makan siang ini"Pak?" sapaku."Ya?" balasnya. Aku berani menyapa, juga karena kami sudah selesai makan."Bapak yakin dengan informasi dari Mang Rojak?" tanyaku. Lelaki di hadapanku itu terlihat menghela napasnya panjang."Entahlah, setahu saya, Mang Rojak tak pandai berbohong. Apalagi ini bersangkutan dengan Pak Aksa," jawab Pak Maftuh."Semoga saja, ya, Pak. Karena saya sudah tak bisa mikir lagi, di mana Pak Aksa sekarang, kasi
PENYELIDIKANPART 54*************"Apakah kita tetap menceritakan kepada Bu Putri?" tanyaku."Harus," jawab Pak Maftuh."Tapi ....""Apa?""Nggak tega.""Sama. Tapi kita harus bercerita. Dari pada Bu Putri tahu selain dari kita. Itu akan membuatnya marah, bukan hanya marah saja, tapi pasti juga akan kecewa dengan kita. Saya tak mau mengambil resiko," jelas Pak Maftuh.Aku hanya bisa manggut-manggut. Benar kata Pak Maftuh, tapi kenapa aku merasa tak tega menyampaikannya."Masalah Gibran, apakah juga akan kita sampaikan?" tanyaku lagi."Kita tunggu kabar dulu dari Pak Bisri dulu. Kalau masalah anak, kita harus sangat hati-hati menyampaikannya," jawab Pak Maftuh."Ya Allah ... kasihan Bu Putri. Seolah masalah yang ia hadapi, terus menerus berdatangan, seolah tak kunjung selesai," ucapku."Iya, kasihan Bu Putri, memiliki suami seperti Pak Haikal, sungguh Pak Haikal tak pantas untuk wanita sebaik Bu Putri," ucap Pak Maftuh."Iya, Pak. Aku kira masalahku ini sudah besar, tapi, ternyata mas
TEKA TEKI PAK AKSAPART 55"Pak Aksa? Anda?" ucap Pak Maftuh, masih dengan mata membelalak sempurna.Jujur saja aku bingung, ada apa ini? Aku belum pernah melihat Pak Aksa sebelumnya. Apa lelaki ini Pak Aksa?Katanya beliau lumpuh? Tapi ini terlihat biasa-bisa saja. Lelaki yang di panggil Pak Aksa tersebut mengedarkan pandang. Kemudian segera memasang masker di wajahnya."Pak Maftuh. Ikuti saya!" perintahnya. Pak Maftuh terlihat mengangguk dengan cepat.Lelaki itu masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa. Mobil itu segera berlalu, aku dan Pak Maftuh mengikuti dari belakang."Itu Pak Aksa?" tanyaku. Karena jiwa penasaran sudah tak terbenduh. Ingin segera tahu jawabannya."Iya.""Katanya beliau lumpuh? Tapi kayaknya beliau sehat?" tanyaku lagi."Entahlah, setahuku juga beliau lumpuh, bahkan mata ini juga melihat, saat Pak Aksa berdiam diri di kursi roda," jawab Pak Maftuh."Apa maksudnya, ya?" tanyaku."Entahlah, kita ikuti saja Pak Aksa, kita tunggu penjelas dari beliau, pasti ada alas
Pak Aksa Bertemu Bu PutriPART 56"Pak, aku nggak nyangka, dunia bisnis seribet dan sekejam ini," ucapku, kami sudah berada di motor. Menuju ke apartemen Bu Putri."Mengerikan, ya?" tanya Pak Maftuh balik."Iya, padahal satu saudara Pak Aksa dan Bu Sukma. Tapi, kok, ya seperti itu?" balasku."Kalau itu, menurut saya, Bu Sukma yang salah," jelas Pak Maftuh."Iya, kejam dan jahat dia," balasku, geram juga."Iya, karena Bu Sukma sudah di pengaruhi Pak Bima," jelas Pak Maftuh."Nah itu yang aku heran, Pak. Bisa-bisanya Bu Sukma mengkhianati suaminya? Padahal suaminya sudah gagah dan tajir juga. Eh, malah kepincut dengan Mas Bima, yang menurutku mereka sangatlah beda level, bagaikan langit dan bumi. Eh, masih kurang jauh lagi, bagiaikan langit dan sumur," tanya dan jelasku."Iya, juga, sih, Mbak. Tapi, katanya sih, ya ... emmm ...." Pak Maftuh, menggantungkan ucapannya. Membuatku penasaran. Kulihat raut wajahnya di spion. Dia terlihat memainkan bibirnya."Emm, apa? Katanya apa?" tanyaku, k
RUNDINGANBAB 57Pertemuan Bu Putri dan papanya cukup mengharukan dan menguras air mata. Sungguh hati ini ikut merasa lega, dengan keadaan Pak Aksa.Selama ini aku hanya mendengar cerita saja, kalau Pak Aksa itu orang baik. Ternyata benar, Pak Aksa memang baik. Jiwa sosialnya seolah menurun ke anaknya. Bu Putri Marendra.Walau keduanya tak ada hubungan darah, tapi sungguh sangat luar biasa sekali emosional mereka. Melebihi anak kandung, kalau menurutku. Bikin haru yang melihat kedekatan emosional mereka.Pagi ini, aku telah bersiap rapi. Siap menuju ke kantor. Menunggu jemputan sopir pribadi. Pak Maftuh Ardika. Ya Allah ... orang semapan itu, aku anggap sopir. Marah nggak ya orangnya kalau tahu aku anggap sopir? Ha ha ha."Ratih?!""Ya, Bu?""Emm, hatiku, kok, nggak tenang, ya?" ucap Bu Putri. Aku melipat kening, menatap ke arah Bu Putri."Kenapa?" tanyaku, Bu Putri terlihat mengangkat kedua bahunya."Entahlah, yang jelas aku mengkhawatirkan, Papa," jelas Bu Putri. Aku hanya bisa mang