TEKA TEKI PAK AKSAPART 55"Pak Aksa? Anda?" ucap Pak Maftuh, masih dengan mata membelalak sempurna.Jujur saja aku bingung, ada apa ini? Aku belum pernah melihat Pak Aksa sebelumnya. Apa lelaki ini Pak Aksa?Katanya beliau lumpuh? Tapi ini terlihat biasa-bisa saja. Lelaki yang di panggil Pak Aksa tersebut mengedarkan pandang. Kemudian segera memasang masker di wajahnya."Pak Maftuh. Ikuti saya!" perintahnya. Pak Maftuh terlihat mengangguk dengan cepat.Lelaki itu masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa. Mobil itu segera berlalu, aku dan Pak Maftuh mengikuti dari belakang."Itu Pak Aksa?" tanyaku. Karena jiwa penasaran sudah tak terbenduh. Ingin segera tahu jawabannya."Iya.""Katanya beliau lumpuh? Tapi kayaknya beliau sehat?" tanyaku lagi."Entahlah, setahuku juga beliau lumpuh, bahkan mata ini juga melihat, saat Pak Aksa berdiam diri di kursi roda," jawab Pak Maftuh."Apa maksudnya, ya?" tanyaku."Entahlah, kita ikuti saja Pak Aksa, kita tunggu penjelas dari beliau, pasti ada alas
Pak Aksa Bertemu Bu PutriPART 56"Pak, aku nggak nyangka, dunia bisnis seribet dan sekejam ini," ucapku, kami sudah berada di motor. Menuju ke apartemen Bu Putri."Mengerikan, ya?" tanya Pak Maftuh balik."Iya, padahal satu saudara Pak Aksa dan Bu Sukma. Tapi, kok, ya seperti itu?" balasku."Kalau itu, menurut saya, Bu Sukma yang salah," jelas Pak Maftuh."Iya, kejam dan jahat dia," balasku, geram juga."Iya, karena Bu Sukma sudah di pengaruhi Pak Bima," jelas Pak Maftuh."Nah itu yang aku heran, Pak. Bisa-bisanya Bu Sukma mengkhianati suaminya? Padahal suaminya sudah gagah dan tajir juga. Eh, malah kepincut dengan Mas Bima, yang menurutku mereka sangatlah beda level, bagaikan langit dan bumi. Eh, masih kurang jauh lagi, bagiaikan langit dan sumur," tanya dan jelasku."Iya, juga, sih, Mbak. Tapi, katanya sih, ya ... emmm ...." Pak Maftuh, menggantungkan ucapannya. Membuatku penasaran. Kulihat raut wajahnya di spion. Dia terlihat memainkan bibirnya."Emm, apa? Katanya apa?" tanyaku, k
RUNDINGANBAB 57Pertemuan Bu Putri dan papanya cukup mengharukan dan menguras air mata. Sungguh hati ini ikut merasa lega, dengan keadaan Pak Aksa.Selama ini aku hanya mendengar cerita saja, kalau Pak Aksa itu orang baik. Ternyata benar, Pak Aksa memang baik. Jiwa sosialnya seolah menurun ke anaknya. Bu Putri Marendra.Walau keduanya tak ada hubungan darah, tapi sungguh sangat luar biasa sekali emosional mereka. Melebihi anak kandung, kalau menurutku. Bikin haru yang melihat kedekatan emosional mereka.Pagi ini, aku telah bersiap rapi. Siap menuju ke kantor. Menunggu jemputan sopir pribadi. Pak Maftuh Ardika. Ya Allah ... orang semapan itu, aku anggap sopir. Marah nggak ya orangnya kalau tahu aku anggap sopir? Ha ha ha."Ratih?!""Ya, Bu?""Emm, hatiku, kok, nggak tenang, ya?" ucap Bu Putri. Aku melipat kening, menatap ke arah Bu Putri."Kenapa?" tanyaku, Bu Putri terlihat mengangkat kedua bahunya."Entahlah, yang jelas aku mengkhawatirkan, Papa," jelas Bu Putri. Aku hanya bisa mang
Menjemput AzkiaBAB 58***********"Jadi Gibran sehat?" tanya Pak Maftuh saat aku baru saja sampai di ruangannya."Iya, Alhamdulillah. Benar dugaan kita, hanya akal-akalan Pak Haikal saja!" jawab Pak Bisri.Aku duduk di kursi kerjaku. Agak jauh, tapi telinga ini masih bisa mendengar obrolan mereka."Keterlaluan. Demi uang, sampai segitunya Pak Haikal. Benar-benar nggak ada otak! Bapak macam apa itu?" sungut Pak Maftuh. Terdengar geram sendiri."Itulah manusia, Pak. padahal Pak Haikal kurang kaya gimana lagi. Tapi, tetap saja merasa kurang, masih ingin menguasai harta mertua," balas Pak Bisri. Pak Maftuh terlihat mengangguk pelan."Tapi, setidaknya hati ini tenang, dengar keadaan Gibran yang sehat. Untung kemarin kita tak langsung lapor ke Bu Putri, tahu sendiri lah Bu Putri, kalau berurusan dengan anak," ucap Pak Maftuh. Gantian Pak Bisri yang mengangguk."Ya, untunglah!" balas Pak Bisri. Kemudian terlihat mengusap pelan wajahnya."Emm, kalau begitu saya permisi dulu, saya harus kemba
REAKSI LUNABAB 59"Emak ada?" tanyaku. Mbak Luna terlihat melipatkan kening. Mungkin merasa tak asing dengan wajahku ini."Ada yang salah?" tanyaku, karena matanya menyipit dengan tatapan lekat.Pak Maftuh aku lihat ia diam saja. Mungkin dia faham maksudku, lagian aku pernah menceritakan siapa Mbak Luna.Tak berselang lama Mas Budi keluar. Owh ... ternyata ada Mas Budi juga di sini."Ada yang salah?" tanyaku lagi sedikit menegaskan suara. Kemudian ia terlihat sedikit terkejut."Eh, nggak ada yang salah, cuma mirip dengan adik ipar saya. Cuma cantikan Mbaknya," ucap Mbak Luna. Aku hanya nyengir saja."Kamu Ratih bukan?" tanya Mas Budi. Aku mengangkat sedikit alisku."Emm, perkenalkan namaku Melisa," jawabku seraya mengulurkan tangan ke Mas Budi.Mas Budi menerima uluran tanganku. Agak sedikit lama, sengaja. Kan ngerjain Mbak Luna. ha ha ha.Tiba-tiba tangan Mas Budi di tarik begitu saja oleh Mbak Luna. Kayaknya sih dia cemburu. Ha ha ha."Nggak usah lama-lama pegangan sama suami orang
LUNA MINTA MAAFBAB 60“Jangan gitu dong, Tih! Aku loo hanya bercanda! Jangan lapor-lapor gitu dong!” ucap Mbak Luna. Kuhela panjang napas ini.Kulihat ekspresi Mbak Luna, ia nampaknya memang beneran takut, jika aku laporkan masalah perbuatan tidak menyenangkan ini. Ia terlihat mendekat denganku.“Tih ... pliiiissss ... sumpah, aku cuma bercanda, kitakan saudara, nggak luculah masa’ saudara melaporkan kasus sepele kayak gini,” ucap Mbak Luna lagi.“Hah? Sepele menurutmu, Mbak? Tapi menurutku ini bukan masalah sepele, ini masalah serius, karena menyangkut harga diri. Mbak bilang aku benalu di hidup orang lain. Aku jadi benalu di hidup siapa menurutmu? Hah?” sungutku geram. Sengaja juga menggunakan nada lantang, karena ia pikir aku tak bisa marah apa?Selama ini aku memang banyak diamnya dengan tingkah Mbak Luna ini. Tapi, lama-lama di diamkan ia semakin semena-mena aku lihat.Mbak Luna nampak menggigit bibir bawahnya. Seolah susah mau menanggapin ucapanku. Kuperhatikan Mas Budi, raut w
MELEPAS SESAKPART 61Azkia akhirnya sekarang bersamaku juga. Pulang bersama di rumah apartemen milik Bu Putri. Hati ini sungguh lega sekali. Bisa berkumpul dengan anak. Hati ini juga tenang, setidaknya ikut Bu Putri dengan segala penjagaannya.Entah berapa dana yang di keluarkan Bu Putri, untuk mendanai seluruh penjagaan ini. Tapi, mungkin sekelas Bu Putri, uang nomor sekian, yang terpenting dia aman.“Hai, cantik sekali kamu,” ucap Bu Putri memuji Azkia, yang di puji senyum-senyum polos. Kemudian nyengir memamerkan gigi ompongnya. Seolah terlihat senang sekali di puji cantik oleh Bu Putri.“Makasih, Tante,” balas Azkia lugu.Bu Putri terlihat mencubit gemes Pipi Azkia. Pak Maftuh habis mengantarkanku dan Azkia, beliau langsung pamit pulang. Mungkin ia ingin segera beristirahat, karena keadaan hari ini juga cukup melelahkan.Bertemu setiap hari dengan Pak Maftuh, juga semakin membuat hati ini nyaman. Seolah sudah merasakan ketergantungan. Hemm, tapi aku juga selalu mengingatkan diri
PERSIDANGANBab 62*************Pagi ini, dengan memakai baju khas gaya Melisa, aku siap untuk menuju ke Pengadilan.Bismillahirrahmanirrahim ... semoga segala urusanku, di permudahkan hari ini.Azkia juga sudah siap. Biarkan ia bertemu dengan ayahnya. Mungkin dia rindu, tapi bisa jadi tak berani ia menyampaikan rasa rindunya."Kamu cantik sekali, Melisa," ledek Bu Putri, aku mengulas senyum tipis."Melisa memang cantik, kalau Ratih buruk rupa, ha ha ha," balasku. Bu Putri ikut menambahi tawa ini."Ratih juga cantik, cuma kurang dana saja. Kalau Melisa, sudah over dananya," ucap Bu Putri. Cukup membuatku manggut-manggut seraya menahan tawa yang ingin meledak lagi."Iya, ya, Bu. Cantik karena dana," ucapku."Semua perempuan dilahirkan cantik. Tergantung kita merawat kecantikan itu. Tapi, melihat kamu secantik ini, saya yakin, Pak Bima pasti menyesal, dan meminta untuk rujuk," ucap Bu Putri. Cukup membuatku tertawa lirih."Ah, Ibu ngomong apa? Mas Bima sudah kepincut dengan harta Bu Su