Selagi Yuna melihat-lihat gambar milik Alex. Ia berkomentar "Wah ini sih gambarnya terlihat seperti gambaran anak tk." Yuna yang fokus melihat gambar, tiba-tiba merasa ada hawa dingin di belakangnya. Dengan cahaya ruangan yang redup membuat detak jantung Yuna tidak karuan.
"Kok rasanya di sini ... Agak seram, ya?" ujar Yuna.
lalu tiba-tiba ada yang memegang pundak Yuna dan berkata "Apanya yang seram?" tanya orang itu.
"Gyaaah!" Plaak! Yuna yang terkejut, refleks menampar orang itu hingga orang itu terhempas.
"Hah-hah ... Siapa itu?" Yuna pun melihat orang itu dan dia sadar bahwa itu adalah Alex.
"Aduh, sakitnya." Alex memegang pipinya yang sakit.
"Hah, kamu ini bikin terkejut saja Alex. Lain kali bersuaralah kalau di dekatku," ujar Yuna yang lega.
"Itu yang kamu katakan setelah menamparku dengan keras? Memang teman yang tidak punya hati,"
"Kamu sudah sejak kapan berada di sini?" tanya Alex dengan pandangan yang tajam menatap Sora."Em ... A-aku baru saja di sini beberapa menit yang lalu," jawab Sora dengan rasa cemas di hatinya."Begitu ya. Maaf aku seenaknya berada di sini," ujar Alex."I-iya," jawab Sora.Eh? Apa yang terjadi? Kenapa dia sopan begini? Kemarin saja dia seperti akan membunuhku, namun sekarang dia baik seperti ini. Aku jadi bingung. ujar batin Sora.Yuna mendekati Sora. "Kamu pasti ingin tahu apa yang terjadi kan?" tanya Yuna. Sora pun mengangguk."Jadi sebenarnya ...." Yuna menjelaskan apa yang terjadi kepada Alex dengan berbisik agar menghilangkan kebingungan Sora."Hooo, aku paham sekarang," ujar Sora."Hei apakah kalian sudah selesai berbisik-bisik nya?" tanya kesal Alex."Haha iya sudah. Hm ... Kamu ada perlu apa ke sini, Alex?
"Tunggu-tunggu. Maksudnya ini gimana?" tanya Erika kebingungan."Mereka terkejutnya bersamaan, ya," ujar Sora."Reaksi yang normal. Jadi begini ...." Yuna pun kembali menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi panjang lebar kepada mereka berdua."Begitu ya ... Lalu bagaimana kemampuannya? Pasti gambarnya bagus kan, ya?" tanya Erika."Pastinya baguslah. Kan dia murid terpintar di sekolah ini," ujar Leon dengan yakinnya."Hm ... Lebih baik kalian melihat sendiri hasilnya," Yuna mengambil kertas gambarnya dan memberikan kepada Erika. Leon pun ikut melihat.Mereka memperhatikan dengan seksama dengan mata yang terbuka lebar. "Ini gambar adik kecilmu, Yuna?" tanya Erika."Mana mungkin aku kan tidak punya adik. Itu gambarnya anak ini." ujar Yuna sambil menunjuk Alex."Buh-hwaahaha!" Erika dan Leon tertawa lepas.
Alex dan Leon saling mendominasi satu sama lain dalam pertandingan. "Mereka semua kurang kerjaan ya? Sampai berkerumun seperti ini," ujar heran Erika."Tidak ini wajar. Karena kan kita jarang melihat pertandingan antara Leon dan Alex. Biasanya kan hanya saat pelajaran olahraga," ujar Yuna."Pertandingan mereka seru sih, tapi ... Alex pandangannya seperti orang yang ingin menghancurkan," ujar Erika.Setiap Alex mendapatkan bola dan mengendalikannya. Ia menendang bola dengan sekuat tenaga. Bola pun melesat dengan kecepatan tinggi. Seakan sengaja supaya dapat mengenai lawan sambil mengincar Goal.Leon bahkan kewalahan untuk menghindari dan menghadang bola agar tidak masuk gawang milik timnya."Woi kamu gila ya, Alex!" ujar Leon."Aku masih waras. Ayo kita lanjutkan mainannya." mereka pun melanjutkan permainan.Sejauh ini pertandingan masih s
"Baru saja beberapa hari yang lalu, kamu setuju untuk berubah. Namun kenapa besoknya kamu bisa berubah begitu drastis. Seakan kamu itu orang yang berbeda?" tanya Yuna serius. "Ah itu ya. Jadi sederhananya gini. Aku hanya memasang topeng sambil menahan amarah dalam hatiku," ujar Alex. "Ha? Tunggu sebentar. Jadi maksudmu beberapa hari ini kamu pura-pura menjadi ramah?" ujar Yuna. "Begitulah. Karena tidak mungkin seseorang dapat berubah dengan drastis dalam sehari. Aku pun berpikir dengan cara ini mungkin aku akan terbiasa untuk baik kepada orang lain," jawab Alex. Yuna heran sambil menatap Alex. "Kamu memang orang yang sulit kutebak jalan pikirannya," ujar Yuna. "Terima kasih atas pujiannya," ujar Alex tersanjung. Dan akhirnya mereka sampai di kelas. Yuna dan Alex pun duduk menunggu wali kelas mereka masuk. "Baiklah semuanya,
"Hm ... bagus juga. Hobi yang menghasilkan uang. Namun kamu jangan menjualnya di bawah modal." saran Alex."Iya tenang saja. Sebentar lagi aku akan menjadi kaya, haha!" ujarku dengan tawa terkekeh-kekeh.Tidak lama kemudian aku dan Alex sampai di rumah Alex. Aku pun berpisah dengan Alex dan pulang ke rumahku.Aku masuk ke kamarku dan duduk di kursi meja belajarku. Aku mengambil buku baru yang aku khususkan untuk tugas ini. Namun aku kebingungan jenis cerita apa yang akan kubuat.Sebenarnya aku tertarik untuk membuat cerita horror, namun setelah aku berpikir kembali sepertinya orang-orang di sekitaran sini tidak terlalu suka dengan cerita yang menyeramkan.Makanya aku mulai berpikir apakah lebih baik membuat cerita romantis. Karena terlalu pusing memikirkannya, aku pun berbaring di kasur untuk memenangkan pikiranku. Aku berguling-guling di kasur sambil berpikir. Lalu saat aku melihat ke arah meja, aku melihat sebuah boneka beruang pemberian dari Alex.Lalu sepintas ingatan terbesit di
Lalu aku melihat ada cafe yang terlihat ramai pengunjung. Aku pun tertarik untuk pergi ke sana."Alex. Ayo kita pergi ke cafe itu!" ujarku mengajak Alex."Tapi di sana sedang ramai. Apakah kau ingin menunggu?" tanya Alex."Tidak apa, aku akan menunggu. Biasanya tempat yang ramai adalah tempat yang bagus," ujarku dengan yakin."Hm biasanya kan. Ya sudah ayo ke sana," ujar Alex.Setelah cukup lama mengantri. Kami akhirnya mendapatkan tempat dan segera duduk."Wah benarkan kataku. Cafe ini tempatnya bagus," ujarku."Kamu benar. Suasananya bagus di sini," ujar Alex.Karena kami berpergian selalu memakai penyamaran. Makanya tidak ada yang menyadari kami."Permisi kami mau pesan!" aku pun memanggil pelayan untuk memesan.Lalu seorang pelayan perempuan pun segera datang menghampiri kami.Wah dia sangat cantik ... pikirku saat pertama kali melihat pelayan."Permisi. Mau pesan apa?" ujar pelayan itu."Aku mau pesan jus jeruk. Kalau kamu apa Alex?" tanyaku."Aku jus mangga saja," ujar Alex."Bai
"Jadi bagaimana? Apakah pendapatmu masih sama ketika pertama kali tadi melihatnya?" tanyaku dengan senyum jahil."Be-berisik. Diamlah," ujarnya Erika malu-malu."Wah lihat tuh dia malu," ujar Alex.Erika langsung menatap sinis kepada Alex. "Oh ok. Aku berhenti," ujar Alex.Lalu tidak lama kemudian Leon datang mengantarkan pesanan mereka. "Baik, ini dia pesanan kalian. Silahkan dinikmati," ujar Leon."Wah terima kasih, Pelayan. Silahkan berkerja keras, ya." ujar Erika meledek."Hm terserahlah," lalu Leon mengantarkan pesanan orang lain. Saat dia meletakkannya. Ada seorang perempuan yang memegang tangan Leon."Hei tampan. Apakah kamu ingin berjalan-jalan bersama kami?" tanya perempuan itu dengan tatapan menggoda."Haha. Terima kasih atas tawarannya. Tapi maaf saat ini saya sedang sibuk. Permisi," saat Leon ingin pergi perempuan itu menahan tangannya."Ayolah. Setidaknya malam ini temani kami berkeliling," ujarnya."Maaf kak. Tapi saya terburu-buru," ujar Leon kebingungan."Hanya untuk ma
"Hm, begitu ... Ngomong-ngomong kau bekerja sebagai apa?" tanya Erika pada Rena."Ah itu, aku jadi penulis kecil saja. Aku buat cerpen, kemudian mencetaknya dan lalu menjualnya," jawab Rena."Kalau ada waktu aku akan membantumu," ujar Leon."Terima kasih, Leon. Kau baik sekali," jawab Rena."Alex berkerja sebagai asisten pelukis kan? Ngomong-ngomong apakah kau tidak akan menyusahkan? Kan gambarmu itu ..." ujar Erika."Iya-iya aku tahu gambarku jelek. Aku pun hanya sekedar membantu pekerjaan kecil saja, bukan melukis secara langsung," jawab Alex."Eits!" Rena menghentikan mereka bertiga."Ada apa, Rena?" tanya mereka serentak."Aku mau beli es krim!" jawab Rena sambil menunjuk ke arah stan es krim.Plak! Alex memukul Rena. "Kau ini bikin khawatir saja," ujar Alex.Mereka berempat pun membeli es krim bersama dengan rasa yang berbeda.Beberapa hari berikutnya Rena dan Alex kembali lagi ke pencetak saat libur sekolah. Dan Rena mendapatkan beberapa kardus yang berisikan duplikat cerpen mili