Home / Rumah Tangga / Kamu Menidurinya? / 4. Rindu Tak Tertahankan

Share

4. Rindu Tak Tertahankan

Author: Lusia
last update Last Updated: 2022-03-23 20:38:02

Fahmi memarkirkan mobilnya di tempat parkir rumah sakit. Setelah mematikan mesin, lelaki itu tak segera turun dari mobil.

Dia termenung menunduk, menatap setir mobil dengan tatapan mata kosong. Misella. Kenapa wanita itu kembali di waktu yang tidak tepat. Semua yang terjadi itu adalah kesalahan dirinya. Fahmi menghela napas, mengatur detak jantungnya karena kesal pada diri sendiri. 

Bodoh! Lelaki bodoh!

Kembalinya Misella membuat dirinya goyah dan pertahanannya runtuh dalam beberapa hari. Fakta teramat jelas, masih mencintai Misella. Sampai kapan pun Fahmi belum mampu melupakan wanita itu.

Do you love her?”

Sebuah pertanyaan dari Misella satu bulan lalu, ketika pertemuan pertama sekembalinya Misella. Fahmi ingat kejadian itu. Dirinya berusaha untuk setia, namun pendiriannya goyah sejak kedatangan Misella. 

Yes. I love her.”

“Apa kamu masih mencintaiku?”

“Jangan tanyakan itu, aku sudah beristri, Sel. Kamu harus mengerti. Ada hati yang harus aku jaga.”

Di dalam mobil, Fahmi merenungi semuanya. Wanita cantik yang pernah akan dijadikan istri berusaha menggoyahkannya dan Fahmi tidak bisa menahan godaan terbesarnya. Memang, jika dibandingkan dari fisik, Misella mempunyai paras cantik bak bidadari, dan Misella lebih cantik dari Alia.

Sekarang  menyakiti Alia lagi. Padahal Alia sudah memberi kesempatan kedua dan Fahmi masih berselingkuh dengan Misella. Dia sudah berjanji tidak akan menyakiti Alia. Detik itu juga, Fahmi tersenyum getir sambil bermonolog.

“Maaf Alia ... aku kembali menyakitimu. Seharusnya sudah cukup kamu menderita selama ini. Maaf ....”

Tiba-tiba Fahmi dikejutkan dengan suara ketukan kaca jendela mobil.

Tok! Tok! Tok!

“Kamu?”

“Cepat buka pintunya!”

Pintu mobil terbuka. Wanita itu segera masuk dan menutup pintu.

“Hey! Astaga. What are you doing?” kaget Fahmi.

“Kamu lupa sama janji kamu?” Wanita itu bertanya balik. “Aku menunggu kamu di kantin. Ternyata kamu melamun di mobil.”

Fahmi gelagapan. Tak terasa sepuluh menit yang lalu termenung di dalam mobil. Padahal ada janji sarapan bersama dengan wanita itu.

“Oh ... enggak lupa. Bagaimana? Mau sarapan sekarang?”

Fahmi bersiap-siap turun dari mobil, namun Misella menghentikannya. Dia menarik tangan Fahmi dan mengalungkan tangan di lehernya. Mencium pipi Fahmi berkali-kali.

“Ini di rumah sakit sayang,” ucap Fahmi mengingatkan. Takut kepergok orang lain.

I don’t care.” Misella menatap dekat manik Fahmi dengan tatapan kerinduan. “I miss you.”

Miss you too.” 

“Kamu tidak sadar, ya? Dari kemarin kita tidak ada waktu untuk berduaan.”

Kepala Fahmi menoleh ke samping, berharap tidak ada seorang di sana. “Ya, tapi kan jangan di dalam mobil. Apalagi ini di tempat parkir rumah sakit.”

Misella tertawa. “Memangnya kenapa?” Misella tidak peduli lagi, sudah tidak kuat menahan rindu. 

“Aku bisa kena masalah kalau ketahuan,” panik Fahmi.

Misella tidak menjawab. Dia semakin mendekati wajah Fahmi.

Tubuh Fahmi mulai menegang dan jantungnya berdetak saat Misella mendekatkan hidungnya seluruh wajahnya. Dia melumat bibir Fahmi dengan rakus dan ganas.

Keduanya sama-sama sangat menikmati ciuman itu dan ciuman semakin dalam. Kini berganti napas hangat meraba-raba wajah Misella seperti berusaha mengenalinya.

Tangan Fahmi menelusuri surai Misella, tangan satunya menyusup di leher Misella. Ciuman itu turun ke leher, meninggalkan tanda merah di leher Misella.

“Oh shit! ....” Misella berbisik pelan sambil mencari kancing celana Fahmi.

Fuck!” desis Fahmi saat merasakan sensasi hangat, dia mendesah panjang.

Setelah keduanya merasa puas telah melakukan aksinya di dalam mobil. Fahmi mencium kening Misella, lalu berbisik pelan, “I love you.”

“I love you too, sayang,” balas Misella dan segera turun dari mobil.

Beberapa detik selanjutnya diikuti oleh Fahmi yang juga turun dari mobil. Dia sempat membenarkan pakaian yang tampak berantakan dan resleting celananya. 

                                       *** 

Alia turun dari mobil, langkah kaki panjangnya berjalan memasuki rumah sakit Havanna. Entah apa yang membuat dirinya mendatangi tempat kerja suaminya.

Nalurinya terlalu kuat bagi seorang wanita, dia membatin, “Apa mungkin Mas Fahmi sedang sarapan bersama wanita lain?”

“Selamat pagi, Bu,” sapa sekuriti rumah sakit dengan senyuman ramahnya.

“Pagi juga, Pak,” balas Alia saat kedatangannya disambut oleh sekuriti.

“Ada yang bisa saya bantu, Bu?”

Kepala Alia menoleh ke kanan kiri melihat keadaan sekitar. “Saya mau bertemu dengan Dokter Fahmi. Saya istrinya,” jawab Alia.

“Dokter Fahmi?” Scurity mencoba mengingat. “Seingat saya Beliau belum datang deh, Bu.”

Seketika Alia bingung, keningnya berkerut. “Belum datang? Tapi ... dia sudah berangkat dari tadi.”

“Iya, Bu. Dokter Fahmi belum datang.”

“Sebentar saya coba menghubungi suami saya.”

Alia berdiri agak menjauh dari sekuriti, dia mencoba menelfon Fahmi tapi tidak diangkat, hanya terdengar bunyi berdering saja. Alia mencoba melakukan panggilan sekali lagi, tidak diangkat juga. Wajah Alia mendadak pucat. Batinnya mulai gundah dan gundah. Jadi Alia putuskan untuk menunggu Fahmi datang.

“Bagaimana, Bu?” tanya sekuriti.

Alia menggeleng kepala bertanda panggilannya tidak diangkat oleh Fahmi. “Saya akan menunggu dia sampai datang,” putus Alia dan segera masuk ke dalam gedung rumah sakit setelah dipersilahkan oleh sekuriti.

Saat hendak mencari tempat duduk yang kosong di sana, tubuh Alia ditabrak dari arah belakang membuat ponsel yang dipegang jatuh ke lantai.

“Maaf ... maaf. Saya tidak sengaja,” ucap suara wanita membantu mengambil ponsel Alia yang jatuh. “Sekali lagi saya minta maaf. Saya tadi terburu-buru,” lanjutnya sembari menyodorkan ponsel milik Alia.

Alia sedikit terkejut dengan wanita yang tadi menabraknya, pasalnya wanita itu memiliki paras sangat cantik.

“Tidak apa-apa. Tidak perlu minta maaf, lagipula ponsel saya tidak rusak karena terjatuh.”

“Ah, saya jadi merasa tidak enak,” ujar wanita itu dengan sopan.

Alia tersenyum dan menggeleng pelan, lalu kedua matanya menangkap suaminya yang baru saja datang.

“Hai, Mas!” seru Alia sambil melambaikan tangan. Perasaanya sedikit lega. 

Fahmi mendekati Alia. “Hai! Kok kamu ada di sini?” tanya Fahmi dengan nada tidak nyaman atas kedatangan Alia secara tak diduga.

Alia mengerutkan bingung dengan pertanyaan Fahmi. Memangnya salah jika dirinya datang ke tempat kerja suami?

Fahmi gelagapan. “Umm .... Maksudku, kamu sengaja kasih surprise? Tiba-tiba datang ke sini tanpa memberi tahuku?”

Reaksi Fahmi saat itu, tidak tenang sama sekali.

Sesuai dugaan Alia, Fahmi tampak tidak suka melihat dirinya berada di sana.

“Aku sudah kasih kabar ke Mas. Aku telfon nggak diangkat, aku kirim pesan nggak dibalas,” jawab Alia jujur. 

Fahmi mendekati Alia, memegang pundaknya. “Sorry, sorry. Tadi ada urusan di luar.” Tarikan napas berusaha menenangkan Fahmi agar tidak terlihat mencurigakan.

“Urusan apa?”

Alia merasakan perbedaan dalam diri Fahmi saat di rumah sakit, berbeda sekali saat di rumah, Sikap dan perlakuan lebih dingin. Apa yang terjadi sebenarnya? Tadi pagi Fahmi terburu-buru berangkat bekerja, ternyata ada urusan.

“Biasa urusan sama Genta.”

Alia mengangguk, mencoba untuk percaya. “Nih aku bawain kamu bekal makanan buat sarapan dan makan siang.” Alia memperlihatkan paper bag makanan yang dia bawa.

Tangan Fahmi terulur menerima bekal dari Alia. “Ya ampun. Kamu nggak perlu repot-repot begini, Li. Datang ke tempat kerjaku hanya untuk mengantar makanan.”

Genta?

Alia sering sekali mendengar nama itu. Setiap kali dia bertanya pada Fahmi saat ada urusan dengan siapa, pasti dengan Genta. Sedikit agak curiga. Pasalnya Alia belum pernah bertemu dengan rekan Fahmi yang bernama Genta.

Alia hanya tersenyum tipis. Dia sempat melihat suaminya melirik berkali-kali ke arah wanita di sampingnya.

“Kalian saling kenal?” terka Alia dengan spontan menunjuk wanita di samping dirinya.

Wanita itu, Dia Misella. Misella menyelipkan anak rambut di belakang daun telinganya untuk menutupi kegugupannya. Sejak tadi dia memperhatikan interaksi pasangan suami istri tersebut.

“Ah, kita memang saling kenal,” balasnya.

Siapa sangka wanita yang tadi dia tabrak adalah istri dari dokter Fahmi. 

“Iya. Dia bekerja di rumah sakit ini juga, bagian poli jiwa,” sahut Fahmi. 

Tanpa ada rasa curiga, Alia hanya mengangguk paham lantas berpamitan pergi. Setelah Alia benar-benar pergi dari sana, Fahmi menarik tangan Misella ke lorong sepi dekat toilet dan saling berhadapan.

Mata Fahmi membulat besar. Menoleh kanan kiri, membaca keadaan.

“Kamu kok bisa sama Alia, sih!?” Fahmi sedikit kesal dan marah. Bagaimana mungkin kedua wanita itu bertemu dengan cara yang tak terduga. “Apa saja yang kamu katakan padanya?”

“Jadi, Alia itu istri kamu?”

“Ya.”

Bukan menjawab pertanyaan, melainkan Misella bertanya balik. Sejenak Misella menunduk lalu memandang wajah Fahmi yang memerah. Misella tertawa kecil.

“Aku baru pertama kali melihat istri kamu lho, Mas.”

“Tidak ada yang lucu,” dengus Fahmi. “Kenapa kamu tenang sekali?” Alis Fahmi terangkat. “Kalau ketahuan kan bahaya,” ngedumel Fahmi.

Misella menyilangkan kedua tangan di bawah dada. “Tenang, Mas. Nggak akan sampai ketahuan kok,” balas Misella dengan santai dan tidak merasa bersalah sama sekali. “Tadi aku nggak sengaja nabrak tubuh dia sampai ponselnya jatuh,” cerita Misella.

“Hanya itu?”

Misella mengangguk meyakinkan. 

Fiuh. Fahmi merasa tenang. Akhirnya tidak membuat Alia curiga.

“Cantik juga istri kamu, Mas,” puji Misella dengan senyuman mengerikan. “Tapi, masih kalah jauh denganku. Aku lebih cantik darinya,” imbuh Misella dengan percaya diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yung
dasar jalang sama iblis,percuma sekolah tinggi tapi gk punya etitud,masa lalu ya masa lalu tak harus di ulang kembali tunggu aja karma dari tuhan apa rasanya pasangan kita di celup orang lain,tunggu aja kau pahmi kau akan dapat balasan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kamu Menidurinya?   140. —THE END — S 2

    Para tamu bertanya-tanya termasuk Misella ikut terheran. Sontak Abian dan Alia menutup mulut tak percaya. Dikejutkan dengan kehadiran kedua orang tua Abian yang tiba-tiba datang bergabung di acara tersebut. Tak disangka-sangka mendapat surprise dari keluarga Abian. Ayah Mario, Ibu Caroline, Kak Amber dan juga Xylia si gadis kecil bule dengan rambut pirangnya."Sepertinya mereka dari keluarga terpandang," batin Misella menebak.Amber melambaikan tangan pada Abian dengan semangat sekali dan senyum lebarnya. Keluarga Abian pun semakin mendekat. Hati Alia terenyuh dengan kedatangan mereka. Alia pikir, keluarga Abian sangat mustahil untuk menginjak kaki di Jakarta. Sebab mereka lebih menyukai berada di Bali ketimbang di Jakarta, seperti pertama kali Abian memperkenalkan Alia pada keluarganya di Bali. "Siapa mereka?" ucap Papa Alia kebingungan."Mereka Keluarga saya, Pa. Ibu, ayah, dan kakakku dari Amerika," jawab Abian cepat. "Saya kira tidak akan datang."Tiffany melongo, begitu juga den

  • Kamu Menidurinya?   139. Sembilan Bulan Kemudian — S 2

    Sembilan bulan kemudian .... Setelah kejadian mengerikan di Belleza, rencana Robert berhasil total dan kematian Fahmi tidak membuat orang menaruh kecurigaan. Itulah gelapnya tinggal di hunian modern itu. Siapapun yang mempunyai uang, dia akan berkuasa. Pada dasarnya uang segalanya, termasuk uang membuat orang lain tutup mulut.Di hunian elit, Belleza unit 002 milik keluarga Robert.Keluarga Robert hidup jauh lebih bahagia daripada tahun kemarin. Kini Kayla sudah bisa berbicara walaupun belum amat jelas. Tingkah lucu dan nada bicara cadel Kayla sangat menghibur mereka. Apalagi Kayla cukup tanggap, pasti tumbuh besar menjadi anak pintar. "Kayla sayang ...!" Tiffany berteriak, melambaikan tangannya dengan senyum lebarnya. Saking kangennya dengan cucunya. "Nenek datang!"Kayla baru turun dari tangga dituntun oleh Misella. Misella langsung berkata, "Hayo, siapa yang datang itu, Kay?" nunjuknya ke arah pintu.Awalnya Kayla sempat bingung, tapi langsung sadar. Tubuh mungil itu berlari untuk

  • Kamu Menidurinya?   138. Menjadi Pembunuh — S 2

    Deg."APA KATAMU?!" Robert sangat terkejut. Berdiri dengan sorot mata tidak percaya. "Putriku tidak mungkin melakukan itu!"Bella terkaget-kaget. Tiffany yang baru sadar dari pingsan, syok kembali. Membekap mulutnya tidak menyangka. "T-tidak! Putriku bukan anak pembunuh!" Geleng-geleng kepala. "Pasti ada kesalahpahaman. Iya, kan?!""Maaf ... Saya melihat dengan kepala saya sendiri! Bahwa Putri Anda yang mendorong Fahmi!" tegas pengawal itu meyakinkan. "Harus ke atas sekarang kalau tidak percaya."Mereka langsung berlari-lari naik tangga menuju kamar Kayla. Mulut mereka terbuka lebar saat melihat jendela kaca telah hancur. Mata masing-masing menangkap punggung Misella, berdiri di antara serpihan kaca berserakan di lantai. Tidak ada yang memperdulikan betapa cantiknya warna kembang api di menyala-nyala.Robert membalikkan badan Misella. "Apa yang sebenarnya terjadi?!" tanya Robert butuh penjelasan. "Kenapa begitu berantakan di sini?!" tambah Robert.Kesadaran Misella kembali saat kedat

  • Kamu Menidurinya?   137. Terjatuh dari Penthouse — S 2

    "T-tapi Tuan ...." "Tidak ada tapi tapi!" Robert masih punya secuil rasa kasihan setelah melihat Fahmi begitu mengenaskan. "Beri waktu dua menit dan awasi dia jangan sampai menyentuh sedikitpun cucu saya! Kalau cucu saya sedang tidur, jangan sampai lelaki itu membangunkan!""Baik Tuan." Body guard menurut, mereka pun menghampiri Fahmi. "Hei! Ayo jalan!" perintahnya karena Fahmi hanya diam tak bergerak. "Cepat jalan! Sebelum Tuan Robert berubah pikiran!"Fahmi pun berjalan pincang naik ke arah tangga dikawal ketat. Meninggalkan Robert di bawah bersama putri pertama. Bella dengan penuh amarah menghampiri Robert yang melamun dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana."Papa!" teriak Bella. "Papa yang benar saja membiarkan lelaki bajingan itu menemui Kayla?! Di atas juga ada Sella!" Marah Bella, geleng-geleng kepala kenapa Papanya berbuat demikian.Robert menatap putri pertamanya. "Sudah. Kamu jangan marah begitu," tanggap Robert

  • Kamu Menidurinya?   136. Menghajar habis-habisan — S 2

    Robert kembali ke apartemen karena baru selesai menyelesaikan beberapa pekerjaan mendadak di hari tersebut. Awalnya Robert ingin menikmati waktu malam tahun baru bersama sang istrinya, alhasil gagal. Saat pulang lelaki tua geram setelah mendapatkan pesan dari putrinya. "Dia datang sendirian?" tanya Robert pada dua body guard itu.Salah satu body guard menjawab, "Sepertinya sendiri, Tuan. Saya mendapat notif panggilan banyak sekali dari putri dan istri Anda.""Kenapa dia ada di sini?" Napas Robert terdengar berat. Sangat heran sekali. "Apa tidak punya harga diri?" sinisnya mengingat wajah Fahmi yang begitu memuakkan."Mungkin dia lapar," tebak body guard setengah bercanda."Dia lapar pada hari ini?" Satu alis Robert naik."Kan Tuan yang membuatnya miskin tak punya apa-apa. Jadi, dia berusaha mendatangi keluarga Tuan agar mendapat belas kasih," jelas body guard itu."Ah, iya. Kalau begitu kita harus cepat!"Dua b

  • Kamu Menidurinya?   135. Dendam. Benci. Marah. — S 2

    Jantung Misella terasa dihantam batu. Selama ini tidak pernah mengizinkan Fahmi melihat wajah putrinya. Batinnya pedih mendengar permintaan Fahmi, Misella merasa menjadi Ibu yang jahat. Sorot mata Fahmi hampir membuat pertahanan Misella goyah, rasa kasihan segera ditepis jauh-jauh.“Dia hanya mantan suami yang tidak tahu diri!” batinnya memperingatkan."Jangan mimpi. Jangankan Sella sebagai ibu! Aku saja tak akan membiarkanmu bertemu Kayla," sinis Bella. "Pergilah dari sini!" Bella menarik paksa tangan Misella, cepat-cepat memencet sandi pintu.Misella menoleh ke belakang, terperangah Fahmi semakin mendekat. Hah?! secepat itu? "Kak! Ayo cepat!" Menarik-narik dress Bella dengan panik."Sabar dong, Sel. Tangan Kakak jadi tremor ini," balasnya bersamaan bunyi pintu apartemen terbuka.Keduanya bergerak cepat masuk ke dalam saat pintu akan tertutup sempurna, tangan Fahmi menerobos pintu tak peduli akan terjepit. Misella dan Bella langsung mendorong sekuat tenaga agar pintu tertutup."Hanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status