Share

Menghilang

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, Hansel tak kunjung menemukan titik terang. Beberapa bulan yang lalu, dia telah kembali ke kota asalnya, namun pencarian pada gadis misterius itu belum juga dihentikan.

Hansel menutup panggilan teleponnya setelah mendapat kabar yang sama dari seseorang yang diutus untuk mencari Sherly. Kini, wajah pria blasteran itu terlukis jelas kekecewaan setelah gagal menemukan gadis yang telah menghabiskan malam dengannya.

Baik Sherly dan dua pria yang menggotongnya ke dalam kamar malam itu hilang bak ditelan bumi. Tidak ada yang mengetahui keberadaan mereka. Bahkan Hansel sudah meminta pihak kepolisian untuk menemukan salah satu di antara ketiganya, namun hasilnya nihil.

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan lagi, mungkin gadis itu hanya ingin bersenang-senang denganmu malam itu. Setelah mendapatkan apa yang dia mau, dia langsung pergi dan meninggalkanmu. Sekarang lebih baik fokus pada pekerjaan dan juga istrimu!" Reynand memberi nasihat pada Hansel yang sedang merengut.

Hansel melirik Reynand sekilas. Pikirannya masih tertuju pada gadis misterius itu. "Aku ingat dengan jelas saat dia mengatakan jika namanya adalah Vira, apa dia berbohong padaku? Makanya pihak kepolisian kesulitan mencari gadis dengan nama itu."

"Ya ampun, tak ada habis-habisnya membahas wanita itu. Kalian sama-sama mabuk malam itu, jadi tidak ada yang salah di antara kalian berdua.." Reynand berdecak, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah apa lagi yang harus dibahas untuk mengalihkan pikiran sahabatnya itu.

Satu hal yang paling dikhawatirkan oleh Hansel adalah keluarga besarnya. Jika gadis itu muncul dan membuka skandal yang terjadi malam itu, bisa hancur reputasi keluarganya.

Selama ini, Hansel selalu berhati-hati dengan kehidupan pribadinya. Tidak pernah dalam sejarah hidupnya melakukan kecerobohan. Semua dilakukan untuk menjaga nama baik keluarga yang sangat dihormati di kalangan atas.

"Bagaimana kalau dia memiliki niat buruk padaku?" Hansel bertanya lagi.

"Tapi buktinya sampai sekarang tidak ada kan," Reynand menjawab dengan tenang. "Ini sudah berbulan-bulan sejak kejadian itu, tidak ada yang mencurigakan."

"Siapa tahu dia sedang merencanakan sesuatu."

"Itu hanya pikiran burukmu saja, lupakan tentang malam itu!" Untuk membuat Hansel kembali rileks, Reynand pun mengalihkan pembicaraan. "Oh ya, aku dengar kamu dan Lolita sedang menjalankan proses bayi tabung lagi? Bagaimana hasilnya?"

Hansel tidak terlalu peduli dengan pertanyaan itu, namun dia harus menjawabnya juga. "Selalu gagal, dan aku sangat berharap dia segera menghentikan usaha konyolnya itu," dengusnya.

"Aku turut berduka untuk itu," balas Reynand sendu. "Padahal Lolita adalah wanita yang baik, kenapa dia susah sekali untuk mendapatkan keturunan?"

"Kamu tahu sendiri gaya hidupnya sebelum menikah denganku. Aku juga tidak peduli dengan hasilnya, karena aku tidak begitu berharap memiliki anak dengannya," Hansel menjelaskan perasaannya yang hingga detik ini tidak memiliki rasa apa pun terhadap sang istri.

Pernikahan Hansel dan Lolita hanya sebuah simbiosis mutualisme, menguntungkan bagi kedua belah pihak. Mereka berdua menikah hanya untuk memuaskan keluarga yang selalu menuntut pernikahan pada anak-anaknya.

Di lain tempat.

Sherly tengah meringkuk di atas tempat tidur sembari memeluk perut buncitnya. Kehamilannya kini sudah memasuki trimester kedua. Meski berat untuk menjalani hidup ke depannya, dia mengambil keputusan untuk mempertahankan bayi yang tak berdosa itu.

Anggap saja ini adalah pelajaran hidup berharga agar tidak salah melangkah lagi di masa depan. Begitu pikiran Sherly saat menentang keluarga yang sempat memintanya untuk menggugurkan kandungan.

Sherly telah tidur dalam waktu yang lama. Dia bangkit dari pembaringan dan mulai membuka laptop di atas meja belajarnya. Walau pun sedang mengandung, Sherly yang tidak ingin mengabaikan pendidikan tetap melanjutkan kuliah yang sudah sempat didaftarkan. Dia memilih belajar online setelah memberikan beberapa alasan pada pihak universitas.

Di saat sedang fokus pada pelajaran di depannya, samar-samar Sherly mendengar suara berisik dari ruang tamu. Dia yakin kakaknya sedang datang bertamu dan membahas sesuatu hal yang penting dengan kedua orang tuanya.

Tak berselang lama, pintu kamar Sherly dibuka dari luar. Ibu, ayah, dan kakak Sherly menerobos masuk tanpa permisi.

"Sesuai perjanjian di awal, anak yang kamu kandung itu harus diberikan pada orang yang mau mengadopsinya," kata-kata Morgu terdengar tegas dan tanpa ampun. "Kamu tidak lupa dengan janjimu itu kan?" dia mengingatkan pada putri bungsunya.

Sherly hanya bisa menunduk dan memeluk perutnya. Meski anak dalam kandungannya hadir karena ketidaksengajaan, dia tetap menyayanginya dan ingin mencurahkan kasih sayang pada darah dagingnya itu.

Akan tetapi, janji yang sudah terucap harus ditepati. Sang ayah menuntut agar anak yang akan dilahirkan Sherly disingkirkan dari kehidupan mereka.

"Kakakmu sudah menemukan orang tua yang tepat, mereka akan menjaga anakmu dengan baik. Jadi kamu tidak usah khawatir dan memikirkan anak itu lagi!" Dibanding dengan Morgu, Rosali, sang ibunda lebih lembut saat menjelaskan pada putrinya yang malang.

Beberapa bulan kemudian.

Setelah melahirkan bayi berjenis kelamin laki-laki, Sherly tidak diijinkan untuk melihat putranya. Walau hanya sekali, sang ayah menolak keras dan segera menyuruh pihak tenaga medis untuk segera membawa bayi malang itu.

"Kamu jangan sedih gitu dong, kakak melakukan semua ini untuk kebaikanmu dan juga kebaikan kita semua," Selvi menghibur sang adik yang masih meratapi kesedihannya. "Sita itu teman baik kakak, jadi dia tidak akan mengecewakan kita. Kelak kalau kamu merindukan anakmu, kamu bisa menemuinya melalui Sita."

Sherly yang tadinya membuang muka langsung menatap kakaknya dengan perasaan haru. "Benarkah? Kakak tidak bohong kan?"

Sembari menggenggam kedua tangan Sherly, Selvi mengangguk dan tersenyum hangat pada adiknya. "Kakak pasti akan membantu sebisa mungkin."

Di sebuah villa mewah.

"Ini dia bayinya, Nyonya," Sita menyerahkan bayi mungil itu pada Lolita. "Dia sangat tampan dan baru berumur satu hari, sesuai dengan keinginan Nyonya," jelas Sita pada atasannya.

Lolita menerima bayi kecil itu dengan hati-hati dan penuh sukacita. Dia memandanginya dengan haru. "Akhirnya aku bisa memiliki anak yang bisa kuasuh dari lahir. Aku akan memberimu nama, Aarav Axelio Rosell."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Zalina Raib
menarik.....
goodnovel comment avatar
Destien
Makin penasaran nih
goodnovel comment avatar
black heart
nama kaka nya pemeran utama sama kaya aku selvi hehehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status