Share

Bab 6

Duduk bersandar sembari netra memandang kosong jendela di sampingnya, Elma tak bergeming sedikitpun. Hari ini di luar begitu cerah, tak begitu panas namun begitu indah.

Tapi sayang, indahnya suasana pagi ini tak membuat bahagia perasaan Elma, dirinya merasa bingung, apa yang terjadi?

Dalam ingatan Elma, seharusnya hari ini ia berada di rumahnya sedang menunggu perayaan ulang tahunnya yang ke 17, tapi kenapa tiba tiba dirinya terbaring di rumah sakit?

Elma menyentuh kepalanya yang dibalut perban, kepalanya sudah tak memiliki rambut, seketika matanya berkaca kaca, rambut indahnya kini tak ada lagi, padahal Elma begitu suka rambut panjangnya.

Pintu kamar yang sebelumnya tertutup itu kemudian perlahan terbuka, menampakkan sosok Ratna, ibunya yang biasa ia panggil bunda itu mendekat perlahan.

"Kamu baik baik saja sayang?" tanya Ratna berusaha setenang mungkin.

Mata Elma kini terasa berembun, tak bisa menahan perasaan bergejolak yang timbul kala pertanyaan sederhana itu terucap dari sang bunda.

Tak bisa berkata kata, Elma hanya menunduk untuk menyembunyikan netranya yang sebentar lagi mengeluarkan air mata.

Grep

Menyadari anaknya sedang tak baik baik saja, kedua tangan lembut itu kemudian merangkul tubuh Elma masuk kedalam dekapan berharap tubuh hangatnya bisa menenangkan anaknya yang sedang melupakan banyak Hal penting itu.

Yah, Kini Elma melupakan banyak hal. Dokter mengatakan jika ingatan Elma berakhir pada saat dirinya masih berusia 17 tahu, tepatnya hari dimana dia berulang tahun yang ke 17.

Memang sebelum kecelakaan hari itu, Elma sedang berulang tahun, namun bukan yang ke 17 melainkan yang ke 24 tahun, hari dimana Alan akan membuat pesta kejutan untuk Elma.

"Selamat ulang tahun sayang, semoga putri kesayangan bunda selalu bahagia dan sehat, kalo cantik sudah pasti kan putri bunda selalu cantik," ucap Ratna tak bisa menahan getaran dalam kata katanya.

Gadis yang mulai terisak dalam dekapan bundanya itu seketika menengadah menatap bunda nya yang mulai meneteskan airmata.

"Bunda ingat?" tanya Elma dengan matanya yang basah karna menangisi keadannya.

"Tentu saja ingat, mana mungkin tidak ingat, Bunda ingat semuanya sayang," jawab Ratna. Ia lalu memgusap sisa lelehan air mata Elma dan mengusap sayang kepala Elma yang dibalut perban.

"Makasih Bunda."

Benar benar dejavu, kenapa harus masa itu yang menjadi ingatan terakhir Elma, Masa dimana Elma merasa diabaikan oleh orang tuanya hingga Elma merayakan ulang tahunnya yang ke-17 hanya sendirian. Masa dimana Ratna dan Hans mengorbankan anaknya demi keberlangsungan perusahaannya yang nyaris bangkrut.

Syok sudah pasti sedang Ratna dan Hans Alami saat ini, mereka tak menyangka hal yang mereka kira hanya akan terjadi di dunia fiksi ternyata terjadi juga dalam kehidupan mereka.

Tapi setidaknya Ratna bersyukur, Elma tidak melupakan segalanya. Elma masih mengingat dirinya, dan yang paling patut ia syukuri adalah kini Elma sudah melewati masa kritis dan bisa dibilang tubuh Elma kini stabil. Bukankah itu adalah hal yang patut disyukuri

Lain halnya dengan Alan, dirinya kini sedang murka bukan main pada Dokter yang menangani Elma, ia menyalahkan keadaan Elma pada Dokter yang menanganinya. Menganggap Dokter tak becus hingga Elma bisa lupa ingatan sebagian.

"Percuma kamu marah marah Al, seandainya kamu menghancurkan rumah sakit inipun, Kami tak akan bisa membuat Elma mengingat kamu sekarang juga, Semuanya butuh proses, tidak bisa instan," ucap pria bersneli yang sengaja datang karena mendengar keributan itu.

Pria berstatus Dokter bedah yang ternyata anak dari Direktur rumah sakit ini, adalah sepupu Alan yang usianya hanya terpaut 3 tahun lebih tua dari Alan.

Dia tak menyangka, ternyata yang membuat keributan itu adalah sepupu laknatnya, padahal dirinya baru saja keluar dari ruang operasi. Dirinya begitu lelah setelah bertarung menyelamatkan nyawa seseorang selama 5 jam di meja operasi, dan sekarang Pria bernama Erwan itu harus menenangkan pria pemarah yang berstatus sepupu dan temannya ini. Sungguh benar benar sial.

"Aku tak mau tahu, jika Elma tak membaik segera, semua dokter dan perawat yang menangani Elma sebelumnya akan aku pecat," gertak Alan tak main main lalu keluar dari ruangan Yang dipenuhi oleh dokter dan suster yang sebelumnya menangani Elma.

Semua orang di dalam sana memucat kecuali Erwan, Para dokter itu baru tahu jika Alan adalah anak dari pemilik yayasan rumah sakit yang memiliki wewenang untuk melakukan apapun, mau dia menutup Rumah sakit ini juga dia lebih dari mampu untuk melakukannya.

Kini para dokter yang sudah bertahun tahun mengabdi di rumah sakit ini benar benar khawatir, karena mereka sering mendengar kabar jika anak dari pemilik yayasan ini adalah pengusaha muda yang berpengaruh dan kekejamannya sungguh membuat ngeri siapapun yang mendengarnya.

Erwan menyadari kekhawatiran rekan sejawatnya itu, Ia kemudian mendekat pada para dokter yang menundukkan kepala seperti tak berdaya, berharap bisa memberikan sedikit kelegaan yang bisa membantu mereka.

"Jangan khawatir, saya tak akan membiarkan Alan mengusik kalian, saya tahu kalian sudah berusaha semaksimal mungkin."

Anak dari direktur Rumah Sakit sekaligus sebagai dokter bedah itu menepuk bahu salah satu dokter yang berada paling dekat dengan dirinya. Erwan tahu betul perangai seorang Alan, sering kali hilang kendali dan melupakan logika dan profesionalitas dan hanya mengedepankan emosi disaat berhubungan dengan Elma.

Sikap bodohnya itu sudah sering memakan korban, dirinya pun sering sekali di susahkan dengan hal itu. Ah.. sungguh melelahkan sekali hidup dokter muda itu.

Dengan langkah ringan, ia berjalan menyusul kepergian sang sepupu laknat, ternyata Alan berjalan cukup cepat hingga Erwan harus sedikit berlari untuk mengejar kepergian Alan yang sudah jelas tujuannya pasti menemui Elma yang telah melupakan dirinya.

"El, kamu tahu siapa aku kan?" desak Alan.

Elma menggelangkan kepalanya kiri dan kanan, sesekali melirik kepada Ratna yang duduk di kursi yang berada di samping ranjangnya seperti meminta penjelasan sebenarnya siapa pria yang terus saja mengaku jika dirinya adalah suaminya.

Tentu saja Elma menolak apa yang dikatakan Alan, mana mungkin ia lupa jika dirinya telah menikah, apalagi Elma masih berusia 17 tahun, hal sangat mustahil bukan.

"El.."

Suara lirih yang menuntut itu kini terdengar mendesah frustasi, Alan sudah habis akal bagaimana caranya agar Elma bisa mengingatnya.

"Ah.."

Ringisan terdengar keluar dari mulut Elma, kepala Elma tiba tiba berdenging, rasa sakit yang tiba tiba mendera kepalanya hingga Elma memegang kepalanya dengan tangan kiri dan tangan satunya mencengkram kuat jemari Ratna.

Melihat keadaan tidak baik baik saja, Erwan bergegas masuk tanpa permisi dan menarik perlahan bahu Alan berniat untuk memeriksa keadaan Elma yang terlihat kesakitan.

"Jangan memaksa Al, butuh proses agar Elma kembali kepada keadaan semula," ucap Erwan, "Tunggulah, aku akan memeriksanya," lanjut Erwan lalu mendekat pada Elma.

"Kak Erwan, akhirnya kamu datang."

Kata kata Elma mengguncang emosi Alan, dengan mudah Elma menerima kedatangan Erwan, dan apa maksudnya itu? akhirnya Kamu datang?.

"Sial, ada apa ini?" umpat Alan sambil mengepalkan tangannya kuat kuat melihat Elma memegang lengan Erwan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status