Duduk bersandar sembari netra memandang kosong jendela di sampingnya, Elma tak bergeming sedikitpun. Hari ini di luar begitu cerah, tak begitu panas namun begitu indah.
Tapi sayang, indahnya suasana pagi ini tak membuat bahagia perasaan Elma, dirinya merasa bingung, apa yang terjadi?Dalam ingatan Elma, seharusnya hari ini ia berada di rumahnya sedang menunggu perayaan ulang tahunnya yang ke 17, tapi kenapa tiba tiba dirinya terbaring di rumah sakit?Elma menyentuh kepalanya yang dibalut perban, kepalanya sudah tak memiliki rambut, seketika matanya berkaca kaca, rambut indahnya kini tak ada lagi, padahal Elma begitu suka rambut panjangnya.Pintu kamar yang sebelumnya tertutup itu kemudian perlahan terbuka, menampakkan sosok Ratna, ibunya yang biasa ia panggil bunda itu mendekat perlahan."Kamu baik baik saja sayang?" tanya Ratna berusaha setenang mungkin.Mata Elma kini terasa berembun, tak bisa menahan perasaan bergejolak yang timbul kala pertanyaan sederhana itu terucap dari sang bunda.Tak bisa berkata kata, Elma hanya menunduk untuk menyembunyikan netranya yang sebentar lagi mengeluarkan air mata.GrepMenyadari anaknya sedang tak baik baik saja, kedua tangan lembut itu kemudian merangkul tubuh Elma masuk kedalam dekapan berharap tubuh hangatnya bisa menenangkan anaknya yang sedang melupakan banyak Hal penting itu.Yah, Kini Elma melupakan banyak hal. Dokter mengatakan jika ingatan Elma berakhir pada saat dirinya masih berusia 17 tahu, tepatnya hari dimana dia berulang tahun yang ke 17.Memang sebelum kecelakaan hari itu, Elma sedang berulang tahun, namun bukan yang ke 17 melainkan yang ke 24 tahun, hari dimana Alan akan membuat pesta kejutan untuk Elma."Selamat ulang tahun sayang, semoga putri kesayangan bunda selalu bahagia dan sehat, kalo cantik sudah pasti kan putri bunda selalu cantik," ucap Ratna tak bisa menahan getaran dalam kata katanya.Gadis yang mulai terisak dalam dekapan bundanya itu seketika menengadah menatap bunda nya yang mulai meneteskan airmata."Bunda ingat?" tanya Elma dengan matanya yang basah karna menangisi keadannya."Tentu saja ingat, mana mungkin tidak ingat, Bunda ingat semuanya sayang," jawab Ratna. Ia lalu memgusap sisa lelehan air mata Elma dan mengusap sayang kepala Elma yang dibalut perban."Makasih Bunda."Benar benar dejavu, kenapa harus masa itu yang menjadi ingatan terakhir Elma, Masa dimana Elma merasa diabaikan oleh orang tuanya hingga Elma merayakan ulang tahunnya yang ke-17 hanya sendirian. Masa dimana Ratna dan Hans mengorbankan anaknya demi keberlangsungan perusahaannya yang nyaris bangkrut.Syok sudah pasti sedang Ratna dan Hans Alami saat ini, mereka tak menyangka hal yang mereka kira hanya akan terjadi di dunia fiksi ternyata terjadi juga dalam kehidupan mereka.Tapi setidaknya Ratna bersyukur, Elma tidak melupakan segalanya. Elma masih mengingat dirinya, dan yang paling patut ia syukuri adalah kini Elma sudah melewati masa kritis dan bisa dibilang tubuh Elma kini stabil. Bukankah itu adalah hal yang patut disyukuriLain halnya dengan Alan, dirinya kini sedang murka bukan main pada Dokter yang menangani Elma, ia menyalahkan keadaan Elma pada Dokter yang menanganinya. Menganggap Dokter tak becus hingga Elma bisa lupa ingatan sebagian."Percuma kamu marah marah Al, seandainya kamu menghancurkan rumah sakit inipun, Kami tak akan bisa membuat Elma mengingat kamu sekarang juga, Semuanya butuh proses, tidak bisa instan," ucap pria bersneli yang sengaja datang karena mendengar keributan itu.Pria berstatus Dokter bedah yang ternyata anak dari Direktur rumah sakit ini, adalah sepupu Alan yang usianya hanya terpaut 3 tahun lebih tua dari Alan.Dia tak menyangka, ternyata yang membuat keributan itu adalah sepupu laknatnya, padahal dirinya baru saja keluar dari ruang operasi. Dirinya begitu lelah setelah bertarung menyelamatkan nyawa seseorang selama 5 jam di meja operasi, dan sekarang Pria bernama Erwan itu harus menenangkan pria pemarah yang berstatus sepupu dan temannya ini. Sungguh benar benar sial."Aku tak mau tahu, jika Elma tak membaik segera, semua dokter dan perawat yang menangani Elma sebelumnya akan aku pecat," gertak Alan tak main main lalu keluar dari ruangan Yang dipenuhi oleh dokter dan suster yang sebelumnya menangani Elma.Semua orang di dalam sana memucat kecuali Erwan, Para dokter itu baru tahu jika Alan adalah anak dari pemilik yayasan rumah sakit yang memiliki wewenang untuk melakukan apapun, mau dia menutup Rumah sakit ini juga dia lebih dari mampu untuk melakukannya.Kini para dokter yang sudah bertahun tahun mengabdi di rumah sakit ini benar benar khawatir, karena mereka sering mendengar kabar jika anak dari pemilik yayasan ini adalah pengusaha muda yang berpengaruh dan kekejamannya sungguh membuat ngeri siapapun yang mendengarnya.Erwan menyadari kekhawatiran rekan sejawatnya itu, Ia kemudian mendekat pada para dokter yang menundukkan kepala seperti tak berdaya, berharap bisa memberikan sedikit kelegaan yang bisa membantu mereka."Jangan khawatir, saya tak akan membiarkan Alan mengusik kalian, saya tahu kalian sudah berusaha semaksimal mungkin."Anak dari direktur Rumah Sakit sekaligus sebagai dokter bedah itu menepuk bahu salah satu dokter yang berada paling dekat dengan dirinya. Erwan tahu betul perangai seorang Alan, sering kali hilang kendali dan melupakan logika dan profesionalitas dan hanya mengedepankan emosi disaat berhubungan dengan Elma.Sikap bodohnya itu sudah sering memakan korban, dirinya pun sering sekali di susahkan dengan hal itu. Ah.. sungguh melelahkan sekali hidup dokter muda itu.Dengan langkah ringan, ia berjalan menyusul kepergian sang sepupu laknat, ternyata Alan berjalan cukup cepat hingga Erwan harus sedikit berlari untuk mengejar kepergian Alan yang sudah jelas tujuannya pasti menemui Elma yang telah melupakan dirinya."El, kamu tahu siapa aku kan?" desak Alan.Elma menggelangkan kepalanya kiri dan kanan, sesekali melirik kepada Ratna yang duduk di kursi yang berada di samping ranjangnya seperti meminta penjelasan sebenarnya siapa pria yang terus saja mengaku jika dirinya adalah suaminya.Tentu saja Elma menolak apa yang dikatakan Alan, mana mungkin ia lupa jika dirinya telah menikah, apalagi Elma masih berusia 17 tahun, hal sangat mustahil bukan."El.."Suara lirih yang menuntut itu kini terdengar mendesah frustasi, Alan sudah habis akal bagaimana caranya agar Elma bisa mengingatnya."Ah.."Ringisan terdengar keluar dari mulut Elma, kepala Elma tiba tiba berdenging, rasa sakit yang tiba tiba mendera kepalanya hingga Elma memegang kepalanya dengan tangan kiri dan tangan satunya mencengkram kuat jemari Ratna.Melihat keadaan tidak baik baik saja, Erwan bergegas masuk tanpa permisi dan menarik perlahan bahu Alan berniat untuk memeriksa keadaan Elma yang terlihat kesakitan."Jangan memaksa Al, butuh proses agar Elma kembali kepada keadaan semula," ucap Erwan, "Tunggulah, aku akan memeriksanya," lanjut Erwan lalu mendekat pada Elma."Kak Erwan, akhirnya kamu datang."Kata kata Elma mengguncang emosi Alan, dengan mudah Elma menerima kedatangan Erwan, dan apa maksudnya itu? akhirnya Kamu datang?."Sial, ada apa ini?" umpat Alan sambil mengepalkan tangannya kuat kuat melihat Elma memegang lengan Erwan.Denting jam berbunyi begitu nyaring, waktu sudah menunjukan pukul 12 tengah malam. Hujan diluar masih mengguyur begitu deras dengan petir yang terus menyambar, mungkin malam ini hujan tak akan berhenti hingga pagi. Rumah megah kediaman Bagaskara sudah mulai sepi, para penghuni rumah sudah mulai terbuai oleh mimpi mereka, bahkan para pelayanan sudah masuk ke kamar masing masing. Namun, tidak dengan dua pria yang berstatus Ayah dan anak ini. Setelah Nindi dan Lucas pamit untuk pulang ke rumahnya satu jam yang lalu, Bagas pun ikut undur diri kembali ke apartemennya, ia tak ingin menjadi bulan bulanan Ayah dan anak yang memiliki wajah dan karakter yang sama itu. Dua orang yang memiliki paras tampan dengan usia berbeda itu sama sama keras dan tak mungkin bisa dibantah. Jadi, Bagas memilih untuk menyelamatkan nyawanya saja, biarlah esok ya esok saja. "Aku sudah menikahi Elma," ucap Alan mengakui perbuatannya yang sangat terburu buru itu. Tristan hanya melipat lengannya di da
Wajah Alan muram, bahkan terkesan gelap penuh dengan Amarah. Alan sudah muak dengan tingkah Nindi yang terus menerus menggangu dirinya. Bagas yang sedang mengemudi pun menjadi ikut kesal juga, padahal dirinya baru hari ini melihat bos sekaligus sahabatnya itu ceria sepeti barusan. Hujan tiba tiba mengguyur begitu derasa, guntur pun sampai menyambar memekakan telinga, seakan merasakan kekesalan yang kini tengah Alan rasakan. Tiba tiba Alan teringat pada Elma. Ia lihat waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, sepertinya Elma sudah terlelap mengingat kebiasaan Elma tak pernah bergadang "Apakah Elma sudah tidur?" gumamnya bertanya pada diri sendiri. Ah.. sepertinya Alan semakin tergila gila dengan istrinya itu. Ban mobil yang berdecit bergesekan dengan aspal basah yang tengah diguyur hujan itu kini telah sampai di sebuah komplek mewah. Komplek elit yang biasa dihuni oleh keluarga konglomerat berpenghasilan milyaran rupiah setiap bulannya sudah pasti tak semua orang bisa t
Baru saja Alan berpisah dengan Elma, tapi dirinya sudah begitu rindu, apalagi harus beberapa hari tak melihat wajah wanita yang baru ia persunting itu. Sepertinya Alan akan sangat merasa kesulitan, apalagi harus meninggalkan Elma yang sudah pasti akan sering bertemu dengan Erwan. Sungguh hati tak rela. "El, Aku mohon, jangan terlalu dekat dengan Erwan, dia sepupuku dan aku tak suka jika kamu terlalu dekat dengannya," pinta Alan sebelum meninggalkan Elma. "Kami tidak ada apa apa ka, Kenapa kaka sangat tak suka dengan Ka Erwan, padahal Ka Erwan temanku sejak dulu," jawab Elma untuk kesekian kalinya. "Menurut lah El, aku suamimu, dan seorang istri harus mematuhi apa yang suaminya katakan."Huft... Lelah rasanya Elma mendengar perintah Alan, ia sangat tahu apa yang harus dilakukan oleh seorang istri, meskipun ingatannya ada pada usia 17 tahun, tapi setidaknya dia sudah belajar banyak tentang hal termasuk kewajiban seorang i
"Kenapa menjadi rumit seperti ini?" gerutu Alan turun dari mobilnya. Awalnya Alan hanya berniat melihat istrinya sebentar saja sebelum dirinya menemui sang Ayah di kediaman keluarga Bagaskara. Namun sayang, sikap Hans memicu kemarahan pada diri Alan. Ia tak Terima dijauhkan dengan istrinya meskipun oleh mertuanya sendiri. Alan segera turun dari mobilnya lalu melangkah tergesa memasuki halaman rumah mertuanya itu. Ingin segera mengetahui apa yang dilakukan atau lebih tepatnya diberikan oleh Nindi pada Hans hingga memicu kemarahan pada pria baik itu. Saat Alan membuka pintu Rumah berwarna coklat yang ukurannya cukup besar itu, ia telah disambut oleh sang mertua dengan wajah tak ramah tak seperti biasa dan tak bersahabat tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Dagunya terangkat dan melirik sini keberadaan Alan lalu melangkah mendahului seperti mengajak Alan untuk berbicara ditempat yang lebih privat. Ruangan kerja sang mertua tepatnya, tempat yang biasa dipakai oleh Hans berkutat denga
Tak akan mudah bagi Alan menahan diri, melihat Nindi menantang dirinya apalagi dihadapan banyak orang di lobi perusahaan yang berlaku lalang. Beruntung disana ada Bagas yang siap siaga menjadi pengawal. "Apa yang kau lakukan?" tanya Alan sambil menggeram marah, matanya melotot seakan ingin menelan dan menghancurkan wanita iblis bermuka malaikat ini. "Aku?" Nindi tersenyum sebelum melanjutkan provokasinya, "Hanya mengirimkan momen kebersamaan kita yang indah, bukankah mertuamu itu sangat baik? dia pasti ikut bahagian dengan kebahagiaan kita bukan?""Kau memang-" "Hentikan bos, jangan sampai anda menghancurkan reputasi anda hanya karena provokasi nona Nindi disini," ujar Bagas menghentikan Alan sebelum Bos nya itu membuat kekacauan karena tidak bisa mengontrol emosi. Bagas tahu betul jika Alan adalah pria luar biasa cerdas dalam mengambil langkah untuk memenangkan pertempuran, namun jika sudah diprovokasi oleh Nindi, sering kali Alan akan hilang kendali. Entahlah, wanita yang sudah
Rapat yang digelar jajaran petinggi Antana Group telah selesai digelar, meninggalkan perasaan kesal pada diri Alan. Kini wanita yang selalu ingin menghancurkan hubungannya dengan Elma itu sedang tersenyum manis pada Tristan, mebuat image sempurna agar menarik simpati pria nomor satu di Antana group itu. Wajah cantiknya seperti mengejek Alan yang berdiri tepat disamping sang Ayah. Sekali kali Nindi akan melempar pertanyaan yang akan membuat Alan mendengus sebal. "Benar benar wanita penjilat," gumamnya dalam hati. "Ajari Nindi dengan baik Al, kalian akan menjadi partner sempurna dalam mengembangkan perusahaan kita ini," ucap Tristan sambil merangkul bahu Nindi yang duduk tepat di sampingnya. "Tentu mereka akan menjadi partner terbaik, bukankah mereka sudah sangat dekat," ucap Lucas. Kini, Nindi duduk ditengah dua pria yang punya pengaruh penting di perusahaan, menjadikan dirinya seperti diapit oleh dua gunung yang begitu kuat dan akan melindungunya. Alan tak berkomentar, tak mung