"Kenapa menjadi rumit seperti ini?" gerutu Alan turun dari mobilnya. Awalnya Alan hanya berniat melihat istrinya sebentar saja sebelum dirinya menemui sang Ayah di kediaman keluarga Bagaskara. Namun sayang, sikap Hans memicu kemarahan pada diri Alan. Ia tak Terima dijauhkan dengan istrinya meskipun oleh mertuanya sendiri. Alan segera turun dari mobilnya lalu melangkah tergesa memasuki halaman rumah mertuanya itu. Ingin segera mengetahui apa yang dilakukan atau lebih tepatnya diberikan oleh Nindi pada Hans hingga memicu kemarahan pada pria baik itu. Saat Alan membuka pintu Rumah berwarna coklat yang ukurannya cukup besar itu, ia telah disambut oleh sang mertua dengan wajah tak ramah tak seperti biasa dan tak bersahabat tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Dagunya terangkat dan melirik sini keberadaan Alan lalu melangkah mendahului seperti mengajak Alan untuk berbicara ditempat yang lebih privat. Ruangan kerja sang mertua tepatnya, tempat yang biasa dipakai oleh Hans berkutat denga
"Dasar pria brengsek." Umpatan sarat akan amarah itu hanya tergumam saja di ujung bibir, tak ada yang mendengar, jelas dada Elma kini sedang terbakar amarah. Tergesa gesa karena tak ingin membuat sang kekasih menunggu dirinya terlalu lama, namun sayang saat gadis bernama Elma itu sampai di restoran yang dijanjikan oleh sang calon suami yang beberapa hari lagi akan resmi menjadi suaminya itu membuat dirinya murka sampai ubun ubun. Jemari lentik Elma terkepal dengan erat hingga menyebabkan kulit tangannya memutih saking eratnya. Pemandangan yang dipertontonkan oleh sang calon suaminya itu membuat Elma mual seketika, sungguh jijik melihat posisi wanita yang Elma tahu adalah mantan kekasih dari Alan sang calon suami dari Elma itu memeluk pinggang Alan dengan begitu mesra sambil sesekali menciumi punggung Alan yang sedang menatap panggung dihadapannya sambil berdiri tegap. Yang lebih mengejutkan lagi adalah respon dari Alan itu sendiri, bukannya menepis pelukan Wanita berbisa itu, Alan
Hujan mengguyur bumi, seakan ikut panik menyaksikan Alan memeluk sang kekasih yang kepalanya berlumuran darah karena terbentur bahu jalan. "Elma bangun sayang, tolong telpon kan ambulan!" teriak Alan. Orang orang yang berkerumun melihat kejadian yang tak terduga itu ikut panik menyaksikan kejadian naas ini, bergegas seorang pria menelpon ambulan untuk menyelamatkan gadis malang yang nampak tak berdaya dalam pelkan Alan. Seorang pria berperawakan tinggi yang membantu menelpon kan abulan mencoba menolong untuk ikut membopong Elma ke pinggir jalan. Sekilas Pria itu menatap Alan yang nampak kalut, 'sungguh malang sekali pria ini,' fikir Pria tersebut. Beruntung Ambulan datang beberapa menit setelahnya, kemudian paramedis segera memindahkan Elma yang terbaring sambil dipeluk oleh Alan ke atas tandu dan segera dimassukkan ke dalam ambulan. Suara Sirine ambulan yang terus meraung raung menemani ketakutan Alan yang terus saja memanggil kekasihnya, berharap Elma masih bisa diselamatkan. R
Hilir mudik di depan ruang operasi dimana Elma sedang berusaha diselamatkan oleh para dokter, Alan tak bisa tenang, ia terus saja resah dengan keadaan ini, rasa takut terus saja mendera, bahkan Alan belum sempat mengganti pakaiannya, padahal kemeja berwarna putih yang dikenakan Alan terdapat bercak merah darah Elma. Seorang wanita yang berparas mirip dengan Alan berlari mendekat pada anak dan sahabatnya yang nampak cemas menunggui oprasi Elma. "Sayang, maafkan mamah baru datang," ucap Lia ibu dari Alan mendekat dan memeluk anaknya yang nampak berantakan itu. Kemudia Lia beralih pada Ratna sahabatnya yang duduk sambil bersandar di bahu Hans sang suami. Melihat kedatangan Lia, Ratna makin berkaca kaca dan menyambar tubuh yang perawakannya hampir sama dengan dirinya. "Anakku Lia, aku takut."Tangis Ratna makin tak terbendung lagi kala melihat wajah sahabatnya yang nampak ikut cemas itu. Dengan lembut ia memeluk dan mengusap punggung Ratna dengan sayang. Kedua wanita yang sudah bersah
"Benturan dikepala cukup keras, sehingga pasien mengalalami gegar otak cukup parah. Sebenarnya operasi ini berjalan lancar tetapi tetap saja harus dilakukan observasi lanjutan untuk memastikan jika tidak ada efek samping yang terjadi," tutur dokter menjelaskan pada Hans. Hening sesaat, ternyata setelah operasi berhasil dilakukan, Mereka belum bisa bernafas dengan lega. Hans hanya menunduk lesu mendapat kabar dari dokter. Putrinya benar benar malang. "Lakukan apapun yang diperlukan Dok.""Pasti Pak, kami akan berusaha melakukan yang terbaik demi kesembuhan pasien."Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter, Hans kemudian keluar dari Ruangan dokter tersebut. Ia kemudian menuju ruangan dimana Elma dirawat. Di depan kamar yang terdapat dinding kaca yang menembus ke dalam dimana Elma berada. Kini Ratna, Lia dan Alan sedang duduk menunggui Elma yang tak bisa ditemani langsung di dalam. Hans berjalan mendekar pada istrinya lalu ikut duduk bersebelahan dengan Ratna. Kini atensi semua or
Alan sudah tak tahan, pada akhirnya ia memutuskan untuk mengambil tanggung jawab ini. "Ayah, Bunda. Izinkan saya untuk menikahi Elma sekarang juga," pinta Alan begitu yakin. Kedua orang tua Elma begitu tak menyangka jika Alan mengatakan hal yang tak terduga ini, Ratna sampai membulatkan mata sempurna saking kagetnya mendengar permintaan calon menantunya. "Maksud kamu apa Al? kamu mau menikahi Elma dalam keadaan Elma seperti ini? jangan bercanda!," geram Hans pada Alan yang menatapnya lurus. "Saya tidak bercanda, Saya sadar dan serius dengan apa yang saya ucapkan," jujur Alan dengan yakin. "Apa alasan kamu mau menikahi Elma sekarang? kenapa tidak menunggu sampai Elma sadar dan sehat saja?"Sorot mata pria paruh baya itu tajam saat melontarkan pertanyaan pada pria yang nampak percaya diri dengan keinginannya itu, ia merasa permintaan Alan terlalu konyol. Pernikahan ini bukan hal yang bisa untuk main main, memang Hans akui jika Alan tampak begitu mencintai anaknya, tetapi cinta dari
Duduk bersandar sembari netra memandang kosong jendela di sampingnya, Elma tak bergeming sedikitpun. Hari ini di luar begitu cerah, tak begitu panas namun begitu indah. Tapi sayang, indahnya suasana pagi ini tak membuat bahagia perasaan Elma, dirinya merasa bingung, apa yang terjadi? Dalam ingatan Elma, seharusnya hari ini ia berada di rumahnya sedang menunggu perayaan ulang tahunnya yang ke 17, tapi kenapa tiba tiba dirinya terbaring di rumah sakit? Elma menyentuh kepalanya yang dibalut perban, kepalanya sudah tak memiliki rambut, seketika matanya berkaca kaca, rambut indahnya kini tak ada lagi, padahal Elma begitu suka rambut panjangnya. Pintu kamar yang sebelumnya tertutup itu kemudian perlahan terbuka, menampakkan sosok Ratna, ibunya yang biasa ia panggil bunda itu mendekat perlahan. "Kamu baik baik saja sayang?" tanya Ratna berusaha setenang mungkin. Mata Elma kini terasa berembun, tak bisa menahan perasaan bergejolak yang timbul kala pertanyaan sederhana itu terucap dari s
Beberapa menit berlalu seperti menunggu seharian bagi Alan. Duduk di kursi tunggu yang terletak persis di luar kamar yang di tempati Elma menunggu sambil menahan emosi. Lengannya terkepal dan matanya tajam menatap pintu yang tertutup seperti ingin merobohkan pintu yang tak berdosa itu. Beberapa waktu lalu sebelum Alan diusir oleh Ratna dari kamar yang ditempati Elma, Alan nyaris saja mengamuk dan akan menghajar Erwan yang begitu menempel pada Elma. Sebenarnya bukan mau Erwan berdekatan dengan Elma, rasa sakit yang mendera pada kepala Elma membuat Elma tanpa sadar erat memegang Erwan, hingga Erwan tak tega jika dirinya mengikis jarak dengan Elma. "Alan, Ayo kita tunggu diluar, biarkan Erwan memeriksa Elma," ajak Ratna pada menantunya itu sambil sedikit menarik lengan Alan. "Engga bisa bun, Alan harus nungguin Istri Alan," tolak Alan. Ia sengaja mempertegas panggilannya pada Elma agar Erwan tahu diri dan menjauh dari Elma. Tapi sayang, keinginan Alan untuk Erwan menjauhi Elma tak di