Alan sudah tak tahan, pada akhirnya ia memutuskan untuk mengambil tanggung jawab ini.
"Ayah, Bunda. Izinkan saya untuk menikahi Elma sekarang juga," pinta Alan begitu yakin.Kedua orang tua Elma begitu tak menyangka jika Alan mengatakan hal yang tak terduga ini, Ratna sampai membulatkan mata sempurna saking kagetnya mendengar permintaan calon menantunya."Maksud kamu apa Al? kamu mau menikahi Elma dalam keadaan Elma seperti ini? jangan bercanda!," geram Hans pada Alan yang menatapnya lurus."Saya tidak bercanda, Saya sadar dan serius dengan apa yang saya ucapkan," jujur Alan dengan yakin."Apa alasan kamu mau menikahi Elma sekarang? kenapa tidak menunggu sampai Elma sadar dan sehat saja?"Sorot mata pria paruh baya itu tajam saat melontarkan pertanyaan pada pria yang nampak percaya diri dengan keinginannya itu, ia merasa permintaan Alan terlalu konyol. Pernikahan ini bukan hal yang bisa untuk main main, memang Hans akui jika Alan tampak begitu mencintai anaknya, tetapi cinta dari Alan tidaklah cukup. Meskipun Lia adalah sahabat dari Ratna sejak dulu dan mereka telah menyetujui pernikahan Alan dan Elma sebelumnya, tetapi beda dengan kondisinya saat ini. Hans khawatir keluarga besar Alan tak bisa menerima keadaan Elma saat ini yang entah bagaimana nasib kedepannya.Hans sudah membayangkan bagaimana pertentangan yang akan terjadi dalam keluarga Alan yang terpandang itu.Dengan yakin Alan berkata pada Hans sambil meremat jari jemarinya, "Saya ingin mendapatkan tanggung jawab mengurus Elma.""Tugas mengurus Elma berada di tanganku, kenapa kamu repot repot ingin mengurus orang sakit seperti Elma?" tanya Hans."Saya ingin mendapatkan tanggung jawab itu juga," jawab Alan tak gentar sedikitpun.Tak bisa ditentang keinginannya, Alan bukan hanya bicara, ternyata Alan sudah mempersiapkan segalanya.Akad nikah itu dilaksanakan sore harinya setelah Alan meminta paksa kedua orang tua Elma.Hans benar benar tak habis fikir, bagaimana bisa pria yang bersikukuh ini tak ingin menunda pernikahannya meski hanya melewati hari saja, ataupun memberi tahu keluarga besar Alan pun tidak.“Sah.”Begitu haru rasanya Alan sudah berhasil mengikat kencang wanita yang sedang tak sadarkan diri di ranjang kamar ini dengan status pernikahan dengannya.Mulai sekarang, tak ada lagi kesempatan Elma untuk menjauh dari dirinya, dipastikan barang seinci pun tak akan Alan biarkan.Sepanjang malam setelah pernikahan, Elma ditinggalkan hanya berdua dengan pria yang telah sah menjadi suaminya itu.Sebagai seorang Ayah, Hans benar benar tak berkutik menentang keinginan pria bernama Alan ini. Bukannya takut, tapi akan menjadi kepercumaan jika harus melawan pria berkuasa seperti Alan. Bahkan keluarganya saja tak bisa menentang, apalagi dirinya hanya orang biasa biasa ini.“Tak masalah kah kami meninggalkan kalian berdua?”Ratna begitu khawatir, namun sayang dirinya sudah amat lelah. Apalagi kini anaknya sudah ada yang bertanggung jawab, dia sudah percaya pada pria yang terlihat begitu mencintai anaknya itu.“Saya akan menjaga Elma dengan baik, jangan khawatir bun.”Ratna hanya mengangguk saja, lalu pergi bersama Sang suami meninggalkan anaknya bersama sang menantu. Hans tak banyak bicara, ia hanya mengangguk setelah mengucapkan kata perpisahan.Ditinggal berdua di kamar sepi begitu mengharukan, rasa sedih dan bahagia bercampur aduk menjadi rasa yang sedikit menyakitkan.Bukannya Alan memanfaatkan kondisi Elma yang seperti ini, namun Alan sudah sangat yakin, jika ia harus menunggu Elma sadarkan diri atau sehat kembali, ia takut Elma akan menolak dirinya dan membatalkan pernikahan mereka.Mengingat itu Alan benar benar putus asa, Dia terlalu mencintai gadis mungil yang kini sudah tak memiliki rambut itu.Semalaman Alan tak sedikitpun memejamkan matanya, ia menggenggam lengan Elma sambil sesekali mengecupinya dengan lembut.“Sekarang kamu istri aku, jangan pernah lagi ucapkan kata kata sialan itu, jangan pernah berfikir untuk tinggalin aku, karena kamu tidak akan pernah bisa jauh dari aku selamanya,” gumam Alan sambil mengecupi lengan tak bertenaga Elma.Seperti sumpah yang di ucapkan hingga lama kelamaan Alan terlelap di sisi pembaringan Elma hingga menjelang pagi.Alan tersentak kala merasakan gerakan tangan Elma yang menggenggam lemah tangannya. Ia langsung menengadah menyaksikan jika Elma telah membuka matanya.“Suster, dokter.”Teriakan Alan menggema di pagi buta memanggil suster dan dokter sambil berlari keluar berharap yang dipanggilnya segera datang. Padahal di sisi pembaringan ada bel untuk memanggil petuga, tapi Alan lupa dan berlari segera untuk menyeret dokter ke kamar ini.“Dok istri saya bangun dok,” teriak Alan begitu nampak bahagia.“Baik pa, kami akan memeriksanya terlebih dahulu, mohon ditunggu diluar,” ucap suster berusaha menenangkan Alan yang terlihat panik.Berita siumannya Elma telah Alan sampaikan pada keluarganya. Hans dan Ratna berlari demi melihat anaknya.“Al,” panggil Ratna tergesa menghampiri Alan yang sedang berdiri berusaha melihat Elma di dalam sana yang sedang ditangani oleh dokter.“Bun, Elma tadi siuman bun, dia menggenggam tangan Alan dan membuka matanya, ucap Alan tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Bahagia bukan main orang tua Elma mendapati anaknya telah siuman, beruntungnya saat Alan mengabari tadi, mereka sudah hampir sampai di rumah sakit, jadi mereka tak membutuhkan waktu lama untuk segera sampai.Setelah 30 menit dokter memeriksa Elma didalam sana, pada akhirnya Alan dan dan kedua orang tua Elma dipersilahkan masuk.Bersitatap dengan Alan, Elma sedikit memperlihatkan gelagat yang berbeda, Elma seperti ketakutan.“Sayang, kamu sudah sadar,” haru Ratna mendekat pada Elma.“Siapa kalian?”Semua orang yang berada di dalam kamar yang di tempati oleh Elma itu saling melempar pandangan. Berfikir dengan apa yang terjadi pada Elma.“ Ada apa ini?”Duduk bersandar sembari netra memandang kosong jendela di sampingnya, Elma tak bergeming sedikitpun. Hari ini di luar begitu cerah, tak begitu panas namun begitu indah. Tapi sayang, indahnya suasana pagi ini tak membuat bahagia perasaan Elma, dirinya merasa bingung, apa yang terjadi? Dalam ingatan Elma, seharusnya hari ini ia berada di rumahnya sedang menunggu perayaan ulang tahunnya yang ke 17, tapi kenapa tiba tiba dirinya terbaring di rumah sakit? Elma menyentuh kepalanya yang dibalut perban, kepalanya sudah tak memiliki rambut, seketika matanya berkaca kaca, rambut indahnya kini tak ada lagi, padahal Elma begitu suka rambut panjangnya. Pintu kamar yang sebelumnya tertutup itu kemudian perlahan terbuka, menampakkan sosok Ratna, ibunya yang biasa ia panggil bunda itu mendekat perlahan. "Kamu baik baik saja sayang?" tanya Ratna berusaha setenang mungkin. Mata Elma kini terasa berembun, tak bisa menahan perasaan bergejolak yang timbul kala pertanyaan sederhana itu terucap dari s
Beberapa menit berlalu seperti menunggu seharian bagi Alan. Duduk di kursi tunggu yang terletak persis di luar kamar yang di tempati Elma menunggu sambil menahan emosi. Lengannya terkepal dan matanya tajam menatap pintu yang tertutup seperti ingin merobohkan pintu yang tak berdosa itu. Beberapa waktu lalu sebelum Alan diusir oleh Ratna dari kamar yang ditempati Elma, Alan nyaris saja mengamuk dan akan menghajar Erwan yang begitu menempel pada Elma. Sebenarnya bukan mau Erwan berdekatan dengan Elma, rasa sakit yang mendera pada kepala Elma membuat Elma tanpa sadar erat memegang Erwan, hingga Erwan tak tega jika dirinya mengikis jarak dengan Elma. "Alan, Ayo kita tunggu diluar, biarkan Erwan memeriksa Elma," ajak Ratna pada menantunya itu sambil sedikit menarik lengan Alan. "Engga bisa bun, Alan harus nungguin Istri Alan," tolak Alan. Ia sengaja mempertegas panggilannya pada Elma agar Erwan tahu diri dan menjauh dari Elma. Tapi sayang, keinginan Alan untuk Erwan menjauhi Elma tak di
Sekian lama tak menginjakkan kaki di tempat bernuansa temaram dan remang remang yang dipenuhi hingar bingar pesta. Malam ini Alan malah berada disini, tersesat duduk sendirian menenggak berbotol botol minuman memabukkan hampir memenuhi meja yang bisa membuatnya lupa diri. Ia sedang mengalami kekacauan karena tak bisa melakukan apa yang ingin ia lakukan. Tubuh tegap nya yang selalu gagah dan ditakuti banyak orang itu kini bersandar lemah tak berdaya karena kalah oleh keadaan, rasa melayang tak bisa ia kontrol, pusing yang mendera sengaja ia buat, ingin ia tak sadarkan diri agar lupa sejenak akan keadaan Elma yang hilang ingatan, sialnya lagi hanya dirinya yang tak ada dalam memori Elma. Mulutnya meracau tak jelas mengumpati keadaan yang menurutnya sialan itu, namun racauannya tenggelam oleh suara musik yang menghentak hentak mengiringi semua pengunjung club malam yang sedang asik berpesta. Meski dalam pengaruh alkohol, Alan tetap mengingat perkataan Erwan tadi siang agar sejenak dir
Mata kabur dipengruhi alkohol, membuat Alan mengira sosok yang telah ia kungkung di bawahnya adalah wanita yang ia inginkan. Kekuatannya kembali, kala menyentuh kulit mulus yang telah membuka pakaian bagian atasnya itu menggoda dirinya dengan sentuhan sensual, namun hasratnya lebih menguasai dibandingkan akal warasnya. Ditambah pencahayaan yang redup membuat ia makin tak jelas dengan sosok wanita yang menempel terus menerus padanya ini."Al, aku merindukanmu."Bisikan sensual itu membuat gerakan Alan yang sedang mencumbui kulit halus itu terhenti. Otak warasnya berangsur angsur ditarik dari kegilaan karna minuman memabukkan itu. Suara itu sangat jelas, wanita di bawah lingkungannya ini bukan Elma istrinya, bukan wanita yang ia inginkan. Alan menjauhkan diri dengan kasar, menghentak tubuhnya agar menjauh dari wanita yang telah ia sadari adalah Nindi. "Sial," umpat Alan. Lengan Nindi kehilangan, tubuh setengah telanjangnya kini merasakan terpaan hawa dingin AC kamarnya, hasratnya me
Tengah malam, setelah dirinya tersadar dari pengaruh obat bius yang membuatnya tertidur sepanjang hari. Elma mengedarkan mata bulatnya mencari keberadaan seseorang, entah itu kedua orang tuanya ataupun Erwan. Sayangnya nihil, tak ada tanda tanda seseorang akan menemaninya untuk melalui malam ini. Elma jadi sedikit takut dengan ruangan luas ini.Kamar inap ini memang terasa nyaman karena Alan sengaja menempatkan Elma di kamar VVIP yang fasilitasnya seperti hotel, namun tetap saja Elma merasa amat kesepian. "Kemana semua orang?" gumam Elma setelah beberapa saat menunggu dan tetap tak ada orang yang datang. Pada akhirnya Elma hanya berbaring sambil menatap langit kamar yang berwarna putih tanpa corak, tak ada yang bisa ia lakukan, sungguh sangat bosan. Merenungkan apa yang telah terjadi pada dirinya, bertanya bagaimana bisa ia terbaring degan kondisi mengenaskan seperti ini, dengan rambut yang dipangkas habis, bahkan kedua orang tuanya dan Erwan tampak berbeda. Terlebih ada seorang p
Ego memuncak kala hal berharga miliknya ada yang berani menyentuh, melupakan logika dan menolak semua alasan, yang dia tahu hanyalah tak ada pria yang boleh lancang menyentuh wanitanya meskipun seorang dokter sekalipun. Alan bukanlah pria biasa, saat dirinya mengklime sesuatu maka itu adalah miliknya, jiwa posesif nya menakutkan bahkan bisa menjadi bencana.Berdiri menatap Erwan dengan sorot permusuhan yang begitu kental, melupakan semua orang yang berkumpul didalam sana, terasa mencekam namun Erwan tak perduli, dirinya malah asik bercengkrama dengan kedua orang tua Elma yang baru saja tiba. Sebelum kedatangan orang tua Elma, Alan dan Erwan sempat berdebat sengit, Erwan menatap sinis kedatangan Alan dengan penampilan Alan yang mengejutkannya, pakaiannya sudah rapih dan terlihat masih gagah memang, namun yang mengesalkan adalah terdapat beberapa tanda kemerahan yang terpampang nyata di lehernya. Erwan seperti dikhianati karena telah menyerahkan gadis kecilnya pada Alan. "Rupanya kau
Sibuk menekuri ponsel yang diberikan oleh pria yang telah ia tahu bernama Alan dan mengaku kini telah berstatus suaminya itu, Elma terpana dengan kenyataan Yang terpampang dalam Ponsel yang tengah ia genggam ini. Semua kenangan tersimpan dalam galeri berbentuk fhoto maupun vidio, bahkan ia telah membuka semua sosial media yang ia miliki termasuk pesan singkat yang diterima atau terkirim. Bahkan bukti bahwa dirinya telah melangsungkan pernikahan sederhana dikamar inap ini saat dirinya terbaring koma pun, Alan telah mengabadikannya dan menyimpan memori itu dalam ponselnya. "Kamu istriku mau kamu percaya atau tidak El, hanya milikku," ucap Alan sebelum melenggang pergi meninggalkan dirinya sendirian untuk berfikir dalam kamar inapnya. Ada rasa yang tak biasa menyusup dalam sanubarinya, entahlah Elma tak mengerti, rasa itu tak bisa dikatakan bahagia, sedih atau apapaun namanya, yang pasti ada perasaan sakit yang terasa namun ia tak mengerti apa. Sempat Elma berfikir bagaimana bisa di
"Bisakah aku tinggal dengan orang tua ku?" cicit Elma takut takut. Netra Alan menelisik, sudah menyagka jika keinginan ini yang akan terlontar dari mulut istrinya. Sepertinya Perlu sedikit perjuangan lagi untuk benar benar mendapatkan Elma, dengan kondisinya saat ini, tak cukup hanya dengan mempertegas status Elma sebagai seorang istri. Alan ingin marah dengan keadaan, tapi Alan tahu ini semua salahnya, akibat kecerobohannya. "Tentu, untuk sementara kita bisa tinggal di rumah orang tua mu," jawab Alan. Netra jernih itu membulat, menciptakan kilatan bahagia dan kelegaan. Elma ingin merasakan bahagia bersama orang tuanya, mengingat janji Sang bunda yang tak akan meninggalkan dirinya lagi seperti sebelumnya. "Terima kasih ka," ucap Elma tulus. Alan hanya tersenyum singkat lalu menarik tubuh Elma mendekat padanya. Namun sayang secara refleks Elma menjauh dan menepis uluran tangan Alan membuat Alan menggeram tak suka. Netra kelamnya terlihat kecewa, padahal Elma sudah menjadi istrin