'Mengantar sesuatu?'Alyana terkejut, lalu menoleh menatap punggung Deo. 'Jangan-jangan dia itu senior yang dimaksud Bu Vita?'Namun, kenapa dia belum pernah mendengar kalau Deo itu muridnya Vita?Dengan penuh rasa ingin tahu, Alyana mengikuti Deo masuk ke ruang tamu. Begitu melihat tak ada orang lain di sekitar, barulah dia berani bertanya, "Kamu senior itu?""Ya."Deo menyerahkan sebuah gulungan lukisan padanya, ekspresinya tetap datar. "Ini titipan dari Bu Vita. Aku disuruh kasih ke kamu dulu."Beberapa hari lalu, Deo sempat menolak tugas ini."Bu Vita, kamu sendiri juga akan ke sana. Kenapa harus aku yang duluan ke tempatnya?"Dari seberang telepon, Vita hanya tertawa pelan. "Deo, dia baru tiga tahun ikut denganku. Sekarang dia pulang ke tanah air dan mulai dari nol. Dia pasti butuh banyak bantuan.""Sebagai gurunya, aku sudah nggak bisa memberinya banyak. Yang bisa kulakukan cuma membantu mencarikan seseorang di dalam negeri yang bisa bantu dia.""Aku tahu kamu sudah terbiasa send
Pada hari peresmian studio, para wartawan dari berbagai media datang lebih awal dari biasanya.Di halaman sudah disiapkan jamuan teh kecil-kecilan, para wartawan berkumpul sambil mengobrol santai."Kira-kira Firly datang nggak, ya?""Mungkin. Bukannya dia baru saja wawancara Nona Alyana? Hari ini Atmara resmi berdiri, pasti dia nggak mau ketinggalan berita besar.""Jangan remehkan Firly cuma karena dia anak orang kaya, dia tuh kerja keras banget. Kalau nggak, mana mungkin dia bisa menang penghargaan berita internasional? Menurutku sih, urusan cinta-cintaan nggak bakal ganggu ambisinya.""Eh, tapi kalian benaran nggak penasaran? Di antara mereka bertiga, siapa sih yang sebenarnya disukai Pak Nathan?"Para wartawan saling pandang dan tersenyum penuh arti.Berita soal studio Begonia yang dibuka di Kota Anjelo memang penting, tetapi kalau bisa sekalian dapat gosip keluarga kaya, itu bonus yang tidak bisa ditolak.Semua datang dengan niat menonton drama, hanya saja tidak ada yang mau terang
Jangan-jangan, taktik tarik ulur ini malah jadi bumerang buat dia?…Sejak hari itu, Alyana tak pernah lagi melihat Nathan.Dia tak ingin menguras pikirannya untuk emosi-emosi aneh ini, jadi dia memaksa dirinya tetap sibuk, agar tak sempat memikirkannya.Tak terasa, tinggal tiga hari lagi sebelum studionya resmi dibuka.Alyana menerima telepon dari Vita. Ekspresinya langsung berseri-seri. "Bu, apa Ibu akan datang langsung buat bantu potong pita?""Tentu saja!"Suara Vita terdengar sangat ceria di ujung sana. "Murid paling kubanggakan buka studio sendiri, sesibuk apa pun aku pasti hadir untuk memberi dukungan!""Aku dengar selama kamu pulang ke tanah air buat pameran foto, kamu benar-benar jadi sorotan. Hampir tiap hari viral!""Alya, aku benaran bangga banget. Aku juga merasa beruntung punya murid sehebat kamu. Tuhan benar-benar baik padaku!""Oh ya, aku sudah siapkan hadiah untukmu. Sekarang sedang dikirim, mungkin akan sampai sebelum aku tiba."Alyana merasa tersanjung. "Bu, Ibu mau
"Kenapa kamu masih bengong? Tuan Muda Devon mau pergi tuh!"Imelda melangkah maju sambil menarik lengan Alina, tetapi Alina menepisnya dengan keras.Tak seperti biasanya, Alina menatap ibunya dengan dingin. "Kalau dia mau pergi, biarkan saja. Kenapa harus aku yang disuruh minta maaf?""Yang menyakiti Devon itu Alyana. Kenapa aku yang harus bereskan masalahnya? Kenapa kalian nggak cari dia saja dan suruh dia minta maaf langsung ke Devon!"Imelda tertegun. "Alin, kenapa kamu ....""Ibu, Alin nggak salah kok."Arifin mendekat dan membantu Alina berdiri. "Yang buat masalah itu Alyana, tapi kita yang kena imbas. Jadi, ya seharusnya dia yang disuruh tanggung jawab.""Tapi ...."Imelda tampak ragu. "Dia saja nggak mau ketemu kita, apalagi mendengarkan omongan kita.""Ibu nggak dengar kata-kata Tuan Muda Devon tadi?" Arifin menaikkan alisnya. "Dia bukan minta kita suruh Alyana minta maaf, tapi suruh kita kasih pelajaran ke dia.""Asal kita lakukan sesuai maunya dia, Tuan Muda Devon pasti nggak
"Jangan cuma lihat dia yang dingin. Dia itu sebenarnya baik hati. Kami sudah berteman sejak kecil dan semuanya pernah merasakan kebaikannya. Dia selalu baik ke orang-orang di sekitarnya.""Nona Alyana, kamu juga sudah cukup lama kenal Kak Nathan, pasti tahu juga, 'kan?"Firly menatap Alyana dengan tulus, bibirnya tersungging senyum tipis yang terlihat polos dan tanpa maksud tersembunyi.Kalimat-kalimat ini terdengar masuk akal, tak ada yang bisa dipermasalahkan.Namun, Alyana tetap menangkap maksud yang lebih dalam.Firly tahu Rekasa masuk panti jompo karena rencana mereka berdua, jadi menyebut soal pertemanan beda usia itu untuk menekankan bahwa Nathan hanya melakukannya karena hubungan itu.Lalu, dia menyinggung soal Nathan yang dingin di luar, tapi hangat di dalam. Nathan sangat baik ke semua temannya, jelas-jelas ingin mengingatkan Alyana bahwa dia bukanlah orang yang spesial.Baru sekarang Alyana sadar, Firly menganggapnya sebagai pesaing.Namun, karena lawannya tidak bicara langs
Setelah wawancara sebelumnya, suara itu sudah sangat familier bagi Alyana. Dia pun mengerutkan kening. Kenapa Firly ada di sini juga?Tak lama, Firly berjalan mendekat dengan tangan menyilang di dada, pura-pura terlihat antusias sambil menatap Devon. "Kamu pasti Tuan Muda Devon, 'kan? Hai, aku Firly, sekarang kerja sebagai reporter.""Aku dengar belakangan ini kamu kena skandal cinta. Ini berita panas. Boleh nggak bocorkan sedikit biar nanti bisa aku bagi ke rekan-rekanku.""Diam!"Devon sontak berdiri. Dia tampak agak waspada karena tahu latar belakang Firly di Keluarga Haron. Dia hanya bisa menggertakkan gigi. "Nona Firly, tolong jangan ikut campur urusan ini.""Lho, kok dibilang ikut campur? Mengumpulkan bahan berita itu pekerjaanku tahu!" balas Firly sambil mengeluarkan ponsel, lalu mengarahkan kamera ke Devon."Oh ya, tadi waktu kamu berlutut minta maaf aku belum sempat rekam. Bagaimana kalau kamu ulangi lagi sekarang, biar bisa aku dokumentasikan?""Nanti aku bantu buatkan artike