"Cih!" seru Wira.Wira memutar bola matanya tajam. "Privasi apaan? Lagian aku bukan ngintip, ini namanya lihat dengan terang-terangan."Dia melirik sinis ke arah Evin sambil bertanya heran, "Sekarang sikap kamu berubah total, memangnya kamu mau menjodohkan Alyana dan Nathan? Padahal setahu aku, tiga tahun lalu kamu diusir oleh Nathan ke Kota Anjelo. Bukankah kamu yang mengusik hubungan mereka saat itu?""Dulu kamu menolak habis-habisan. Sekarang kenapa malah berubah?" lanjut WiraSembari bertanya, Wira menyodorkan segelas wiski ke tangan Evin. Dia siap mendengar penjelasan versi panjang."Jangan tanya. Jawabannya cuma satu, yaitu menyesal," jawab Evin.Evin melambaikan tangan seolah ingin menepis semuanya, lalu menatap gelas di tangannya cukup lama. Ingatannya kembali ke masa lalu, saat Nathan menghajarnya tanpa ampun seperti singa mengamuk. Saat itu, Evin memang sempat marah, dia merasa sahabatnya mengorbankan pertemanan demi seorang wanita. Namun kini, setelah dipikir-pikir, kalau s
"Firly, kamu tumbuh besar bersama Nathan. Kamu pasti tahu apa yang sebenarnya dia cari.""Perasaan itu hal paling rapuh di dunia. Hari ini bisa digenggam, besok bisa menghilang begitu saja. Tapi kepentingan itu nyata, bisa dipegang.""Pernikahan antar keluarga besar selalu dilandasi oleh kepentingan. Mungkin terkesan nggak murni, tapi justru karena itu fondasinya kuat. Hanya dengan saling bergantung dan saling mengikat, hubungan itu bisa bertahan lama.""Kalian sudah bukan anak-anak lagi. Sudah waktunya memikirkan keluarga masing-masing. Kalau kesempatan kali ini dilewatkan, belum tentu ada yang kedua."…Hari itu, Tuan Besar Agam bicara panjang lebar di telepon. Suaranya berat dan penuh tekanan.Namun, di tengah kalimat-kalimat itu, entah mengapa di lubuk hati Firly seperti terdengar bisikan, 'Coba saja. Nggak masalah kalau gagal.'Akhirnya dia memutuskan untuk pulang, memberikan akhir yang pantas untuk perasaan yang dia simpan selama bertahun-tahun."Kak Firly?" panggil Naomi pelan.
"Baguslah kalau kamu suka," ucap Firly.Firly memperhatikan dandanan Naomi dan pakaiannya cukup formal. dia pun bertanya dengan nada penasaran, "Kamu habis ikut wawancara kerja, ya?""Kok kamu tahu?" seru Naomi sedikit terkejut."Tadi sempat dengar dari Tante Helen, katanya kamu lulus tahun lalu dan mulai cari pekerjaan tahun ini," jawab Firly.Firly tersenyum lembut, lalu bertanya seperti seorang kakak yang perhatian, "Gimana wawancaranya? Lancar?""Ya. Aku sudah diterima dan akan mulai kerja akhir bulan nanti," jawab Naomi."Oh?" seru Firly dengan mata berbinar. Dia lanjut bertanya, "Perusahaan mana yang cukup beruntung bisa dapat karyawan secerdas kamu?""..."Naomi diam.Dia tidak berniat mengungkap bahwa dirinya diterima di studio "Atmara". Jika sampai Tuan Besar Agam tahu, bisa-bisa dia langsung dikurung di rumah dan dilarang keluar lagi.Firly mengira Naomi hanya ingin menyimpan rahasia layaknya anak muda. Dia pun tidak banyak bertanya. "Ya sudah, kamu kerja di mana pun, aku yak
"Kata orang, cara terbaik untuk menghapus pesona seseorang di hati adalah dengan memilikinya. Jadi aku datang untuk melamar," ucap Naomi.Naomi menatap Alyana tanpa berkedip. Tatapannya penuh keteguhan.Sejak tahu bahwa Begonia adalah Alyana, Naomi mengurung diri di kamar, memandangi satu per satu karya koleksinya, lalu mulai meragukan dirinya.Dia sangat menyukai Begonia, tetapi dia benci Alyana.Kenyataannya, dua rasa itu bersarang pada orang yang sama.Berhari-hari Naomi gelisah hingga secara kebetulan dia melihat lowongan dari studio 'Atmara'. Setelah berpikir matang, dia memutuskan mengirimkan lamaran.Sebelum datang, Naomi sempat berpikir mungkin tidak lama kemudian dia akan menyadari bahwa Begonia pun tidak sehebat yang dia bayangkan. Pada saat itu nanti, dia akan bisa melepas semuanya dengan tenang.Namun sekarang, keyakinan itu mulai goyah saat berhadapan langsung dengan Alyana.Sikap Naomi begitu sembrono, tetapi Alyana justru masih sabar menanggapinya. Hal ini jauh dari soso
"Baik," balas Alyana.Alyana menerima berkas itu dari tangan asistennya, lalu berjalan menuju tengah meja panjang dan duduk. Dia mulai membalik lembar demi lembar secara singkat, hingga jemarinya terhenti pada satu nama.Naomi Moran?Orang yang bernama Naomi tidak banyak di Kota Anjelo, apalagi yang bernama belakang Moran. Ditambah lagi, riwayat pendidikannya terlalu cemerlang untuk seseorang dari keluarga biasa. Alyana yakin dia adalah Naomi Moran yang dia kenal.Apakah ini semacam kunjungan diam-diam putri Keluarga Moran? Atau dia punya maksud tersembunyi?Kenapa bisa-bisanya melamar ke tempat ini?"Bu Alyana, boleh kita mulai?" tanya asisten.Suara sang asisten membuyarkan lamunan Alyana.Alyana segera sadar, lalu menjawab pelan. Dia merapikan kembali dokumen di tangannya, menanti peserta pertama memasuki ruangan.Waktu berlalu, lembar-lembar resume berpindah dari satu ke lainnya.Sayangnya, kemampuan para kandidat pagi itu masih jauh dari ekspektasi.Studio ini baru berdiri. Alyan
Di dalam mobil Maybach, Firly duduk di kursi penumpang depan. Dari kursi belakang masih terdengar suara nyaring Evin yang penuh semangat.Firly menoleh ke arah ponsel milik Nathan, lalu berkata, "Kupikir Pak Evin sudah benar-benar lupa padaku. Sudah telepon lama-lama, tapi nggak sekalipun menanyakan kabarku."Firly, Nathan dan Evin saling mengenal sejak kecil. Karakter Firly cenderung tomboi, dia selalu mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi. Sampai akhirnya, para tetua Keluarga Haron tidak tahan lagi melihat kelakuannya. Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan untuk mengirim Firly ke luar negeri demi melanjutkan studi. Waktu berlalu, gadis tomboi itu pun tumbuh menjadi wanita anggun nan dewasa.Setelah lulus kuliah, Firly tidak pulang dan malah memilih menjelajahi dunia. Kini usianya sudah memasuki masa-masa menikah, Keluarga Haron pun khawatir dia tidak kunjung menetap. Oleh karena itu, mereka mendesaknya untuk pulang, mencari pekerjaan, dan tinggal sementara demi menemani