*Happy reading*
"Ya, udah. Kalau gitu Al berangkat dulu, ya, Mak."
"Iye, bae-bae lo di jalan, ya? Jan ngebut-ngebut. Inget lo tuh Alvaro, bukan Valentino Rossi. Jadi Emak gak mau lihat lo begayaan di jalanan. Bukan ape-ape, Emak mah takut lo pulang tinggal separo. Nanti gak ada yang bisa Emak banggain lagi di arisan RT."
Aku diam-diam mencebik kesal di belakang Emak. Saat mendengar nasihat bijaknya untuk Abang semata wayangku, Alvaro Ananta.
Gak usah kepo. Lapaknya ada di sebelah, kok. Tengokin aja kalau penasaran. Palingan kalian jatuh cinta.
Soalnya Abangku ini ganteng banget! Paling ganteng malahan di rumah ini, dan gak ada tandingannya satu pun. Kenapa? Karena memang cuma dia cowok satu-satunya di Rumah ini. Gak ada lagi.
Bapak?
Jangan bahas, nanti Emak aku ngamuk. Okeh!
"Iya, Mak. Al tahu, kok. Ya udah, Al berangkat, ya? Asalamualaikum," pamit Abang Al, lalu mencium punggung tangan Emak.
"Waalaikumsalam," balas Emak kemudian. Pun aku diam-diam. Soalnya aku gak ikut mengantar Abang Al tadi sampai depan rumah. Jadi, Emak gak tahu kalau sedang aku kepoin mereka. Eh!
Lagian, buat apa pula aku nganter Abang Al sampe depan mobilnya kek gitu? Emang aku istrinya? Itu sih, Emak Kanjeng aja yang memang lebay.
Maklum, anak kesayangan, cuy!
"Ngapin kamu di sana, Nur?!"
Eh, ayam! Reuwas aing!
Aku pun sontak berjengit kaget. Saat tahu-tahu Emak Kanjeng menghardikku begitu saja.
Asli! Nih emak keturunan ninja Hatori kayaknya, kagak ada suaranya pas dateng.
Bikin aku auto jantungan aja!
"Apa, sih, Mak. Orang Nur lagi ngaca, kok." Aku pun lalu pura-pura membenarkan hijabku, di depan cermin lemari pajangan.
Padahal aslinya, hijabku udah cetar membahana gini. Tegak berdiri tanpa ada yang bisa menggoyahkan. Jadi, udah gak perlu lagi dibenerin.
"Ngaca, mulu! Ganjen, lo!" cibir Emak, sambil mendaratkan pantatnya di sofa tamu, dan meraih remot tv untuk mencari stasiun sinetron kesayangannya.
Bisalah, sinetron catatan utang.
"Ih, sapa yang ganjen, coba? Orang cuma benerin hijab aja dikatain genjen. Di mana letak ganjennya, Mak?" Aku pun langsung protes, tentu saja. Karena Emak kalau ngomong gak ada saringannya.
"Iye, iye, terserah lo aja deh, Nur. Udah diem. Gue lagi nonton tv, jan ganggu konsentrasi gue. Nanti feelnya gak dapet."
Alah! Belagu tenan nih emak satu. Nonton sinetron aja pake bahas konsetrasi sama feel.
Orang alur ceritanya begitu-begitu terus tiap hari. Feel apalagi coba yang harus dicari. Feel gamparin valakor?
"Lagian, ngapa lo masih di rumah sih, jam segini? Kagak kerja lo?" tanya Emak lagi, tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun padaku.
Pokoknya, dia benar-benar khusyu sekali lihat tivi, tanpa perduli apapun lagi.
"Ini juga lagi nunggu Ojol, Mak," sahutku seadanya.
"Oh ...." Kali ini Emak hanya bergumam singkat. Karena mulai terbawa alur sinteron, yang sedang menayangkan sang aktris menangis tersedu, diiringi sountrack sejuta umat.
Hadew! Repot dah kalau punya Emak maniak sinetron gini. Apa aja di cuekin.
Baiklah. Karena Emak sudah tidak bisa diganggu, kayaknya aku mending pergi sekarang aja.
"Ya, udah. Nur berangkat ya, Mak?" pamitku kemudian.
"Iya, gih sono!" balas Emak yang malah mengusirku.
Tak ayal, aku pun langsung mendengus kesal, karena perlakuan pilih kasih Emak yang memang sudah biasa dia tunjukan selama ini.
Tenang saja, aku gak marah, kok. Karena aku udah biasa di perlakukan kek gini. Jadi ... asikin aja, Say!
Setelah meraih dan mencium punggung tangan Emak. Aku pun langsung melenggang riang ke arah gerbang rumah, demi menunggu Ojol pesananku.
Untungnya, aku gak harus menunggu lama, karena baru beberapa menit aku menunggu. Mobil pesananku sudah muncul tak jauh dari tempatku.
"Pagi, Mbak. Sesuai aplikasi, ya?" sapa Sang Sopir ramah, saat aku baru saja masuk bangku belakang mobil tersebut.
"Iya, Pak. Tepat di--"
Brak!
Blam!
"Pak buruan jalan, Pak!"
Lalu ucapabku sontak terhenti, saat tiba-tiba seseorang masuk ke sebelahku begitu saja, dan main asal perintah.
Orang itu memakai hodie hitam, dengan kupluk terpasang rapih, dan memakai masker yang menutupi area hidung hingga mulutnya.
Eh? Siapa ini? Seenaknya saja nyuruh-nyuruh orang. Dikata dia Boss, apa?
"Heh?! Kamu siapa? Seenaknya saja masuk mobil orang dan main asal perintah sembarangan. Ini mobil saya yang pesen, ya. Situ kok gak sopan banget maen asal serobot. Diajarin tata krama gak waktu di sekolah?"
Alhasil, aku pun langsung jualan elpiji diserobot seperti ini.
Soalnya, ini aku udah naik ojol mobil loh, biar keren dan gak usah berebut tempat duduk. Tapi, masih aja di serobot orang. Lah, apa bedanya nih mobil sama kopaja?
Merasa ditegur, orang itupun lalu melirik ke arahku dan seenaknya saja memindai aku, seperti ciki di swalayan. Membuat aku auto risih seketika.
Pengen ta' colok aja tuh mata abu-abunya.
Eh, tunggu! Benar juga sih, mata nih orang abu-abu, gaes! Cakep banget pokoknya. Tapi itu berarti, dia bukan orang Indonesia, dong?
Waduh, Jangan-jangan dia teroris!
"Sorry, tapi aku sedang buru-buru sekali saat ini. Nanti aku bayar uang bensinnya," ucapnya sopan, dengan napas yang agak tersengal.
Lah, nih teroris lagi bengek, ya?
Tetapi, tunggu dulu! Apa katanya barusan? Dia lagi lagi buru-buru. Buru-buru dulu apa, nih? Buru-buru kabur dari polisi, atau buru-buru minggat dari uberan warga?
Wah, gak bisa dibiarin kalau kayak gini!
"Enak, aja! Situ pikir saya miskin banget, sampe gak mampu bayar uang bensin si Mamang Ojol? Heh?! Gini-gini saya juga masih punya duit tibang beliin bensin doang, mah."
"Bukan begitu--"
"Lagian situ siapa, sih? Kenal kagak, akrab juga kagak, maen asal nyelonong aja, plus nawarin patungan gantiin uang bensin lagi. Situ buronan polisi, ya? Atau maling yang lagi diuber warga makanya buru-buru?"
"Bukan, saya bukan--"
"Kalau bukan buronan atau maling, terus situ siapa? Kenapa maen asal nyelonong?" cecarku tanpa henti.
Enak aja mau nyerobot aku. Gak semudah itu ya, bwambang!
"Ah, atau situ copet, ya? Keciduk lagi beraksi makanya--"
Set!
Grep!
Omelanku sontak terhenti, saat pria itu tiba-tiba membuka maskernya, dan merangkum wajahku dengan kedua tangan besarnya. Lalu ....
"Saya bukan buronan, maling, ataupun pencopet seperti yang kamu tuduhkan tadi. Saya cuma sedang buru-buru, karena ada meeting pagi hari ini. Jadi, bisa saya numpang mobil ini?" ucapnya lembut. Membuat aku linglung seketika.
Fix, dia memang bukan penjahat seperti yang aku tuduhkan tadi, melainkan Setan!
Sayangnya, setan ini gantengnya gak kaleng-kaleng. Bikin aku auto terhipnotis, dan tanpa sadar menepuk bahu Kang Sopir sambil bilang,
"Tarik deh, Mang!"
*Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka
*Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami