*Happy Reading*
Ammar Faqih Antonio
Entah sudah berapa kali, aku mendesah berat melihat nama yang ada di sebuah kartu nama tersebut.
Pasalnya, nih nama kek Indonesia banget, yee kan? Cuma, kenapa pemiliknya bule banget?
Mau tahu nama siapa itu?
Ck, ya nama siapa lagi kalau bukan nama Setan Ganteng, yang tadi pagi menghipnotis hingga aku linglung.
Saking linglungnya, aku sampai gak sadar nganterin dia sampai sebuah gedung perkantoran, setelahnya ditinggal begitu saja tanpa adanya kepastian.
Kan, sakit, ya?
Tetapi sebenarnya, bukan itu yang bikin kecewa. Karena sebenarnya yang aku sayangkan adalah, aku lupa minta uang bensin pada tuh Setan Ganteng!
Amsyong banget! Aku jadi harus bayar dua kali gara-gara itu. Karena si kang sopir juga gak mau rugi udah muter-muter nganterin kita berdua. Soalnya, jarak antara tujuanku di aplikasi dan tuh bule beda. Jadinya musti keluar bensin lebih. Belum lagi macet yang melanda.
Argh! Pokoknya kalau inget, aku jadi kesel sendiri sama tuh bule yang ninggalin aku gitu aja, tanpa ngasih uang bensin, dan malah cuma ninggalin kartu nama ini doang.
Faedahnya apa coba nih kartu? Dia mau minta aku hubungi dia duluan gitu?
Ish, emang aku cewek apakah mau nelpon cowok duluan? Sorry-sorry to say, ya? Gini-gini ekye mahal lho. Meski sering diobral Kanjeng Ratu pada kang bakso dan kang sate depan gang. Tetep aja, aku harus jual mahal. Apalagi sama bule kek dia. Betul, kan?
Ish! Sebel pokoknya aku.
"Woy, kembaran?"
Aku pun sontak menoleh ke arah samping. Saat mendengar seruan si Nur padaku.
Lah, iya. Namanya temanku emang Nur, juga. Makanya kami sering di panggil duo Nur sama si Intan. Tahu kan Intan itu siapa?
Yang gak tahu baca "Tante, mau kan jadi Mamaku?" dulu sono. Biar nyambung kita curhatnya.
"Udah lama, lo?" Si Nur bertanya, sambil mendaratkan pantat semoknya pada kursi di sebrangku.
"Menurut lo?" Aku balik bertanya, seraya memasukan kartu nama itu diam-diam ke dalam Tas.
Bisa berabe kalau si Nur tahu. Bukan takut di tikung, tapi takut makin di katain bodoh, perkara bensin tadi.
Sumpah! Aku masih kesel abis.
"Dilihat dari camilan yang udah abis sih ... kayaknya baru 15 menitan. Masih belum lama, jadi gue batal ngerasa bersalahnya."
Semprul nih orang! Udah telat banyak, masih aja banyak alesan.
"Sialan, lo! Gue udah satu jam lebih nungguin lo, bego!" hardikku kesal akhirnya, sambil melempar si Nur-- ck, gak enak banget yang manggilnya. Kek manggil diri sendiri.
Uhm ... ganti Hayati ajalah, biar enak manggilnya.
Nah, iya. Saking kesalnya aku langsung melempar si Hayati dengan tissu bekas di hadapanku. Membuat dia langsung misuh-misuh kesal.
"Jorok, lo! Ini pasti bekas remahan makanan di sudut bibir, yee kan?" kesalnya kemudian. Sambil melempar balik bekas tissu itu padaku.
Aku tak menjawab. Soalnya kalau dia tahu tuh tissu bekas ingus. Dia pasti lebih marah lagi. Jadi, keep silent aja.
"Bodo! Pokoknya gue kesel sama lo! Ngaret lo kebangetan soalnya. Bikin gue kek jones aja di cafe sendirian."
"Lah, lo bukannya emang jones ya, Nur?"
Eh, bener juga, sih! Ngapa aku bahas jones, coba? Itu sih sama aja ngatain diri sendiri.
"Gue emang jones. Tapi makin kelihatan jones gegara nungguin lo di sini. Lo gak liat, nih cafe isinya pasangan semua. Gue doang nih yang sendirian. Untung gak ada yang godain," keluhku kemudian dengan percaya diri. Membuat Si Hayati langsung mencebik kesal.
"Sok cakep, lo! Siapa juga yang mau godain lo? Kecuali kalau lo pakeannya kek gue." Hayati mengkode untuk memindai tampilannya. "Yakin, deh. Om-om girang pasti ngatre!" sambungnya, sambil mengibaskan rambut panjangnya ke belakang, memperlihatkan bahu putih mulusnya.
Saat ini, Hayati memang memakai baju model kemben tanpa tali. Dipadu rok mini setengah paha.
Heran aku, dia apa gak kedinginan ya pake-pakean gitu? Aku aja yang tutupan gini lumayan menggigil dari tadi. Soalnya nih cafe AC-nya kenceng banget. Bikin aku auto ngerasa masuk kulkas, waktu nungguin tadi.
Lah, si Hayati malah nongol kek abis mandi gitu, aka cuma kek andukan. Gimana aku gak heran, coba?
Tetapi, itu sih urusannya. Aku males debat soal penampilan. Soalnya itu haknya dia mau kek gimana juga. Semua orang punya hak dalam hal pilihan. Toh, udah gede ini, kan? Udah bisa tanggung jawab sama pilihannya.
Jadi, aku males ngomentarin apapun lagi soal gaya hidupnya. Mending kita balik topik aja, kuy!
"Iya dah yang calon artes. Gue mah apa atuh, cuma calon nyonya Sultan, dong."
Inget, ya! Ucapan itu adalah doa. Jadi jangan sampai merendahkan diri dengan remahan rengginang. Apalagi resresan tepung sagon. Duh, kalian gak mau sampai ucapan kalian jadi doa, kan?
Makanya, aku PD aja menjawab si Hayati. Meski langsung ditanggapi wanita itu dengan guliran mata jengah.
"Semerdeka elo aja dah, Nur!" balasnya dengan malas. "Udah jan bahas itu lagi. Nanti kita gak selesai-selesai sampai besok pagi. Mending, kita langsung bahas aja topik yang semalam kita bicarain. Gimana? Lo setuju, gak?" sambung Hayati kemudian.
"Gue sih setuju aja, sih. Cuma ... butuh modal berapa, ya? Tabungan gue udah tipis, nih. Takut gak nutup," aduku dengan jujur.
"Ck, itu mah gampang. Nanti malam kan malam jumat, Nur." Hayati menjawab dengan santai. Tapi ....
"Hubungannya kurang dana sama malam Jumat apa, Nur?" Aku pun auto kepo.
"Ck, bego lo gak sembuh-sembuh, ya?"
Asem, malah aku dikatain, lagi.
"Maksud gue, kan nanti malam lo bisa ngider, Nur. Entar biar gue yang jaga lilinnya. Okeh!"
Bangke!
Dikata aku babi ngepet apa?
*Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka
*Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami