Home / Romansa / Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku / Bab 10 Aku Bisa Putuskan Sendiri

Share

Bab 10 Aku Bisa Putuskan Sendiri

Author: Shanaya
Malam itu, Sasha tidur tidak nyenyak. Selain karena belum terbiasa dengan tempat tidur baru, alasan utamanya karena pikirannya terlalu penuh, membuatnya terus-menerus terbangun.

Pagi-pagi sekali dia sudah bangun. Begitu keluar kamar, dia melihat para pembantu sudah mulai sibuk.

Keluarga Khamauri memiliki pembantu khusus untuk belanja harian dan bahan-bahan masakan sudah diantar pagi ini. Dapur sudah mulai menyiapkan sarapan dan sisanya sedang bersih-bersih rumah.

Kemarin saat Sasha datang, raut wajah para pelayan terhadapnya sangat datar. Tidak bisa dibilang buruk, tetapi jelas tidak ramah.

Mungkin karena sudah mendapat instruksi dari seseorang, hari ini sikap mereka lebih baik. Mereka mengangguk dan menyapa, "Selamat pagi, Nona Sasha."

Sasha bertanya, "Semalam Cody sempat makan sesuatu nggak?"

"Ya, sempat," jawab pembantu. "Tuan Briar menemani sampai tengah malam dan dia sendiri yang menyuapi sampai habis."

Sasha bertanya lagi, "Sekarang aku boleh naik dan melihat keadaannya?"

Pembantu itu mengangguk. Lantai atas memang selalu ada yang berjaga 24 jam.

Sasha naik. Setelah melakukan sterilisasi di ujung tangga, dia memperlambat langkah kakinya saat berjalan ke pintu kamar Cody.

Anak itu masih tidur. Karena tertutup selimut, tubuh mungilnya nyaris tidak terlihat di atas tempat tidur besar itu.

Sasha mendekat ke sisi tempat tidur. Wajah kecil itu tampak pucat, bahkan dalam tidurnya terlihat tidak nyaman.

Dia menyentuh tangan kecil itu. Anak seusia Cody seharusnya punya tangan yang montok, tetapi tangan Cody justru kurus kering.

Sasha mengembuskan napas berat. Dadanya terasa sesak. Detik berikutnya, terdengar suara dari arah pintu. "Kamu di sini."

Dia terkejut dan menoleh. Ternyata Briar. Pria itu mengenakan setelan jas lengkap dan rambutnya disisir rapi.

Wajahnya memang sudah tampak dingin sejak awal. Dengan pakaian formal seperti itu, auranya semakin berwibawa.

Sasha mengecilkan suara. "Aku cuma mau lihat keadaannya."

Briar perlahan berjalan mendekat, menatap Cody selama beberapa detik. "Semalam dia baru bisa tidur setelah lewat tengah malam. Jangan buat dia bangun."

Mendengar itu, Sasha hanya bisa menurut dan ikut turun bersamanya.

Begitu sampai di lantai bawah, barulah dia sadar bahwa Nelly ternyata sudah datang. Wanita itu juga mengenakan setelan jas, sangat mirip dengan gaya di foto majalah keuangan yang dulu pernah dilihat Sasha.

Indah juga sudah bangun. Dia duduk di ruang tamu bersama Nelly. Entah apa yang dikatakan Nelly, hingga membuat ekspresi Indah tampak begitu lembut dan ramah.

Mendengar suara langkah kaki, Nelly menoleh. Tatapannya pertama kali jatuh ke arah Briar, lalu beberapa detik kemudian baru berpindah ke Sasha.

Sepertinya dia sudah tahu bahwa semalam Sasha menginap, jadi saat melihatnya pagi ini, dia tidak terkejut sedikit pun. Bahkan senyumannya tetap ada.

"Semalam aku sudah menghubungi dokter pengobatan tradisional yang kita bicarakan. Katanya dia akan datang pagi ini untuk memeriksa kondisi Nenek. Jadi, aku datang duluan untuk kasih tahu."

Briar hanya mengangguk, tidak banyak berbicara.

Kebetulan pembantu di dapur memberi tahu bahwa sarapan sudah siap. Mereka pun sama-sama menuju ruang makan.

Indah duduk di kursi utama. Briar duduk di kursi di sampingnya. Nelly langsung duduk di sebelah Briar, sementara Sasha duduk di seberangnya.

Sebelum makan, Indah bertanya, "Kamu sudah bicara ke orang tuamu soal keadaan di sini?"

Pertanyaan itu ditujukan kepada Sasha.

Sasha menjawab, "Mereka nggak bakal ikut campur. Aku bisa putuskan sendiri."

Indah mengangguk. "Baguslah kalau begitu."

Setelah itu, tak banyak percakapan. Mereka menyelesaikan sarapan dalam diam. Briar lalu bersiap berangkat kerja.

Nelly tidak ikut pergi. Dia bilang dokter itu sebentar lagi akan datang, jadi dia ingin menunggu hasil pemeriksaan dan berdiskusi soal pengobatan selanjutnya.

Indah berkata, "Kalau kamu sibuk, pergi saja. Nggak usah cemasin aku. Lia ada di sini, dia bisa urus semuanya."

"Nggak apa-apa, aku nggak sibuk," jawab Nelly sambil memeluk lengan Indah. "Aku sudah ambil cuti dari kantor. Ayah juga bilang aku boleh bantu di sini dulu. Urusan kantor bisa mereka atur."

Indah tak kuasa menahan tawa. "Sudah tua begini masih merepotkan kalian yang muda, rasanya nggak enak juga."

Nelly segera merespons dengan manja, "Aduh, Nenek, jangan bilang begitu. Sekarang nggak ada yang lebih penting dari kesehatan Nenek. Selama Nenek sehat, Briar juga bisa lebih tenang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 254 Keegoisan

    Indah sadar saat sore hari. Setelah diberi oksigen, kondisinya sudah membaik. Hanya saja, napasnya masih berat.Vanessa memanggil perawat. Dia dan perawat membantu Indah duduk bersandar di kepala ranjang.Indah bertanya, "Mana Damian?"Vanessa juga tidak tahu ke mana Damian pergi, jadi dia hanya berkata, "Ada urusan di perusahaan. Dia akan datang setelah urusannya selesai."Indah menunduk dan berpikir sejenak sebelum bertanya, "Dia pasti ketakutan, 'kan?"Vanessa tidak tahu harus berkata apa karena menurutnya tidak begitu. Damian memang khawatir, tetapi sama sekali tidak ketakutan. Namun, Vanessa tetap mengiakan. Dia lalu berbalik menuangkan air untuk Indah dan berucap, "Minum dulu."Indah menggenggam tangan Vanessa sambil menyesap sedikit. Ketika menoleh dan melihat buah tangan yang diletakkan di lemari, dia bertanya, "Siapa yang datang?"Vanessa menjawab, "Helena. Begitu dengar Ibu sakit, dia segera datang ke sini. ""Keluarga Kusman ya? Mereka berdua datang bersama?" tanya Indah ber

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 253 Gadis Kesayangan

    Setelah naik ke lantai atas, Briar tidak melihat Sasha di kamar Cody. Dia menemani bocah kecil itu bermain sebentar, lalu turun lagi ke kamar Sasha.Briar mencoba mendengar dari pintu, tetapi tidak terdengar suara di dalam. Dia membuka pintu dan masuk, lalu tertegun.Sasha tertidur di ranjang tanpa mengganti piama dan tidak memakai selimut. Ponsel masih berada di telapak tangannya. Sepertinya Sasha bermain ponsel sampai mengantuk dan tertidur.Dengan sedikit rasa ingin tertawa, Briar berjalan mendekat untuk menggendong Sasha dan meletakkannya dengan hati-hati.Sasha terbangun sebentar. Begitu membuka mata dan melihat Briar, dia memejamkan mata lagi, membiarkan Briar bertindak sesuka hati.Briar melepaskan pakaian Sasha, lalu membantunya mengganti piama. Ketika mengenakan piama, pandangannya tertuju pada perut Sasha. Perutnya masih rata saat tidur telentang, tidak terlihat tanda-tanda kehamilan.Namun, Briar tetap menunduk, menempelkan telinganya ke perut Sasha untuk mendengar suara di

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 252 Banyak Pasangan yang Hanya Terlihat Mesra

    Setelah berpikir sejenak, Briar menambahkan, "Kapan kamu pernah bilang hal yang bisa buat aku senang?"Briar menatap Sasha seraya berucap, "Kalau nggak mau bilang, ya sudah."Tangan yang tadinya bertumpu di samping kaki Sasha tiba-tiba diangkat. Briar meraih dagu Sasha untuk membuatnya menengadah, lalu langsung menciumnya.Mulut ini memang sering melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar, tetapi rasanya sangat nyaman saat dicium. Lembut, kenyal, dan sangat memikat.Sasha mendorong Briar dan menegur, "Minggir. Nanti ada orang yang masuk."Briar tidak peduli. Biarkan saja jika ada orang yang masuk dan melihatnya. Dia menindih Sasha dan membuatnya tidak bisa menghindar.Sasha tidak tahan untuk mengangkat kakinya. Lututnya tepat mengenai bagian bawah tubuh Briar. Briar tidak menghindar, seolah-olah yakin Sasha tidak akan menyerangnya.Sasha memang mengurungkan niatnya. Dia menurunkan kakinya, mengangkat tangan untuk mendorong Briar, dan memalingkan wajahnya.Briar menggigit bibir Sas

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 251 Dia Suka padaku, Itu Sudah Cukup

    Lantaran sudah membahas sampai sini, Rizky menambahkan, "Mungkin kamu juga nggak tertarik pada Nelly seperti aku. Tapi, aku dengar setelah kejadian empat tahun lalu, sikap Ayah sudah mulai melunak, nggak seperti Ibu yang masih bersikeras."Rizky menatap Briar sembari berujar, "Dulu, Ayah memilih beberapa gadis dengan latar belakang dan kepribadian yang baik. Ketika tanya pendapatmu, kamu nggak tertarik pada satu pun." Dia lalu bertanya dengan bingung, "Kenapa?"Briar berbalik membuka pintu mobil sambil membalas, "Kamu juga tahu soal itu? Itu cuma obrolan singkat kami berdua. Nggak ada yang anggap serius. Nggak kusangka kabar itu bisa sampai ke telingamu."Rizky tertawa, lalu ikut naik ke kursi penumpang depan dan menjelaskan, "Aku dengar dari Ibu. Dia bilang Ayah ikut campur, jadi mereka berdua mungkin sudah membahas hal ini diam-diam. Sepertinya Ayah bukan cuma asal bicara, tapi serius.""Begitu ya? Sudah berlalu terlalu lama. Aku sudah lupa," sahut Briar.Setelah mengencangkan sabuk

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 250 Mengapa Kamu Tidak Mau?

    Cody belum bangun dan masih tidur nyenyak. Sasha duduk di tepi ranjang, sementara Briar berdiri di depan jendela.Sekitar sepuluh menit kemudian, Wati tiba-tiba datang tergopoh-gopoh dan memanggil Briar. Dia berkata dengan sedikit panik bahwa telah terjadi sesuatu pada Indah.Briar berbalik dan bertanya dengan alis berkerut, "Ada apa?"Wati tidak bisa menjelaskan dengan terlalu baik. Dia hanya berkata bahwa kondisi Indah sedang tidak baik dan meminta Briar segera turun melihatnya.Mendengar itu, Sasha juga berdiri dan berjalan perlahan mengikuti Briar turun. Bukan karena mengkhawatirkan Indah, tetapi lebih karena penasaran.Saat mereka tiba, Damian sudah berada di kamar Indah dan sedang berjongkok di samping ranjang. Untuk pertama kalinya, Sasha melihat gejolak emosi di wajahnya. Pria itu terlihat sangat khawatir.Indah tergolek tak bergerak di ranjang dengan bibir membiru. Dia sadar dan matanya terbuka lebar. Mulutnya membuka dan menutup, tetapi tidak mampu bersuara terlalu keras.Riz

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 249 Sudah Ingat?

    Setelah keluar dari kelab, semua orang berbasi-basi sebentar di ruang terbuka di depan.Victor memutar lehernya ke kiri dan kanan, lalu menggerak-gerakkan kakinya. Dia berucap dengan raut malas, "Kalau begitu hari Senin saja. Aku akan menemui Pak Briar hari Senin dan membahas proyek yang kita bicarakan tadi lebih detail."Setelah Briar mengiakan, Victor mengibaskan tangannya dan berucap lagi, "Sudah, sudah. Pergilah."Pria itu sama sekali tidak memiliki aura seorang pebisnis, tetapi lebih mirip seperti kepala preman.Orang-orang tidak minum banyak, jadi tidak ada yang mabuk. Mereka mengangguk, berpamitan pada satu sama lain sebelum masuk ke mobil masing-masing.Briar merangkul Sasha ke mobil, lalu duduk di kursi penumpang di depan. Setelah duduk dengan nyaman, dia berkata, "Ayo jalan."Sasha memandang ke luar. Damian, Adeline, dan seorang asisten yang dibawa Damian masih berdiri di sana, menatap ke arah mereka tanpa bergerak.Keberadaan asisten Damian itu hampir tidak terasa di kelab t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status