Share

Bab 9 Tidak Tahu Malu

Author: Shanaya
"Aku bukannya ...." Sasha ingin menjelaskan, tetapi begitu kata-katanya sampai di ujung lidah, yang keluar hanya suara pelan. "Maaf, ini kelalaianku."

Memang salahnya. Dia seharusnya bisa memikirkan hal itu sejak awal.

Briar menatapnya dengan wajah dingin. "Aku bisa paham kalau kamu belum pernah mengurus dia, belum ada ikatan batin. Tapi melihat keadaannya sekarang, kalau saja kamu sedikit lebih peduli, kesalahan konyol seperti ini nggak akan terjadi."

Sasha berujar, "Maaf, ini nggak akan terjadi lagi."

Briar tak berkata apa-apa lagi. Dia berbalik dan masuk kembali ke kamar.

Pintu kamar dibiarkan terbuka. Sasha berdiri di ambang pintu, tidak bergerak.

Cody belum tidur. Begitu Briar mendekat, dia membuka mata dan malah menenangkan ayahnya, "Aku nggak apa-apa, Papa. Jangan khawatir."

Ekspresi Briar begitu lembut. Itu adalah sesuatu yang belum pernah dilihat Sasha sebelumnya. "Papa di sini, temani kamu."

Perasaan di hati Sasha menjadi rumit. Empat tahun lalu, Briar masih berusia 20-an tahun. Tiba-tiba, Briar harus menghadapi masalah dengannya dan sepuluh bulan kemudian menjadi seorang ayah.

Sampai sekarang pun, Sasha masih belum bisa menyesuaikan diri dengan statusnya. Namun, Briar? Dia sudah menjadi ayah yang layak.

Cody merasa tidak nyaman. Briar pun menggendongnya. Tubuh mungil itu meringkuk kecil dalam pelukannya.

Briar menunduk dan membisikkan sesuatu, lalu Sasha melihat Cody tertawa kecil. Tangan mungilnya terulur, menyentuh wajah ayahnya.

Sasha merasa dirinya benar-benar tidak dibutuhkan di ruangan itu. Setelah menunggu sebentar, dia diam-diam berbalik dan turun.

Begitu masuk kamar, dia membereskan barang-barangnya. Perutnya tiba-tiba berbunyi keras. Sejak pagi dia hanya sempat makan sedikit. Sampai sekarang belum makan apa-apa, jadi benar-benar tak tahan lagi.

Karena belum tahu pasti statusnya di rumah ini, dia pun merasa sungkan menyuruh pembantu untuk memasak. Setelah duduk sebentar di kamar, dia memberanikan diri keluar dan menuju dapur.

Di sana tidak ada makanan sisa. Dia membuka kulkas, tetapi isinya juga tidak banyak. Keluarga kaya seperti Keluarga Khamauri makan makanan segar setiap hari, jadi jarang menyimpan makanan beku.

Sasha akhirnya memilih sepotong daging steik dan dua butir telur. Dia memanaskan wajan dan mulai memasak. Saat telur sedang digoreng, seseorang datang.

Briar sebenarnya sudah mendengar suara dari tangga dan tahu itu adalah Sasha. Sejak membawanya langsung ke rumah ini sepulang kerja tadi, dia sudah menduga bahwa Sasha belum sempat makan.

Melihat dari kondisinya yang barusan, pasti sempat terjadi pertengkaran hebat juga. Mana mungkin ada waktu untuk makan.

Briar masuk ke dapur tanpa menatapnya. "Hal begini tinggal bilang saja ke pembantu."

Sasha terkejut dan agak canggung melihat bahwa itu adalah Briar. "Nggak apa-apa, aku juga bisa sendiri."

Briar membuka kulkas, mengambil sebotol air mineral, lalu pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

Sasha menghela napas lega. Setelah telurnya matang, dia tak pergi ke ruang makan, tetapi makan langsung di dapur dengan terburu-buru.

Setelah selesai, dia mencuci peralatan makan sendiri. Namun, karena tangannya terluka, air yang mengenai kulitnya terasa perih.

Tadi di rumah Keluarga Aldiano, Sasha benar-benar nekat. Kalau bukan karena tenaganya terbatas, bisa jadi ibu dan anak itu harus dirawat di rumah sakit beberapa hari.

Tiga tahun lalu, mereka membujuknya dengan alasan yang terdengar manis, yaitu demi masa depan anak. Itu sebabnya, dia dengan berat hati menyerahkan Cody yang baru lahir ke Keluarga Khamauri.

Saat itu, Sasha berpikir, bagaimanapun Cody adalah keturunan Keluarga Khamauri. Meskipun mereka tidak menyukai ibunya, tidak mungkin mereka memperlakukan anak itu dengan buruk, 'kan?

Ternyata memang benar, Keluarga Khamauri tidak menyakitinya. Yang bejat adalah Keluarga Aldiano. Mereka memperlakukan Cody seperti barang dagangan! Benar-benar tidak tahu malu!

Sasha membereskan dapur, lalu keluar dan berjalan menuju kamar. Kalau saja dia cukup kuat, hari ini dia pasti akan melawan Angga habis-habisan, meskipun itu adalah ayah kandungnya. Dia sudah terlalu lama bersabar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 254 Keegoisan

    Indah sadar saat sore hari. Setelah diberi oksigen, kondisinya sudah membaik. Hanya saja, napasnya masih berat.Vanessa memanggil perawat. Dia dan perawat membantu Indah duduk bersandar di kepala ranjang.Indah bertanya, "Mana Damian?"Vanessa juga tidak tahu ke mana Damian pergi, jadi dia hanya berkata, "Ada urusan di perusahaan. Dia akan datang setelah urusannya selesai."Indah menunduk dan berpikir sejenak sebelum bertanya, "Dia pasti ketakutan, 'kan?"Vanessa tidak tahu harus berkata apa karena menurutnya tidak begitu. Damian memang khawatir, tetapi sama sekali tidak ketakutan. Namun, Vanessa tetap mengiakan. Dia lalu berbalik menuangkan air untuk Indah dan berucap, "Minum dulu."Indah menggenggam tangan Vanessa sambil menyesap sedikit. Ketika menoleh dan melihat buah tangan yang diletakkan di lemari, dia bertanya, "Siapa yang datang?"Vanessa menjawab, "Helena. Begitu dengar Ibu sakit, dia segera datang ke sini. ""Keluarga Kusman ya? Mereka berdua datang bersama?" tanya Indah ber

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 253 Gadis Kesayangan

    Setelah naik ke lantai atas, Briar tidak melihat Sasha di kamar Cody. Dia menemani bocah kecil itu bermain sebentar, lalu turun lagi ke kamar Sasha.Briar mencoba mendengar dari pintu, tetapi tidak terdengar suara di dalam. Dia membuka pintu dan masuk, lalu tertegun.Sasha tertidur di ranjang tanpa mengganti piama dan tidak memakai selimut. Ponsel masih berada di telapak tangannya. Sepertinya Sasha bermain ponsel sampai mengantuk dan tertidur.Dengan sedikit rasa ingin tertawa, Briar berjalan mendekat untuk menggendong Sasha dan meletakkannya dengan hati-hati.Sasha terbangun sebentar. Begitu membuka mata dan melihat Briar, dia memejamkan mata lagi, membiarkan Briar bertindak sesuka hati.Briar melepaskan pakaian Sasha, lalu membantunya mengganti piama. Ketika mengenakan piama, pandangannya tertuju pada perut Sasha. Perutnya masih rata saat tidur telentang, tidak terlihat tanda-tanda kehamilan.Namun, Briar tetap menunduk, menempelkan telinganya ke perut Sasha untuk mendengar suara di

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 252 Banyak Pasangan yang Hanya Terlihat Mesra

    Setelah berpikir sejenak, Briar menambahkan, "Kapan kamu pernah bilang hal yang bisa buat aku senang?"Briar menatap Sasha seraya berucap, "Kalau nggak mau bilang, ya sudah."Tangan yang tadinya bertumpu di samping kaki Sasha tiba-tiba diangkat. Briar meraih dagu Sasha untuk membuatnya menengadah, lalu langsung menciumnya.Mulut ini memang sering melontarkan kata-kata yang kurang enak didengar, tetapi rasanya sangat nyaman saat dicium. Lembut, kenyal, dan sangat memikat.Sasha mendorong Briar dan menegur, "Minggir. Nanti ada orang yang masuk."Briar tidak peduli. Biarkan saja jika ada orang yang masuk dan melihatnya. Dia menindih Sasha dan membuatnya tidak bisa menghindar.Sasha tidak tahan untuk mengangkat kakinya. Lututnya tepat mengenai bagian bawah tubuh Briar. Briar tidak menghindar, seolah-olah yakin Sasha tidak akan menyerangnya.Sasha memang mengurungkan niatnya. Dia menurunkan kakinya, mengangkat tangan untuk mendorong Briar, dan memalingkan wajahnya.Briar menggigit bibir Sas

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 251 Dia Suka padaku, Itu Sudah Cukup

    Lantaran sudah membahas sampai sini, Rizky menambahkan, "Mungkin kamu juga nggak tertarik pada Nelly seperti aku. Tapi, aku dengar setelah kejadian empat tahun lalu, sikap Ayah sudah mulai melunak, nggak seperti Ibu yang masih bersikeras."Rizky menatap Briar sembari berujar, "Dulu, Ayah memilih beberapa gadis dengan latar belakang dan kepribadian yang baik. Ketika tanya pendapatmu, kamu nggak tertarik pada satu pun." Dia lalu bertanya dengan bingung, "Kenapa?"Briar berbalik membuka pintu mobil sambil membalas, "Kamu juga tahu soal itu? Itu cuma obrolan singkat kami berdua. Nggak ada yang anggap serius. Nggak kusangka kabar itu bisa sampai ke telingamu."Rizky tertawa, lalu ikut naik ke kursi penumpang depan dan menjelaskan, "Aku dengar dari Ibu. Dia bilang Ayah ikut campur, jadi mereka berdua mungkin sudah membahas hal ini diam-diam. Sepertinya Ayah bukan cuma asal bicara, tapi serius.""Begitu ya? Sudah berlalu terlalu lama. Aku sudah lupa," sahut Briar.Setelah mengencangkan sabuk

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 250 Mengapa Kamu Tidak Mau?

    Cody belum bangun dan masih tidur nyenyak. Sasha duduk di tepi ranjang, sementara Briar berdiri di depan jendela.Sekitar sepuluh menit kemudian, Wati tiba-tiba datang tergopoh-gopoh dan memanggil Briar. Dia berkata dengan sedikit panik bahwa telah terjadi sesuatu pada Indah.Briar berbalik dan bertanya dengan alis berkerut, "Ada apa?"Wati tidak bisa menjelaskan dengan terlalu baik. Dia hanya berkata bahwa kondisi Indah sedang tidak baik dan meminta Briar segera turun melihatnya.Mendengar itu, Sasha juga berdiri dan berjalan perlahan mengikuti Briar turun. Bukan karena mengkhawatirkan Indah, tetapi lebih karena penasaran.Saat mereka tiba, Damian sudah berada di kamar Indah dan sedang berjongkok di samping ranjang. Untuk pertama kalinya, Sasha melihat gejolak emosi di wajahnya. Pria itu terlihat sangat khawatir.Indah tergolek tak bergerak di ranjang dengan bibir membiru. Dia sadar dan matanya terbuka lebar. Mulutnya membuka dan menutup, tetapi tidak mampu bersuara terlalu keras.Riz

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 249 Sudah Ingat?

    Setelah keluar dari kelab, semua orang berbasi-basi sebentar di ruang terbuka di depan.Victor memutar lehernya ke kiri dan kanan, lalu menggerak-gerakkan kakinya. Dia berucap dengan raut malas, "Kalau begitu hari Senin saja. Aku akan menemui Pak Briar hari Senin dan membahas proyek yang kita bicarakan tadi lebih detail."Setelah Briar mengiakan, Victor mengibaskan tangannya dan berucap lagi, "Sudah, sudah. Pergilah."Pria itu sama sekali tidak memiliki aura seorang pebisnis, tetapi lebih mirip seperti kepala preman.Orang-orang tidak minum banyak, jadi tidak ada yang mabuk. Mereka mengangguk, berpamitan pada satu sama lain sebelum masuk ke mobil masing-masing.Briar merangkul Sasha ke mobil, lalu duduk di kursi penumpang di depan. Setelah duduk dengan nyaman, dia berkata, "Ayo jalan."Sasha memandang ke luar. Damian, Adeline, dan seorang asisten yang dibawa Damian masih berdiri di sana, menatap ke arah mereka tanpa bergerak.Keberadaan asisten Damian itu hampir tidak terasa di kelab t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status