Home / Romansa / Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku / Bab 14 Seharusnya Aku Panggil Kamu Kakak Ipar?

Share

Bab 14 Seharusnya Aku Panggil Kamu Kakak Ipar?

Author: Shanaya
Angga tidak mentransfer uang.

Sasha menunggu sampai waktu yang dijanjikan. Begitu lewat setengah jam, dia langsung menelepon polisi.

Setengah jam lagi berlalu, Angga akhirnya menelepon. Sasha menolak panggilannya. Dia menelepon lagi, Sasha menolak lagi ....

Setelah berulang lima sampai enam kali, barulah Angga berhenti. Sekitar satu menit kemudian, Sasha menerima notifikasi. Sejumlah uang masuk ke rekeningnya.

Uang itu dari Angga. Bersamaan, Angga juga mengirim pesan penuh ancaman, mengatakan tidak akan membiarkan Sasha begitu saja, bahkan akan langsung menghubungi bosnya agar hari itu juga dia dipecat.

Tidak hanya itu, dia juga mengancam bahwa Sasha tidak akan bisa mendapat pekerjaan di mana pun lagi.

Sasha tidak menggubris. Dia menelepon polisi untuk membatalkan laporan, lalu mentransfer uang ganti rugi kepada pemilik apartemen. Dia juga memberi tahu bahwa dia tidak akan menyewa tempat itu lagi dan akan mencari waktu untuk membersihkan barang-barangnya.

Namun, setelah Angga menghancurkan segalanya, mungkin tidak ada banyak barang yang tersisa.

Setelah menerima uang, sikap si pemilik apartemen langsung berubah. Dia berkata bahwa setelah pintu diganti, kunci baru akan dititipkan di pengelola gedung. Sasha bisa datang mengambil kapan saja.

Begitu telepon ditutup, Sasha menoleh ke arah Cody yang sedang duduk di kursi rotan. "Haus nggak?"

Hari ini dia mengajak si kecil berjemur di taman belakang. Cuacanya cerah, kolam koi kecil di taman pun bersinar indah. Tampak ikan-ikan gemuk yang berwarna-warni.

Cody sedang menabur makanan ikan. "Sedikit."

Di dekat mereka ada air hangat. Sasha menuangkannya dan membantu Cody minum. "Kalau ada bagian tubuh yang nggak nyaman, kasih tahu ya."

Cody langsung melemparkan seluruh makanan ikan ke dalam kolam. Setelah minum air, dia memutar tubuh dan merentangkan tangan ke arah Sasha.

Sasha mengangkatnya. Tubuh bocah berusia 3 tahun lebih ini terasa sangat ringan.

"Kamu ngantuk?" tanya Sasha.

Cody mengangguk. Dia mencari posisi nyaman di pelukan Sasha, lalu memejamkan mata. Sasha menepuk-nepuk punggungnya, mulutnya bersenandung tanpa sadar.

....

Briar dan Rizky baru tiba di gerbang taman belakang. Yang mereka lihat adalah pemandangan itu.

Perempuan itu memakai pakaian rumah sederhana, rambutnya digulung asal, beberapa helai tergerai di pipi. Dia menggendong anak kecil di pelukannya, wajahnya lembut, sambil menyenandungkan lagu tak dikenal.

Rizky menahan suaranya. "Itu cewek dari empat tahun lalu? Kok nggak ada yang bilang dia secantik ini?"

Dia terkekeh-kekeh. "Jauh lebih oke dari si Nelly."

Semua orang di Keluarga Khamauri, termasuk para pembantu, tahu bahwa Rizky tidak menyukai Nelly.

Kemudian, dia berkata lagi, "Kalau secantik ini, ngapain pakai bayi tabung? Mending hamil alami!"

Briar menoleh menatapnya. Rizky langsung bungkam.

Sasha menunggu sampai Cody benar-benar tertidur, baru berdiri dengan hati-hati.

"Biar aku saja." Tiba-tiba, suara seseorang terdengar dari belakang, membuatnya kaget.

Begitu berbalik dan melihat siapa yang datang, Sasha menghela napas lega. "Kamu sudah pulang?"

Rizky tersenyum santai, langsung memperkenalkan diri, "Aku anak kedua di Keluarga Khamauri."

Sasha sudah tahu. "Halo."

Rizky menggoda, "Aku panggil kamu apa dong? Langsung panggil Kakak Ipar?"

Setelah itu, dia tertawa puas seolah-olah candaannya sangat lucu. Namun, begitu menoleh, dia melihat Sasha dan Briar sama-sama menatapnya tanpa ekspresi.

Tawanya menguap. Dia menggaruk-garuk hidung dengan canggung. "Cuma bercanda, jangan dimasukkan ke hati ya."

Sasha kemudian memperkenalkan dirinya secara resmi.

Rizky tampak teringat sesuatu. "Oh, ya, ya, dari Keluarga Aldiano, aku ingat. Tiga tahun lalu ayahmu sering ke sini, katanya mau serahin Cody. Tapi setiap kali datang, selalu minta uang. Setiap kali minta, jumlahnya nambah terus. Kalau bukan karena aku ancam dia waktu itu, mungkin sampai sekarang nggak selesai-selesai."

Setelah berbicara, dia baru sadar topik ini mungkin menyinggung perasaan Sasha. Jadi, dia buru-buru menambahkan, "Aku cuma iseng bahas, aku memang cerewet orangnya. Jangan dimasukkan ke hati ya."

Sasha sama sekali tidak tersinggung. Justru saat itulah dia baru benar-benar paham, apa maksud semua ucapan Briar kepadanya tadi pagi.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 100 Kalian Lagi Merencanakan Kehamilan?

    Jangankan anggota Keluarga Khamauri, bahkan Afgan pun terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Apa kamu merasa nggak enak badan? Kelihatannya, kondisi tubuhmu baik-baik saja."Briar membalas, "Kami lagi mempersiapkan kehamilan. Apa aku perlu penyesuaian atau perawatan?"Afgan teringat kata-katanya saat terakhir datang. Dia melihat Sasha sambil bertanya, "Kalian lagi merencanakan kehamilan?"Afgan pun menambahkan sambil mengangguk, "Kalau begitu, kubantu periksa saja. Kehamilan adalah hal besar. Untuk persiapannya, sebaiknya benar-benar matang."Briar sudah melepas jasnya. Dia dengan perlahan membuka kancing lengan dan meletakkan tangannya di atas bantal untuk pemeriksaan denyut nadi.Proses pemeriksaan kali ini cukup cepat. Tak lama kemudian, Afgan memberi tahu, "Nggak ada masalah besar, tapi kondisimu memang kurang optimal. Kalau soal perawatan, sebenarnya nggak terlalu diperlukan. Yang penting kamu menghindari rokok, alkohol, dan bergadang. Kalau bisa melakukan hal-hal dasar itu dengan

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 99 Apa Denyut Nadiku Juga Perlu Diperiksa?

    Sasha duduk di kursi di tepi kolam ikan. Dia meletakkan Cody di pangkuannya. Sambil memeluknya dari belakang, dia membalas, "Aku juga merasa mereka nggak lapar."Cody bertanya lagi, "Mama, kenapa ikan-ikan ini berbeda dari gambar yang ada di buku?"Sasha tak bisa menahan tawa. Dia tak kuasa mencium pipi anaknya sebelum menimpali, "Papamu kaya, jadi ikan-ikan yang dia pelihara tentu saja berbeda dengan yang ada di buku."Briar dan Rizky sudah tiba di dekat mereka. Rizky berdecak sebelum berucap, "Kenapa semua pujian jatuh ke kakakku? Aku juga sering kasih makan ikan. Aku juga punya bagian dalam keberhasilan ini lho."Sasha terkejut dengan suara tiba-tiba itu. Dia menoleh dan melihat mereka berdua. Wanita itu pun berdiri dan bertanya, "Kenapa kalian datang ke sini?"Briar berjalan mendekat, lalu menggendong Cody sambil memberi tahu, "Sudah waktunya Cody minum obat."Cody segera merengek. Dia langsung menunduk dan menyembunyikan wajahnya di dada Briar. Bocah itu menolak, "Aku nggak mau mi

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 98 Kamu Ini Cukup Dramatis

    Indah memegang tasbih dan perlahan-lahan memutarnya di tangan, tanpa memandang ke arah Sasha. Namun, akhirnya dia berbicara, "Ada beberapa hal yang mau aku bicarakan denganmu."Kepala Indah tidak bergerak, hanya bola matanya yang melirik ke arah Sasha. Dia menatap wanita itu dengan ujung mata, lalu melanjutkan, "Aku nggak masalah kalau kamu bekerja, itu hakmu. Kamu bukan diikat oleh keluarga kami."Namun, Indah melanjutkan, "Aku sudah menyelidiki pekerjaanmu. Posisi yang kamu ambil itu cuma pekerjaan sampingan yang nggak terlalu penting, nggak punya masa depan, dan cuma pekerjaan bantu-bantu. Bisa dibilang cuma kerja keras tanpa hasil."Sasha tidak mengubah ekspresinya. Kata-kata Indah memang tidak enak didengar, tetapi itulah kenyataannya.Indah menarik napas dalam-dalam. Nada suaranya sedikit lebih lembut ketika menambahkan, "Tapi aku berharap, kamu bisa tahu mana yang lebih penting. Tubuhmu itu memang milikmu sendiri, tapi ingatlah bahwa keadaan Cody makin lama makin berisiko.""Seb

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 97 Hebat

    Wanita memang tidak sekuat pria dalam menahan pukulan. Trixie menangis sebentar sebelum akhirnya terdiam.Setengah menit kemudian, pintu kamar dibuka. Briar masih dengan penampilan yang sama seperti biasa. Dalam balutan setelan jas, dia terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang menyangka bahwa dia baru saja menghajar orang lain.Sasha sedikit memiringkan tubuh dan mengintip ke dalam kamar. Sayangnya, dia hanya melihat dua pria yang tergeletak di lantai. Batang hidung Trixie tidak kelihatan.Briar pun menutup pintu dengan tangan kiri, tanpa terburu-buru mengajak Sasha pergi. Dia bahkan sempat meluangkan waktu untuk melihat-lihat ruang tamu. Ada noda darah di sofa yang merupakan darah Dylon. Kotak P3K terjatuh di samping sofa dan isinya berserakan, sementara asbak tergeletak di tengah ruangan ....Briar terus mengamati sembari berbicara, "Lumayan hebat. Satu lawan tiga dan masih bisa bikin lawan pingsan."Dari nada Briar, jelas itu terdengar seperti sindiran. Mendengar itu, Sasha langsu

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 96 Jujur Saja, Rasanya Cukup Memuaskan

    Dylon memang terluka. Namun, siapa pun bisa mengerahkan kekuatan terpendam saat sangat marah atau ketakutan.Kekuatan Dylon sangat besar. Dia merangkul pinggang Sasha masuk ke kamar dan langsung melemparkannya ke ranjang. Sekujur tubuh dan wajah Dylon berlumuran darah. Dia menatap Sasha dengan mata merah sambil menggertakkan gigi. Penampilannya agak mengerikan.Trixie menutup pintu dan tidak lupa memerintahkan Dylon. Katanya, "Cepat bungkam mulutnya. Jangan biarkan dia teriak. Cepat!"Trixie bersandar di pintu, lalu menunjuk ke arah Sasha yang ada di atas ranjang. Jarinya gemetaran karena panik. Dia bertanya, "Bukannya dia minum banyak bir? Kenapa bisa sadar secepat ini?"Sepertinya Trixie juga merasa masalah ini cukup rumit dan sulit dibereskan. Dia menambahkan, "Sekarang kita harus bagaimana? Kalau sampai dia sebarkan masalah ini, kita berdua ...."Trixie tidak menyelesaikan ucapannya karena tiba-tiba ada hantaman dan suara keras dari belakangnya. Pintu ditendang hingga terbuka. Trix

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 95 Memangnya Kamu Bisa Apa?

    Dylon melirik ponsel di tangan Sasha, tetapi jelas dia tidak terlihat gentar. Dia hanya menggeleng keras, mencoba mengusir rasa pusing dari kepalanya. "Kamu rekam pembicaraan kita? Lalu kenapa?"Dia mendengus pelan. "Hal yang kamu lakukan ini, Charlotte juga pernah lakukan. Tapi hasilnya? Dia tetap nggak bisa menyentuhku sedikit pun."Darah di bagian belakang kepalanya masih terus mengalir, kaus dalam putih yang dia kenakan sudah mulai berubah warna karena dibasahi darah. Dia pun sadar bahwa membiarkan lukanya mengalir begitu saja bukan pilihan. Dia berniat bangkit dan mencari kotak P3K.Namun, setelah beberapa kali mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri, dia tetap gagal. Rasa sakit yang tadinya tertunda kini mulai menyerang hebat dan membuatnya terengah-engah. Pelipisnya berdenyut hebat dan seluruh kepalanya terasa seperti hendak meledak.Dylon mengangkat tangannya menunjuk ke suatu arah. "Carikan ... carikan aku ...."Belum sempat ucapannya selesai, dari arah pintu terdengar suara k

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status