Share

Bab 15 Aku Juga Tidak Tahu

Author: Shanaya
Briar jelas tidak ingin Rizky terus berbicara. Dia berbalik, menggendong Cody, dan berjalan menuju bangunan utama. "Kita ke atas dulu temui Nenek, biar Nenek tahu kamu sudah pulang. Dua hari ini Nenek terus sebut-sebut kamu."

Mereka masuk ke ruang tamu. Indah sedang berbaring di kamar. Lia berkata bahwa kepala Indah sakit hebat, jadi tidak akan turun makan siang dan akan dibawakan ke atas nanti.

Begitu melihat Rizky, Lia menyapa, "Tuan Rizky sudah pulang. Nyonya Indah sepertinya sedang tidur. Sebaiknya nanti baru naik."

Rizky mengangguk. "Aku bawa oleh-oleh dari tempat dinas kemarin, nanti malam aku kasih ke Nenek."

Cody dibawa ke kamarnya. Setelah itu, mereka semua berkumpul di ruang makan untuk makan.

Sasha duduk agak jauh dari yang lain. Rizky beberapa kali melirik diam-diam ke arahnya. Kelihatan jelas dia sudah mencoba menahan diri, tetapi akhirnya tetap tak tahan. "Eh, kejadian empat tahun lalu itu sebenarnya ide siapa?"

Begitu berbicara, seolah-olah tersadar akan sesuatu, dia menoleh ke Briar. "Jangan marah ya, aku cuma penasaran. Kamu sendiri nggak penasaran?"

Briar hanya berkata, "Kamu ikut proyek yang dipegang Wirya. Bereskan dan serahkan semua pekerjaanmu hari ini. Mulai besok, kamu cuma urus proyek itu."

"Serius, Kak?" Rizky menatap Briar. Saat tak mendapat respons, ekspresinya langsung berubah. "Jangan dong!"

Dia sampai lupa makan, menyatukan kedua tangannya sambil berucap, "Aku salah, aku nggak bakal tanya-tanya lagi. Wirya itu menyebalkan, nggak mau dengar siapa pun kecuali kamu. Kalau aku yang pegang, aku bisa mati berdiri di sana. Aku nggak mau. Tolong ampuni aku."

"Aku nggak tahu." Sasha akhirnya berbicara. Kedua pria itu langsung menoleh menatapnya. Dia melanjutkan, "Waktu itu aku mabuk. Ada pelayan yang bilang mau bawa aku ke kamar buat istirahat. Ya aku ikut saja."

Rizky berseru pelan, lalu menoleh ke Briar dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu. Namun, begitu melihat wajah Briar yang dingin dan kaku, ekspresi jahilnya langsung menghilang dan menjadi serius.

Dia berdeham pelan dua kali. "Oh, begitu ya ...."

Tadinya dia masih ingin bertanya, tetapi melihat Briar masih menatapnya tanpa ekspresi, dia langsung menutup mulut.

Sasha hanya menjelaskan satu kalimat. Entah mereka percaya atau tidak, terserah.

Topik itu jelas membuat suasana menjadi kaku. Tak ada yang berbicara lagi, semua makan dalam diam.

Setelah selesai makan, Briar menatap Sasha. "Pekerjaanmu itu ...."

"Aku sudah resign," jawab Sasha. "Bukan posisi penting, bisa diganti kapan saja. Mereka sudah menyetujui pengunduran diriku."

Dia menelepon langsung ke tempat kerja dan manajernya sempat kaget. Namun, manajernya itu langsung menyetujui dan bahkan berkata, "Kebetulan aku juga ingin bicara soal ini."

Jelas, Angga sudah lebih dulu memberi peringatan ke pihak perusahaan. Padahal dulu Angga mendapat uang besar dengan menjual Cody. Setelah itu, bisnisnya lancar dan koneksinya luas. Namun, akhirnya semua itu dipakai untuk menyerangnya. Ironis sekali.

....

Menjelang malam, Nelly datang lagi. Namun, Briar belum pulang, jadi kedatangannya sia-sia. Dia ingin menemui Indah, tetapi karena sakit kepala Indah tak kunjung reda, dia juga tidak bisa apa-apa.

Akhirnya, dia hanya bisa naik dan menemani Cody sebentar. Hanya beberapa menit berlalu, dia sudah pergi.

Sasha kebetulan berada di kamarnya dan bisa melihat punggung Nelly saat dia meninggalkan rumah.

Tak lama setelah itu, Nelly menjauh sedikit, mengeluarkan ponsel, menerima panggilan, lalu tampak terburu-buru saat meninggalkan tempat itu.

Malam hari, Sasha makan sendiri. Setelah itu, dia naik dan membacakan cerita untuk Cody sebentar, lalu turun lagi untuk bersih-bersih dan istirahat.

Kata kepala pelayan, malam ini Briar dan Rizky ada pesta, entah jam berapa akan pulang. Sasha tak ambil pusing. Dia tidur lebih awal.

Namun, tak lama setelah tertidur, dia terbangun karena merasa sesak. Begitu membuka mata, dia panik. Ada seseorang menindih tubuhnya dan satu tangan orang itu sudah menyusup masuk ke piamanya.

Sasha nyaris menjerit, tetapi orang itu lebih dulu berkata, "Ini aku."

Itu Briar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 100 Kalian Lagi Merencanakan Kehamilan?

    Jangankan anggota Keluarga Khamauri, bahkan Afgan pun terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Apa kamu merasa nggak enak badan? Kelihatannya, kondisi tubuhmu baik-baik saja."Briar membalas, "Kami lagi mempersiapkan kehamilan. Apa aku perlu penyesuaian atau perawatan?"Afgan teringat kata-katanya saat terakhir datang. Dia melihat Sasha sambil bertanya, "Kalian lagi merencanakan kehamilan?"Afgan pun menambahkan sambil mengangguk, "Kalau begitu, kubantu periksa saja. Kehamilan adalah hal besar. Untuk persiapannya, sebaiknya benar-benar matang."Briar sudah melepas jasnya. Dia dengan perlahan membuka kancing lengan dan meletakkan tangannya di atas bantal untuk pemeriksaan denyut nadi.Proses pemeriksaan kali ini cukup cepat. Tak lama kemudian, Afgan memberi tahu, "Nggak ada masalah besar, tapi kondisimu memang kurang optimal. Kalau soal perawatan, sebenarnya nggak terlalu diperlukan. Yang penting kamu menghindari rokok, alkohol, dan bergadang. Kalau bisa melakukan hal-hal dasar itu dengan

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 99 Apa Denyut Nadiku Juga Perlu Diperiksa?

    Sasha duduk di kursi di tepi kolam ikan. Dia meletakkan Cody di pangkuannya. Sambil memeluknya dari belakang, dia membalas, "Aku juga merasa mereka nggak lapar."Cody bertanya lagi, "Mama, kenapa ikan-ikan ini berbeda dari gambar yang ada di buku?"Sasha tak bisa menahan tawa. Dia tak kuasa mencium pipi anaknya sebelum menimpali, "Papamu kaya, jadi ikan-ikan yang dia pelihara tentu saja berbeda dengan yang ada di buku."Briar dan Rizky sudah tiba di dekat mereka. Rizky berdecak sebelum berucap, "Kenapa semua pujian jatuh ke kakakku? Aku juga sering kasih makan ikan. Aku juga punya bagian dalam keberhasilan ini lho."Sasha terkejut dengan suara tiba-tiba itu. Dia menoleh dan melihat mereka berdua. Wanita itu pun berdiri dan bertanya, "Kenapa kalian datang ke sini?"Briar berjalan mendekat, lalu menggendong Cody sambil memberi tahu, "Sudah waktunya Cody minum obat."Cody segera merengek. Dia langsung menunduk dan menyembunyikan wajahnya di dada Briar. Bocah itu menolak, "Aku nggak mau mi

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 98 Kamu Ini Cukup Dramatis

    Indah memegang tasbih dan perlahan-lahan memutarnya di tangan, tanpa memandang ke arah Sasha. Namun, akhirnya dia berbicara, "Ada beberapa hal yang mau aku bicarakan denganmu."Kepala Indah tidak bergerak, hanya bola matanya yang melirik ke arah Sasha. Dia menatap wanita itu dengan ujung mata, lalu melanjutkan, "Aku nggak masalah kalau kamu bekerja, itu hakmu. Kamu bukan diikat oleh keluarga kami."Namun, Indah melanjutkan, "Aku sudah menyelidiki pekerjaanmu. Posisi yang kamu ambil itu cuma pekerjaan sampingan yang nggak terlalu penting, nggak punya masa depan, dan cuma pekerjaan bantu-bantu. Bisa dibilang cuma kerja keras tanpa hasil."Sasha tidak mengubah ekspresinya. Kata-kata Indah memang tidak enak didengar, tetapi itulah kenyataannya.Indah menarik napas dalam-dalam. Nada suaranya sedikit lebih lembut ketika menambahkan, "Tapi aku berharap, kamu bisa tahu mana yang lebih penting. Tubuhmu itu memang milikmu sendiri, tapi ingatlah bahwa keadaan Cody makin lama makin berisiko.""Seb

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 97 Hebat

    Wanita memang tidak sekuat pria dalam menahan pukulan. Trixie menangis sebentar sebelum akhirnya terdiam.Setengah menit kemudian, pintu kamar dibuka. Briar masih dengan penampilan yang sama seperti biasa. Dalam balutan setelan jas, dia terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang menyangka bahwa dia baru saja menghajar orang lain.Sasha sedikit memiringkan tubuh dan mengintip ke dalam kamar. Sayangnya, dia hanya melihat dua pria yang tergeletak di lantai. Batang hidung Trixie tidak kelihatan.Briar pun menutup pintu dengan tangan kiri, tanpa terburu-buru mengajak Sasha pergi. Dia bahkan sempat meluangkan waktu untuk melihat-lihat ruang tamu. Ada noda darah di sofa yang merupakan darah Dylon. Kotak P3K terjatuh di samping sofa dan isinya berserakan, sementara asbak tergeletak di tengah ruangan ....Briar terus mengamati sembari berbicara, "Lumayan hebat. Satu lawan tiga dan masih bisa bikin lawan pingsan."Dari nada Briar, jelas itu terdengar seperti sindiran. Mendengar itu, Sasha langsu

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 96 Jujur Saja, Rasanya Cukup Memuaskan

    Dylon memang terluka. Namun, siapa pun bisa mengerahkan kekuatan terpendam saat sangat marah atau ketakutan.Kekuatan Dylon sangat besar. Dia merangkul pinggang Sasha masuk ke kamar dan langsung melemparkannya ke ranjang. Sekujur tubuh dan wajah Dylon berlumuran darah. Dia menatap Sasha dengan mata merah sambil menggertakkan gigi. Penampilannya agak mengerikan.Trixie menutup pintu dan tidak lupa memerintahkan Dylon. Katanya, "Cepat bungkam mulutnya. Jangan biarkan dia teriak. Cepat!"Trixie bersandar di pintu, lalu menunjuk ke arah Sasha yang ada di atas ranjang. Jarinya gemetaran karena panik. Dia bertanya, "Bukannya dia minum banyak bir? Kenapa bisa sadar secepat ini?"Sepertinya Trixie juga merasa masalah ini cukup rumit dan sulit dibereskan. Dia menambahkan, "Sekarang kita harus bagaimana? Kalau sampai dia sebarkan masalah ini, kita berdua ...."Trixie tidak menyelesaikan ucapannya karena tiba-tiba ada hantaman dan suara keras dari belakangnya. Pintu ditendang hingga terbuka. Trix

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 95 Memangnya Kamu Bisa Apa?

    Dylon melirik ponsel di tangan Sasha, tetapi jelas dia tidak terlihat gentar. Dia hanya menggeleng keras, mencoba mengusir rasa pusing dari kepalanya. "Kamu rekam pembicaraan kita? Lalu kenapa?"Dia mendengus pelan. "Hal yang kamu lakukan ini, Charlotte juga pernah lakukan. Tapi hasilnya? Dia tetap nggak bisa menyentuhku sedikit pun."Darah di bagian belakang kepalanya masih terus mengalir, kaus dalam putih yang dia kenakan sudah mulai berubah warna karena dibasahi darah. Dia pun sadar bahwa membiarkan lukanya mengalir begitu saja bukan pilihan. Dia berniat bangkit dan mencari kotak P3K.Namun, setelah beberapa kali mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri, dia tetap gagal. Rasa sakit yang tadinya tertunda kini mulai menyerang hebat dan membuatnya terengah-engah. Pelipisnya berdenyut hebat dan seluruh kepalanya terasa seperti hendak meledak.Dylon mengangkat tangannya menunjuk ke suatu arah. "Carikan ... carikan aku ...."Belum sempat ucapannya selesai, dari arah pintu terdengar suara k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status