Beranda / Romansa / Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku / Bab 5 Aku Setuju dengan Saran Dokter

Share

Bab 5 Aku Setuju dengan Saran Dokter

Penulis: Shanaya
Briar duduk di sisi tempat tidur Cody, menatap wajah mungil anak itu yang tidurnya tampak tidak tenang. Ekspresinya rumit.

Tak lama kemudian, pintu diketuk dan dibuka oleh Lia, pembantu pribadi Indah. Dia datang memberi tahu bahwa Nelly hendak pulang.

Nelly datang dengan mobilnya sendiri, tetapi Indah meminta Briar untuk mengantar Nelly pulang. Lia datang untuk menyampaikan pesan itu.

Briar membetulkan selimut Cody terlebih dulu, lalu turun. Nelly berdiri di ambang pintu ruang tamu, menghadap ke luar. Ketika mendengar suara langkah kaki, dia cepat-cepat mengusap matanya.

Briar mendekat. "Ayo."

Mereka berjalan ke area parkir. Satu di depan, satu di belakang. Begitu masuk mobil, Nelly berbicara lebih dulu, "Nenek sudah bilang ke aku, sumsum tulang belakang Sasha nggak cocok dengan Cody."

Dia menoleh pada Briar. "Keluarga Aldiano yang lain 'kan belum diperiksa. Gimana kalau coba minta mereka tes juga? Siapa tahu ada yang cocok."

Briar menyalakan mobil. "Mereka sudah pernah ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Aku diam-diam menyuruh orang mengambil sampel untuk dicocokkan."

Dia menambahkan, "Hasilnya, nggak ada yang cocok."

Nelly terdiam. Butuh waktu beberapa detik sebelum akhirnya dia menjawab pelan, "Begitu ya ...."

Dia menggigit bibir, seolah-olah menimbang sesuatu. "Kalau memang nggak ada jalan lain, berarti harus ikuti saran dokter dan punya anak lagi. Sekarang ini teknologi sudah maju, bayi tabung juga gampang, cuma butuh biaya lebih besar."

"Lagi pula, aku yakin Sasha juga pasti setuju. Dulu waktu kejadian itu saja mereka tetap melahirkan Cody, lalu diserahkan demi uang. Itu bukti kalau demi uang, mereka ...."

Sebelum kalimat itu selesai, Briar sontak menginjak gas. Dorongan ke belakang terasa kuat dan tiba-tiba, membuat ucapan Nelly langsung terhenti.

Dia tahu Briar marah. Marah karena dia mengungkit kejadian empat tahun lalu lagi. Kalau dulu, dia pasti sudah tahu diri dan diam. Namun hari ini, dia tidak bisa menahan diri.

Begitu mobil mulai menuruni jalan pegunungan, Nelly berucap lagi, "Aku kenal dokter yang khusus menangani program kehamilan dan sudah bantu banyak pasangan. Kalau kamu mau, besok aku bisa coba hubungi dokter itu."

Briar mengerutkan kening, melirik ke arahnya sekilas dengan tatapan dingin. "Nggak usah."

Kemudian, dia kembali fokus ke jalan. "Aku sudah tanya dokter. Cody nggak bisa nunggu lama."

Nelly membuka mulut, tetapi tak ada kata yang keluar.

Beberapa detik kemudian, dia menoleh ke jendela dan menarik napas dalam-dalam beberapa kali, berusaha menjaga suaranya tetap stabil. "Benar juga ... Cody nggak bisa nunggu lagi."

Sebenarnya Indah sudah memberitahunya semua itu, tetapi dia belum bisa menerima. Dia masih berharap bisa membujuk Briar, siapa tahu Briar juga enggan melakukannya.

Mobil pun tiba di depan rumah lama Keluarga Kusman. Nelly turun, lalu berdiri membelakangi mobil selama beberapa detik. Tiba-tiba, dia berbalik, membungkuk sedikit, seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Dia mengetuk kaca mobil dan bertanya dengan nada santai, "Besok kamu ada waktu nggak? Makan siang bareng yuk?"

"Nggak bisa," jawab Briar. "Beberapa hari ke depan, aku sibuk."

Mata Nelly masih memerah, tetapi dia tetap memaksakan senyuman, membuatnya terlihat rapuh dan menyedihkan. "Oke deh. Hati-hati di jalan ya."

Briar tidak menjawab. Dia langsung menyalakan mesin dan pergi begitu saja.

Nelly masih berdiri di tempat yang sama, memandang mobil itu sampai benar-benar hilang dari pandangan. Ekspresinya yang tadi tenang langsung lenyap. Dengan wajah suram, dia berjalan cepat ke dalam rumah.

Begitu sampai di ruang tamu, dia langsung melemparkan tasnya ke sofa. Ada orang lain di ruang tamu yang terkejut dengan sikapnya. "Nelly, kamu kenapa?"

Nelly menatap orang itu dengan mata berkaca-kaca, penuh keluhan dan amarah. "Kenapa empat tahun lalu kamu menyuruhku lakuin hal itu? Kamu tahu nggak, kamu sudah menghancurkan hidupku."

....

Tak lama setelah Briar pergi, ponselnya berdering. Dia mengeluarkannya dan melihat layar, lalu menerima panggilan. "Halo."

Di ujung sana, terdengar angin berdesir. Sasha berkata, "Pak Briar, aku sudah pertimbangkan baik-baik. Aku setuju dengan saran dokter."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 100 Kalian Lagi Merencanakan Kehamilan?

    Jangankan anggota Keluarga Khamauri, bahkan Afgan pun terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Apa kamu merasa nggak enak badan? Kelihatannya, kondisi tubuhmu baik-baik saja."Briar membalas, "Kami lagi mempersiapkan kehamilan. Apa aku perlu penyesuaian atau perawatan?"Afgan teringat kata-katanya saat terakhir datang. Dia melihat Sasha sambil bertanya, "Kalian lagi merencanakan kehamilan?"Afgan pun menambahkan sambil mengangguk, "Kalau begitu, kubantu periksa saja. Kehamilan adalah hal besar. Untuk persiapannya, sebaiknya benar-benar matang."Briar sudah melepas jasnya. Dia dengan perlahan membuka kancing lengan dan meletakkan tangannya di atas bantal untuk pemeriksaan denyut nadi.Proses pemeriksaan kali ini cukup cepat. Tak lama kemudian, Afgan memberi tahu, "Nggak ada masalah besar, tapi kondisimu memang kurang optimal. Kalau soal perawatan, sebenarnya nggak terlalu diperlukan. Yang penting kamu menghindari rokok, alkohol, dan bergadang. Kalau bisa melakukan hal-hal dasar itu dengan

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 99 Apa Denyut Nadiku Juga Perlu Diperiksa?

    Sasha duduk di kursi di tepi kolam ikan. Dia meletakkan Cody di pangkuannya. Sambil memeluknya dari belakang, dia membalas, "Aku juga merasa mereka nggak lapar."Cody bertanya lagi, "Mama, kenapa ikan-ikan ini berbeda dari gambar yang ada di buku?"Sasha tak bisa menahan tawa. Dia tak kuasa mencium pipi anaknya sebelum menimpali, "Papamu kaya, jadi ikan-ikan yang dia pelihara tentu saja berbeda dengan yang ada di buku."Briar dan Rizky sudah tiba di dekat mereka. Rizky berdecak sebelum berucap, "Kenapa semua pujian jatuh ke kakakku? Aku juga sering kasih makan ikan. Aku juga punya bagian dalam keberhasilan ini lho."Sasha terkejut dengan suara tiba-tiba itu. Dia menoleh dan melihat mereka berdua. Wanita itu pun berdiri dan bertanya, "Kenapa kalian datang ke sini?"Briar berjalan mendekat, lalu menggendong Cody sambil memberi tahu, "Sudah waktunya Cody minum obat."Cody segera merengek. Dia langsung menunduk dan menyembunyikan wajahnya di dada Briar. Bocah itu menolak, "Aku nggak mau mi

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 98 Kamu Ini Cukup Dramatis

    Indah memegang tasbih dan perlahan-lahan memutarnya di tangan, tanpa memandang ke arah Sasha. Namun, akhirnya dia berbicara, "Ada beberapa hal yang mau aku bicarakan denganmu."Kepala Indah tidak bergerak, hanya bola matanya yang melirik ke arah Sasha. Dia menatap wanita itu dengan ujung mata, lalu melanjutkan, "Aku nggak masalah kalau kamu bekerja, itu hakmu. Kamu bukan diikat oleh keluarga kami."Namun, Indah melanjutkan, "Aku sudah menyelidiki pekerjaanmu. Posisi yang kamu ambil itu cuma pekerjaan sampingan yang nggak terlalu penting, nggak punya masa depan, dan cuma pekerjaan bantu-bantu. Bisa dibilang cuma kerja keras tanpa hasil."Sasha tidak mengubah ekspresinya. Kata-kata Indah memang tidak enak didengar, tetapi itulah kenyataannya.Indah menarik napas dalam-dalam. Nada suaranya sedikit lebih lembut ketika menambahkan, "Tapi aku berharap, kamu bisa tahu mana yang lebih penting. Tubuhmu itu memang milikmu sendiri, tapi ingatlah bahwa keadaan Cody makin lama makin berisiko.""Seb

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 97 Hebat

    Wanita memang tidak sekuat pria dalam menahan pukulan. Trixie menangis sebentar sebelum akhirnya terdiam.Setengah menit kemudian, pintu kamar dibuka. Briar masih dengan penampilan yang sama seperti biasa. Dalam balutan setelan jas, dia terlihat tenang dan santai. Tidak ada yang menyangka bahwa dia baru saja menghajar orang lain.Sasha sedikit memiringkan tubuh dan mengintip ke dalam kamar. Sayangnya, dia hanya melihat dua pria yang tergeletak di lantai. Batang hidung Trixie tidak kelihatan.Briar pun menutup pintu dengan tangan kiri, tanpa terburu-buru mengajak Sasha pergi. Dia bahkan sempat meluangkan waktu untuk melihat-lihat ruang tamu. Ada noda darah di sofa yang merupakan darah Dylon. Kotak P3K terjatuh di samping sofa dan isinya berserakan, sementara asbak tergeletak di tengah ruangan ....Briar terus mengamati sembari berbicara, "Lumayan hebat. Satu lawan tiga dan masih bisa bikin lawan pingsan."Dari nada Briar, jelas itu terdengar seperti sindiran. Mendengar itu, Sasha langsu

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 96 Jujur Saja, Rasanya Cukup Memuaskan

    Dylon memang terluka. Namun, siapa pun bisa mengerahkan kekuatan terpendam saat sangat marah atau ketakutan.Kekuatan Dylon sangat besar. Dia merangkul pinggang Sasha masuk ke kamar dan langsung melemparkannya ke ranjang. Sekujur tubuh dan wajah Dylon berlumuran darah. Dia menatap Sasha dengan mata merah sambil menggertakkan gigi. Penampilannya agak mengerikan.Trixie menutup pintu dan tidak lupa memerintahkan Dylon. Katanya, "Cepat bungkam mulutnya. Jangan biarkan dia teriak. Cepat!"Trixie bersandar di pintu, lalu menunjuk ke arah Sasha yang ada di atas ranjang. Jarinya gemetaran karena panik. Dia bertanya, "Bukannya dia minum banyak bir? Kenapa bisa sadar secepat ini?"Sepertinya Trixie juga merasa masalah ini cukup rumit dan sulit dibereskan. Dia menambahkan, "Sekarang kita harus bagaimana? Kalau sampai dia sebarkan masalah ini, kita berdua ...."Trixie tidak menyelesaikan ucapannya karena tiba-tiba ada hantaman dan suara keras dari belakangnya. Pintu ditendang hingga terbuka. Trix

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 95 Memangnya Kamu Bisa Apa?

    Dylon melirik ponsel di tangan Sasha, tetapi jelas dia tidak terlihat gentar. Dia hanya menggeleng keras, mencoba mengusir rasa pusing dari kepalanya. "Kamu rekam pembicaraan kita? Lalu kenapa?"Dia mendengus pelan. "Hal yang kamu lakukan ini, Charlotte juga pernah lakukan. Tapi hasilnya? Dia tetap nggak bisa menyentuhku sedikit pun."Darah di bagian belakang kepalanya masih terus mengalir, kaus dalam putih yang dia kenakan sudah mulai berubah warna karena dibasahi darah. Dia pun sadar bahwa membiarkan lukanya mengalir begitu saja bukan pilihan. Dia berniat bangkit dan mencari kotak P3K.Namun, setelah beberapa kali mencoba menopang tubuhnya untuk berdiri, dia tetap gagal. Rasa sakit yang tadinya tertunda kini mulai menyerang hebat dan membuatnya terengah-engah. Pelipisnya berdenyut hebat dan seluruh kepalanya terasa seperti hendak meledak.Dylon mengangkat tangannya menunjuk ke suatu arah. "Carikan ... carikan aku ...."Belum sempat ucapannya selesai, dari arah pintu terdengar suara k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status