Share

Bab 6 Dia Bukan Pacarku

Auteur: Shanaya
Sasha sedang menunggu di depan gerbang kompleks saat Briar datang. Mobilnya langsung berhenti tepat di sampingnya.

Begitu keluar dari mobil, Briar melihatnya, lalu refleks terdiam sejenak dan mengerutkan alis.

Sasha tahu alasannya. Di wajahnya masih ada bekas luka. Rambutnya memang sudah disisir ulang, tetapi penampilannya masih terlihat berantakan.

Sehebat apa pun dia, mustahil dia bisa lolos tanpa cedera saat melawan dua orang sekaligus.

Dia memalingkan pandangan. "Apa yang perlu kulakukan?"

Briar tidak menanyakan apa yang terjadi. "Kapan kamu ada waktu? Aku akan suruh orang bantu kemas barangmu. Untuk sementara tinggal di tempatku dulu."

Selesai Briar bicara, ponsel Sasha berdering. Dia memiringkan badan sedikit, sekilas melirik layar. Angga, ayahnya.

Mungkin pria itu baru pulang dan melihat istri serta anaknya babak belur, jadi sekarang hendak menuntut.

Sasha tak mengangkat, langsung menolak panggilan. Dia menoleh kembali. "Kalau bisa malam ini juga, boleh?"

Dia tahu sifat Angga. Semakin ditunda, semakin besar kemungkinan dia akan datang menyerbu.

Briar tidak menolak. Malam ini atau besok memang tak ada bedanya.

Sasha tinggal di kompleks tua. Setelah menyapa satpam, mobil pun diizinkan masuk. Bangunan itu berkonsep dua unit per lantai dan lorong tangganya dipenuhi barang-barang yang menumpuk.

Briar berdiri di ambang pintu. Ukuran unitnya kecil, sekitar 30 meter persegi, dengan satu kamar dan ruang tamu. Dia tak melangkah masuk.

Sasha mengeluarkan koper dan mulai mengemasi barang-barang penting. "Sudah."

Briar berbalik dan keluar. Saat menunggu lift yang sedang di bawah, pintu unit sebelah tiba-tiba terbuka.

Seorang pria muncul, bertelanjang dada. Begitu melihat Sasha, dia terkekeh-kekeh. "Baru pulang kerja ya?"

Di mulutnya terselip sebatang rokok, ikut bergoyang saat pria itu berbicara. Kemudian, dia sadar Sasha tidak sendirian. Dia berdecak dan tanpa malu melontarkan candaan cabul, "Oh, dijemput pelanggan ya? Kamu menyediakan layanan ke rumah?"

Pria itu jelas mabuk. Dia berjalan limbung mendekat, lalu menatap Briar dari dekat.

Briar tak menanggapinya. Pria itu tertawa lagi, lalu mengembuskan asap ke arah Briar. "Dasar pengecut."

Dia bersandar ke dinding, menggoyang-goyangkan kakinya, dan mulai mengejek. "Cewek-cewek zaman sekarang memang suka sama yang ganteng doang, padahal nggak bisa apa-apa."

Lift pun sampai, terdengar bunyi "ting". Di dalamnya kosong.

Sasha masuk duluan sambil mendorong koper. Dia menoleh menunggu Briar.

Briar belum masuk. Alisnya sedikit mengernyit. Meskipun tidak memahaminya, Sasha tahu dia sedang kesal.

Empat tahun lalu pada pagi itu, saat dia bangun dan melihat Sasha di atas ranjangnya, ekspresinya juga sama persis.

Benar saja, detik berikutnya, Briar berbalik dan merampas rokok dari mulut pria itu dengan satu tangan. Kemudian, tangan lainnya menjambak rambut pria itu dan menyeretnya ke arah tangga.

Pria itu tak sempat melawan, hanya bisa berteriak kesakitan sambil diseret.

Briar menekan rokok yang masih menyala ke mulut pria itu. Pria itu langsung berhenti bersuara. Yang keluar hanyalah dengusan tertahan penuh rasa sakit.

Sasha tetap berdiri di dalam lift, tidak bergerak. Dari suara, dia tahu pria itu telah diseret ke tangga. Setelah itu, terdengar suara pukulan.

Sasha menghela napas panjang, menunduk melihat tangannya. Buku jarinya terkelupas, berdarah sedikit, tetapi sudah mengering.

Suara pukulan keras seperti itu juga pernah terdengar di vila keluarga Aldiano belum lama ini, waktu dia menghajar Karen sampai menjerit.

Kini, pria itu tak lagi bisa berteriak, hanya bisa diam sambil menahan rasa sakit.

Di tangga, pria bertelanjang dada itu tergeletak di lantai. Briar berdiri di sampingnya. Satu kakinya menginjak selangkangan si pria. Tidak terlalu kuat, tetapi cukup untuk membuat wajahnya merah, bahkan mulutnya menganga seperti ikan yang sekarat.

Rokok di mulutnya sudah mati. Bibirnya berdarah dan darah mulai menetes dari sudut mulut saat dia membuka dan menutup mulutnya.

Pria itu tersedak, tubuhnya kejang-kejang. Dia memiringkan kepala dan mengeluarkan sisa rokok dari mulut.

Akhirnya dia sadar, kali ini dia berhadapan dengan orang yang salah. Dia langsung meminta maaf, "Aku minta maaf ke pacarmu, aku salah. Sungguh, aku cuma bercanda, nggak ada maksud lain."

Briar menatap ke bawah, suaranya tenang. "Dia bukan pacarku. Aku mukul kamu bukan karena dia."

Dia menekan kakinya lebih kuat. "Ini karena bau badanmu menggangguku."

Sasha masih menahan tombol lift agar pintu tetap terbuka. Dia mendengar jelas semua ucapan Briar.

Begitu suara Briar berhenti, langsung terdengar teriakan pria itu. Melengking, singkat, dan penuh rasa sakit. Hanya dua detik, lalu hilang. Seolah-olah saking sakitnya, dia tidak bisa mengeluarkan suara.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 196 Dia Memang Pintar

    Sasha mengira Refan mengajak makan di rumah tradisionalnya yang ada di pinggiran kota. Ternyata bukan. Mobil melaju ke pusat kota dan berhenti di depan sebuah restoran bubur kesehatan.Ketika mereka sampai di ruang privat, Refan sudah berada di dalam bersama Persik. Keduanya duduk berdekatan dan ponsel diletakkan di tengah-tengah, entah apa yang sedang diputar sampai Persik cekikikan. Sementara itu, ekspresi Refan sulit dideskripsikan.Saking asyiknya menonton, mereka sampai tidak sadar Briar dan Sasha membuka pintu ruang privat.Briar mengetuk pintu sembari menegur, "Film dewasanya sudah boleh dimatikan. Kami sudah datang."Persik menoleh. Dia tersenyum geli dan berkata, "Menyebalkan. Ini pun bisa ketahuan sama kamu."Refan duduk tegak sambil menunggu Persik menyimpan ponselnya, lalu bertanya, "Kenapa janjian di sini? Sejak kapan kamu mulai peduli kesehatan?"Briar merangkul Sasha masuk, menarik kursi untuknya, dan membantunya duduk. Alih-alih menjawab pertanyaan Refan, dia malah bali

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 195 Jangan Terlalu Percaya Diri

    Lia langsung diusir pada malam itu. Ketika pergi, dia menangis histeris sambil mencengkeram lengan baju Indah. Dia berkata dirinya tidak ada maksud lain, hanya takut Cody terlalu dekat dengan Sasha, lalu tidak sanggup menerima jika Sasha pergi nanti.Lia juga mengungkit bahwa Indah selalu mengeluhkan hal itu. Dia hanya bermaksud meringankan kekhawatiran Indah saja. Cara bicaranya penuh perasaan, seolah-olah memang benar adanya.Sebenarnya Indah agak tidak rela melepas Lia. Dia juga ikut menitikkan air mata.Rizky ikut memberi komentar. Katanya Lia sudah menemani Indah hampir 50 tahun. Lebih dari separuh hidupnya dihabiskan bersama Keluarga Khamauri. Begitu tiba-tiba pergi, dia memang tidak punya tempat tujuan.Rizky berbicara tanpa kesan haru, sebaliknya malah mendengus dan berkata, "Sudah 50 tahun pun belum bisa membuatnya patuh."Sasha bertanya, "Dia diantar ke mana?"Sorot mata Rizky tampak licik, sementara mulutnya menjawab dengan serius, "Karena terlalu mendadak, ibuku cuma bisa m

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 194 Pertanda Ditinggalkan Semua Orang Terdekat

    "Kembali. Jangan gegabah," tegas Briar.Rizky menghentikan langkahnya, tetapi amarahnya belum mereda. Dia menoleh sambil membalas, "Kalau bukan dia, siapa lagi? Mereka juga bukan pertama kalinya melakukan hal ini. Kali ini, kamu nggak perlu turun tangan, biar aku yang merobek mulut wanita sialan itu."Briar bertanya, "Apa kamu lihat dia pernah datang?"Rizky seketika terdiam. Briar tidak menatapnya lagi, melainkan menoleh ke Cody dan bertanya dengan lembut, "Siapa yang bilang padamu? Siapa yang bilang kalau Mama akan tinggalkan kita?"Briar menatap Sasha sembari menambahkan, "Tanya sama Mama, itu nggak akan terjadi. Mana mungkin dia nggak menginginkan kita?"Rizky berkedip. Suasana hatinya berubah cukup cepat. Dia segera menimpali, "Benar. Mamamu sangat mencintai papamu. Mana mungkin dia tega pergi?"Rizky berdiri di samping Sasha. Dia menyenggol Sasha dengan lengan dan berujar, "Benar, 'kan? Cepat jujur pada Cody. Lihat, dia sudah ketakutan."Sasha berjalan mendekat, lalu mengusap uju

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 193 Satu Keluarga Selalu Bersama

    Sudah waktunya. Briar pergi mencetak hasil pemeriksaan. Dokter memang sudah menjelaskan barusan, tetapi Briar tetap mau melihatnya dengan saksama.Rizky mendekat. Dia hanya berseru tanpa mengatakan apa-apa.Setelah itu, mereka bertiga kembali ke rumah lama.Indah sedang menunggu di ruang tamu. Sebenarnya, tanpa memberitahunya secara khusus, dia sudah tahu hasilnya begitu melihat Rizky masuk sambil bersenandung. Dia lalu bertanya dengan sangat senang, "Sudah cetak hasil pemeriksaannya?"Briar menyerahkan hasil pemeriksaannya. Indah membacanya dengan serius, lalu mengembalikannya pada Briar. Dia menoleh ke Sasha sembari berkata, "Makan buah. Aku khusus meminta Bayu untuk membelinya. Semuanya baru sampai lewat pengiriman udara."Sasha mengiakan, lalu duduk di ruang tamu.Buah-buahan sudah dicuci dan dipotong. Baru saja dihidangkan, Vanessa dan Damian sudah pulang. Keduanya berjalan masuk dari koridor. Damian di depan, sedangkan Vanessa di belakang.Lantaran langkah Damian lebih besar, Van

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 192 Dia Bisa Pergi ke Mana Lagi?

    Rizky menoleh ke Vanessa dan bertanya, "Eh? Ada apa? Ucapanku juga nggak salah. Bukannya sudah ada Ibu di jamuan dengan Keluarga Kusman? Kalau yang lain ikut malah berlebihan."Rizky mengalihkan pandangannya, lalu menunduk untuk makan. Setelah berpikir sejenak, dia menambahkan, "Kalau ada Ibu, sebenarnya nggak perlu yang lain lagi."Vanessa membuka mulutnya, tetapi tidak berbicara.Sasha menatap Vanessa sekilas. Briar dan Rizky menyerangnya dengan gaya bicara yang sama. Vanessa sendiri merasa agak canggung dan seketika tidak menemukan kata-kata untuk membela diri.Hingga selesai makan, Indah dan Damian masih belum turun. Sasha juga tidak bertanya, hanya menunggu dengan tenang.Sementara itu, Briar dan Rizky juga sudah selesai makan. Rizky berdiri seraya berkata, "Aku ikut kalian. Lagi pula, aku juga nggak ada urusan. Sekalian jalan-jalan."Mereka bertiga keluar dari ruang tamu. Ketika berjalan di koridor, Sasha bertanya, "Kamu takut ibumu memarahimu setelah kami pergi, 'kan?"Rizky ter

  • Karena Anak, CEO Memohon Jadi Suamiku   Bab 191 Tidak Pergi

    Selesai makan malam, Sasha membawa Cody ke lantai atas. Cody sudah bermain seharian, jadi Sasha tidak perlu membujuknya tidur. Dia akan berbaring dan tidur sendiri. Setelah memastikan Cody terlelap, Sasha baru turun.Sasha sudah membersihkan diri dan naik ke ranjang. Biasanya dia belum bisa tidur pada waktu seperti ini. Namun karena sedang hamil, gejala lain tidak begitu terasa, hanya mudah mengantuk. Dia akan langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal.Tak lama setelah berbaring, Sasha mulai mengantuk. Ketika sudah hampir tertidur, dia tiba-tiba teringat ucapan Indah siang tadi.Briar ada jamuan dengan Keluarga Kusman malam ini. Lagi-lagi untuk membahas urusannya dengan Nelly. Entah pukul berapa jamuan itu baru selesai dan bagaimana akhirnya.Pikiran itu sempat melintas di dalam benaknya. Sebelum sempat berpikir lebih jauh, Sasha sudah terlelap. Namun, matanya tiba-tiba terbuka beberapa saat setelah membalikkan badan. Suasana di kamar gelap, jadi dia tidak bergerak.Sasha dia

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status