"Ai, ambilkan saya minum," perintah Lyan."Baiklah," ucap Almira. Padahal hatinya sedikit menggerutu karena minuman itu ada tepat di samping Lyan."Woi, Bro. Ajak gebetan?" Seorang lelaki bernama Trima mendekat pada Lyan. Trima adalah lawan main di serial tv yang sedang Lyan bintangi."Ya, begitulah," jawab Lyan santai membuat Almira mendelik kesal."Bee …," lirih Almira berniat untuk meminta Lyan menjelaskan profesinya."Wow … Wow … wow. Amazing! Si macan sudah menemukan betinanya yang baru. Guys .. guys! Habis ini kita bakalan ada party lagi. Kalian siapkan cemilan agar kita bisa santai menonton adegan drama menyedihkan Lyan dan kekasih barunya ini," teriak Trima memanggil para kru dan rekan artis yang lain. "Hey, nama kamu siapa?" bisik Trima membuat Lyan tak suka. Lyan berdiri dan mengajak Almira pergi dari lokasi syuting. "Hey, Lyan. Kali ini kamu take," teriak sang sutradara.Lyan tak peduli. Ia mengajak Almira untuk duduk dengan tenang di tempat yang tidak bisa diganggu Trima,
"Bee, apa Meysila boleh ikut? Tante Vivian nggak bisa kalau saya pergi sendiri.""Kamu ada saya. Jadi nggak sendiri, Aira," balas Lyan."Tapi Mey maksa ikut. Katanya takut saya sakit di sana.""Kalau sakit ada dokter, jadi nggak perlu ada yang ditakutkan.""Tapi saya nggak tega menolaknya. Boleh ya, Bee?""Kamu pergi untuk bekerja. Jadi pastikan fokus dan tidak memikirkan hal lain.""Please … saya janji tak akan merepotkan.""Kamu tidak merepotkan, tapi dia yang akan merepotkan. Raffi sedang di Bali. Bahaya kalau ketemu.""Bahaya? Ada apa memangnya?""Nggak usah banyak tanya, bilang ke dia kalau saya menolak ikut. Kamu paham?"Almira hanya pasrah. Keputusan Lyan tak bisa lagi ditentang jika sudah begini."Mey," panggil Almira mendekat pada Almira yang sedang memainkan ponselnya. "Aku dah bilang sama Lyan. Tapi ….""Nggak boleh, ya? Aku tahu dia malas terlibat dengan masalahku dan Raffi. Dia takut aku menemui Raffi di sana. It's ok. Aku nggak jadi ikut. Aku juga ada acara sendiri malam
"Nggak tahu. Mas Zidan tak memberiku kabar. Ponselnya juga tak aktif. Mungkin dia sengaja melakukan ini semua biar aku tak mencari Nadine.""Benar-benar lelaki nggak ada akhlak emang. Jadi ceritanya kamu juga digantung nih?""Ya nggak. Dia sudah menceraikanku secara agama saat dia mengucapkan talak 3 kali. Pertama saat di kantor. Kedua saat di rumah dan yang terakhir saat terakhir aku menelponnya menanyakan Nadine.""Jahat banget emang tuh laki. Tapi kamu kena kayak gitu, aku yakin dia juga. Emang gonore bisa terjangkit tanpa gejala?""Bisa. Namun, kata Suaka kalau lama kelamaan dibiarkan dan tak diatasi segera, bisa terjangkit infeksi yang lebih parah lagi. Bahkan mematikan!" "Aamiin. Biar mampus tuh Zidan," sungut Meysila yang sudah geregetan dengan sifat Zidan."Hahaha, doakan yang baik-baik saja, Mey. Siapa tahu dia insyaf dan …""Balikan sama kamu? Dih, najis! Kalau aku jadi kamu, dah aku urus sendiri perceraian kamu dan sewa pengacara mahal buat bikin dia kalah telak dan kamu b
Almira dan Lyan sampai di bandara Ngurah Rai Bali. Perjalanan yang menghabiskan waktu 3 jam perjalanan karena harus ke Bandara Soekarno-Hatta sebelum akhirnya mereka naik pesawat menuju Bali yang seharusnya ditempuh dalam waktu 1 jam 45 menit dari Jakarta ke Bali."Kita menginap di mana, Bee?" tanya Almira."Kamar."Tak ingin lagi bertanya karena pasti jawabannya akan tak sesuai keinginan Almira. Mobil yang menjemput mereka sudah sampai di bandara. ALmira dan Lyan segera masuk mobil sebelum ada media yang tahu kedatangannya ke pulau Dewata ini."Langsung ke rumah Eyang, Tuan?" tanya supir pribadi Lyan yang memang biasa mengantar jemput dirinya jika sedang berkunjung ke Bali."Kita ke apartement saja dahulu. Besok saya ada pertemuan dengan produser film pagi. Jadi kalau ke rumah Eyang terlalu lama.""Baiklah."Mobil melaju dengan cepat karena susana malam sudah sedikit lengang. Di samping sudah sangat larut, apartemen tempat Lyan tinggal tak jauh dari bandara."Kamu tidak usah bilang s
"Seharusnya itu sudah kamu pikirkan dan bicarakan sebelum rencana pernikahan terjadi. Menikah itu butuh komitmen, bukan hanya saling mencintai. Menyatukan dua keluarga dalam satu wadah kesepakatan itu lumayan rumit, makanya sekecil apapun harus dipertimbangkan sebelum bertindak."Suaka duduk bersila di depan Lyan. Berharap Kakaknya itu mau membantu. "Tidak usah menatapku seperti itu. Besok aku akan bilang ke Eyang agar kamu diperbolehkan tinggal di Bogor," cetus Lyan membuat Suaka tersenyum senang. "Terimakasih banyak, Bang. Abang selalu tahu apa yang Suaka pikirkan.""Itu kan memang kebiasaanmu. Merepotkanku!" ketus Lyan meletakkan buku yang sedang dibacanya lalu bersiap untuk tidur. Suaka gegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan bersiap istirahat."Aku tidur di kamar Abang, ya?" ucap Suaka saat sudah selesai mandi."Apa kamu keberatan aku tidur di kamarmu?" Lyan yang tadinya sudah hendak terpejam tiba-tiba membuka matanya lebar."Bu-kan. Tapi aku tak enak kalau Abang ta
******Aroma masakan memenuhi dapur apartemen milik Lyan. Suaka yang sudah terbangun, gegas menuju dapur karena aroma sedap itu."Bang, tumben ma…sak? Loh, Almira?" tanya Suaka kaget."Hai, Ka," sapa Almira."Kamu kenapa di sini?""Karena kini aku kerja sama Lyan. Kamu mau bikin kopi? Sini aku bikinin," tawar Almira."Ini pasti salah," batin Suaka.Suaka segera ke kamar Lyan untuk menanyakan keberadaan Almira di apartemennya."Bang, bangun!" teriak Suaka yang melihat Lyan yang tertidur di atas ranjang. Setelah Almira pergi, ia sengaja berpindah tidur agar terasa nyaman."Ra, nggak usah rese!" usir Lyan dalam keadaan setengah sadar."Bang!!" Lyan membuka matanya dan mendongak ke arah suara. "Oh. kamu. Kenapa? Nggak usah ganggu Abang. Abang masih ngantuk.""Bangun nggak? Kalau nggak, Suaka aduin sama Eyang kalau Abang bawa wanita ke apartemen. Ini nggak dibolehin, Bang. Ketahuan Eyang, mati kita," protes Suaka."Eyang nggak akan mungkin bunuh kita, Suaka. Sudahlah, Abang mau tidur. Ka
"Jam 7. Buruan bangun, atau kita akan terlambat, Bee."Lyan tersenyum. Mendegar nama panggilan Almira, mengingatkan dirinya pada seseorang yang penting dalam hidupnya. "Suaka dah bangun?" tanya Lyan seraya bangun."Sudah dari tadi, sedang minum kopi. Mas Lyan mau kopi?""Mas Lyan?" tanya Lyan tak suka."Bee mau kopi?" ulang Almira."Nggak. Bikinkan saya susu.""Oke."Almira membereskan kamar tidur sambil menunggu Lyan selesai mandi. Mempersiapkan baju yang hendak Lyan pakai hari ini. Almira cukup pandai memadupadankan pakaian yang cocok untuk dipakai.Ponsel Almira bergetar. Nomor Zidan masuk menghubunginya. "Assalamualaikum.""Waalikumsalam," jawab Zidan ketus. "Aku nggak ada banyak waktu berbicara denganmu. Nadine sakit. Kamu diminta Ibu untuk datang. Nanti aku kirim alamat rumah sakitnya."Hati Almira hancur mendengar kabar Nadine sakit. Pantas saja tidurnya tak lelap beberapa malam ini. "Nadine sakit apa, Mas?" isak Almira."Tak perlu banyak tanya. Kamu bersiap saja ke sana,
"Assalamualaikum," salam Almira. Semua memandang ke arah Almira yang datang ditemani Suaka dengan tatapan kagetnya, termasuk Zidan yang juga baru datang. Almira berlari ke arah Nadine dan menciumnya berulang kali."Ini Mama, Nadine sayang. Bu, Nadine sakit apa?" tanya Almira sambil terisak karena melihat Nadine yang terbaring lemah sambil menutup matanya."Semalam demam," jawab Lilis ketus. Diciumnya sang anak yang sama sekali tak merespon itu. Nadin bergerak namun kali ini lebih ke kejang-kejang. Suaka yang melihatnya spontan melihat keadaan Nadine."Cepat panggil dokter!" teriak Suaka yang lebih ke membentak Zidan. "Jangan berbicara keras di depan anakku!" sentak Lilis namun tak dipedulikan Suaka. Almira yang panik karena melihat keadaan Nadine, mendadak lemas. "Nadine, Mama sudah datang, Nak. Bangun! Ada Dokter Suaka yang akan membawa kita pulang," isak Almira. Dokter yang memeriksa Nadine datang setelah Zidan memanggilnya. Semua menyaksikan bagaimana Nadine berjuang hidup.