..Suaka mendapati Desy yang sudah lelap di dalam dekapannya. Sengaja ia bangun tengah malam untuk melakukan Qiyamul Lail. Meminta petunjuk pada Sang Pencipta agar memudahkan jalannya yang terjal itu. Setelah berwudhu dan menggelar sajadah, Suaka mencoba khusyu ketika beribadah. Tetap saja, sholatnya begitu banyak masalah yang melintas. Barulah saat berdoa, dia bisa meneteskan air mata hingga bisa merasakan nikmatnya Qiyamul Lail yang dia lakukan kali ini.Entah kenapa selepas sholat, Suaka penasaran ingin membuka ponsel Desy yang tergeletak di atas meja. Diraihnya ponsel itu dan saat ingin membukanya, ternyata ponsel terkunci. Suaka mencoba memasukkan nomor sandi tanggal lahir, pernikahan dan juga hari bahagia mereka, namun sayangnya tak bisa terbuka. Akhirnya Suaka memiliki ide, membukanya dengan sidik jari Desy.Suaka meraih jari telunjuk dengan pelan dan menempelkannya pada ponsel Desy. Seketika ponselnya terbuka dan menampakan walpaper Desy saat menikah dengannya. Suaka membuka p
..."Kenapa mengajakku bertemu?" tanya Desy saat ia baru sampai di tempat yang sudah dijanjikan sebelumnya."Kenapa nada bicara kamu aneh sekali? Bosan dengan permainan yang sedang kita lakukan?" tanya Raisa dengan senyum menyeringainya. "Kamu mau menyerah?" tawar Raisa sekali lagi.Desy yang baru saja duduk merasa aneh dengan sekeliling tempat yang sepi dan juga lengang. Resto yang seharusnya ramai pengunjung itu, terlihat aneh dengan hanya ada dia dan Raisa seorang."Resto ini sengaja saya booking dia jam ini biar kita sama-sama aman. Tenang saja, saya selalu melakukan semuanya dengan rapi," ucap Raisa seakan sudah tahu kegelisahan yang dirasakan Desy."Apa yang ingin kita bahas di sini?" tanya Desy."Sepertinya kamu sudah tidak sabar mendengar apa ingin saya datang mengajakmu. Tentu saja ini tak lain tentang Lyan dan janda gatel itu. Saya mau, kamu membantu saya menyingkirkan janda itu dari kehidupan Suaka dan Lyan. Apa kamu tidak sadar? Selama ini dia hanya memanfaatkan kebaikan L
..."Loh, kok dah balik?" tanya Suaka yang kaget melihat Desy sudah kembali dari rumahnya dengan cepat."Iya. Maaf, Mas. Soalnya tadi aku ke sana dan ketuk berulang kali bahkan tombol bel aku bunyikan berulang kali tak juga ada tanggapan. Lalu aku mencoba tanya satpam, katanya Mbak Almira sudah meninggalkan apartemen sejak pagi."Suaka begitu kaget dengan kabar yang Desy katakan. Ia sampai berdiri dan memandang wajah istrinya dengan sangat dekat."Kamu sedang tidak bohong, kan?" Suaka benar-benar tak percaya dengan apa yang istrinya katakan."Tidak, Mas. Sumpah demi apapun! Kalau Mas tidak percaya, Mas bisa ke sana dan tanya dengan petugas satpam yang tadi aku temui. Buat apa Desy berbohong, kalau faktanya begitu. Bahkan satpam tadi mengatakan, jika dia pergi dengan terburu-buru dan membawa dua koper besar di tangannya.""Kamu nggak tanya dia mau ke mana?""Sudah tanya, tapi satpam nggak tahu. Terus bagaimana ini, Mas?" Desy tidak begitu panik sebenarnya. Ia yakin Almira tidak mungkin
..."Bagaimana?" tanya Raisa saat menghubungi Desy yang sedang dinas malam ini dengan mengirimnya pesan."Dia sudah pergi dan kita sudah tidak ada urusan lagi. Jadi, sekarang juga hapus semua video yang kamu punya tentangku itu. Jangan ingkar Raisa, aku tak akan memaafkanmu jika itu terjadi.""Maafmu nggak akan ada gunanya bagi saya. Memaafkan atau tidak, tak penting! Saya akan simpan video ini sebagai bahan untuk membuatmu membantu saya.""Kurang ajar!"Setelah kalimat umpatan itu, Raisa tak membalas lagi. Nomornya juga tak aktif, membuat Desy merasa kesal. "Apa tidak bisa berlaku baik sedikit saja? Baru tahu ada artis kelakuan bar-bar seperti itu," batin Desy.Desy memasukkan ponselnya ke dalam saku dan ia menggosokkan telapak tangannya yang terasa dingin. Deringan ponsel membuatnya kaget karena saking seriusnya menatap ruangan yang sangat sepi itu."Assalamualaikum, Dek. Lagi ngantuk ya?" Ternyata kali ini Suaka yang menelpon. "Iya. Sepi banget rumah sakitnya malam ini. Biasanya
...Almira pandangi benda pipih pemberian Abbas. Pengacara Lyan sengaja memberikan ponselnya kembali agar dia bisa berkomunikasi dengan orang yang ada di kontaknya. Termasuk Meysila dan Suaka. Rindu karena selama ini, ia menjalankan butik dengan pantauan Lyan yang tidak ia ketahui keberadaannya. Abbas hanya mengatakan, jika Lyan mewariskan butik untuknya dikembangkan. Abbas mengatakan seolah-olah Lyan sudah mati dan Almira harus berjuang mewujudkan cita-cita Lyan yang tertunda. Jangan ditanya bagaimana perasaan Almira saat itu. Selain duka mendalam, Almira juga bingung apakah berita itu benar atau tidak. Karena sejauh pantauan media, pemberitaan Lyan hanyalah hilang dan tak kembali. Begitupun dengan dia, yang dikabarkan hilang karena tak diketemukan di manapun. Kemarin ia membuka ponsel miliknya dan iseng mengirim pesan pada sahabatnya, Meysila. Berharap nomor sahabatnya itu masih aktif. Saat mengirim pesan itu, hanya centang satu yang dia dapat sehingga ia mematikan kembali ponsel m
.....Lyan pandangi hamparan sawah nan hijau. Rindu ingin bertemu kian menggebu tapi ego seakan memaksa untuk tinggal. Jika saja semesta mendukungnya melakukan itu, sudah ia lakukan jauh-jauh hari."Den ada telepon penting. Harus disampaikan katanya."Lyan yakin ini dari Abbas. Pengacaranya itu pasti akan menanyakan kapan dia pulang ke Bogor."Kenapa dirimu susah sekali dihubungi? Aku diberondong Raffi dan Almira agar mau memberitahu mereka jika kamu ada di sini. Gimana dong?" tanya Abbas. "Jika saja ilmu teleportasi masalah itu ada, tidak perlu aku menggunakan jasa orang lain untuk menghandle semua masalahku."Abbas berdecak sebal. Selalu Lyan mengatainya dengan hal seperti ini. Nggak nyambung emang, tapi menyimpan rahasia terlalu lama juga beresiko padanya. Terlebih Raffi mengancam akan membuatnya diserbu wartawan kalau sampai tidak mau memberikan informasi pada dirinya."Apakah di dunia ini tak ada yang bisa membuat diriku tenang sebentar saja? Katakan pada mereka, aku akan pulan
..."Bang."Prisil menyusul Lyan yang pergi ke taman yang biasa ia jadikan tempat biasa Lyan datangi."Jangan bujuk saya buat berbicara dengan ayah terlebih dahulu."Prisil tahu, kakaknya ini sedang marah. Karena Lyan menyebut dirinya 'saya' dan bukan sebutan 'abang' seperti biasanya."Nggak. Prisil hanya rindu Abang. Sudah banyak ya ikan yang dulu kita taruh hanya 6 biji itu, Bang?"Prisil hanya bisa menghembuskan nafasnya dalam. Berbicara dengan Lyan yang sedang dibalut emosi, memang tidak mudah. Tetapi ia yakin akan ada cara untuk membuat kakaknya itu luluh."Abang gak cari kak Suaka? Dia kasian, Bang."Masih tetap diam, tapi Prisil akan mencoba mendamaikan ketiganya yang berselisih. Ia tak ingin saat dirinya kembali, keadaan masih seperti ini."Dia mau bercerai dengan Mbak Desy karena ketahuan bersekongkol dengan Raisa. Prisil kira Abang kekasihnya Raisa, ternyata bukan. Hehehe, kekasihnya Mbak Almira ya? Kemarin Prisil ketemu di butik. Dia cantik," ucap Prisil. Lyan masih diam t
....Ya. Saya akan balas perbuatan Raisa yang sudah membuat Suaka hampir kehilangan separuh hidupnya. Tugas seorang Abang itu berat, jadi kamu harus meringankan untuk menjadi separuh hidup saya.""Eh …"Almira tampak bingung dengan apa yang diucapkan Lyan padanya."Kamu mau membantu saya, Aira? Bantu saya untuk merasa nyaman kembali berada di dunia ini. Jika kamu bersedia, maka saya tidak akan pergi lagi.""Mak-sud Bee tuh ngomong apa? Aku nggak paham," ucap Almira tampak gugup. Sebenarnya apa yang diucapkan Lyan bisa ia pahami, hanya saja perlu penjelasan mendetail mengenai apa yang diucapkan Lyan padanya."Ikut saya untuk ke rumah keluarga saya. Saya akan memperkenalkan kamu pada Ibu saya. Ibu saya sedang sakit dan mungkin beliau ingin tahu alasan kenapa saya pergi terlalu lama," ucap Lyan."Ibu sakit? Sakit apa, Bee?" Wajah khawatir tercetak jelas di mata Almira. Meski belum pernah bertemu, ia seakan ikut merasakan kesedihan Lyan."Nanti kamu tanyakan saya sendiri. Jadi apa jawaban