Share

139. Kejujuran Rama

last update Last Updated: 2025-05-14 10:27:57

Rama masih berdiri terpaku di ambang pintu. Wajah Arman pucat, dan selang infus masih tertancap di tangan kirinya. Tapi yang membuat Rama terdiam adalah pemandangan lain—di atas brankar rumah sakit itu, sang ayah tetap memeriksa beberapa berkas yang tampaknya penting. Pena di tangannya bergerak pelan, tangan yang biasanya kokoh kini sedikit bergetar.

“Papa...” ucap Rama lirih, suara yang lebih mencerminkan campuran rasa khawatir dan tak percaya.

Arman hanya menoleh sekilas. “Kamu sudah datang.”

Rama melangkah mendekat, ingin merebut berkas itu dan menyuruh ayahnya berhenti bekerja, tapi ia menahan diri. Ia tahu betul, ini bukan tentang keras kepala. Ini tentang tanggung jawab.

Beruntung Cinta berhasil meyakinkannya untuk segera pulang. Seandainya tidak, mungkin Rama akan menghabiskan sisa hidupnya dalam penyesalan, karena merasa menjadi anak yang tidak berguna. Dalam hati, Rama merasa telah memilih perempuan yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.

Di sisi ranjang, Widya menoleh
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    140. Restu dan Keyakinan Arman

    Suasana seketika hening. Bahkan bunyi mesin di sudut ruangan terdengar lebih keras dari biasanya. Arman menatap putranya dalam diam. Tidak ada kata yang terucap dari bibirnya, hanya tatapan yang menusuk, seolah ingin memastikan jika ia tidak salah dengar.Rama menggigit bibir bawahnya, menunggu reaksi dari ayah yang selama ini jadi panutannya, dan kini menjadi sosok yang paling ingin ia yakinkan.Helaan napas Arman seolah tertahan di tenggorokan saat akhirnya dia bertanya dengan suara pelan namun penuh tekanan, “Sungguh, Ram?”Rama mengangguk perlahan.Arman mengalihkan pandangannya ke langit-langit ruangan sejenak, seolah sedang berusaha mencerna informasi yang baru saja diterimanya. Lalu dia kembali menatap putranya.“Jadi perempuan itu?”“Ya, dia... Cinta,” jawab Rama mantap, walau suaranya sedikit berat, dan tampak malu, karena dia tahu sang ayah sedang membicarakan suara desahan yang sempat dia dengar.Arman mengedipkan mata pelan, lalu menurunkan tubuhnya sedikit ke bantal, mena

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    139. Kejujuran Rama

    Rama masih berdiri terpaku di ambang pintu. Wajah Arman pucat, dan selang infus masih tertancap di tangan kirinya. Tapi yang membuat Rama terdiam adalah pemandangan lain—di atas brankar rumah sakit itu, sang ayah tetap memeriksa beberapa berkas yang tampaknya penting. Pena di tangannya bergerak pelan, tangan yang biasanya kokoh kini sedikit bergetar.“Papa...” ucap Rama lirih, suara yang lebih mencerminkan campuran rasa khawatir dan tak percaya.Arman hanya menoleh sekilas. “Kamu sudah datang.”Rama melangkah mendekat, ingin merebut berkas itu dan menyuruh ayahnya berhenti bekerja, tapi ia menahan diri. Ia tahu betul, ini bukan tentang keras kepala. Ini tentang tanggung jawab.Beruntung Cinta berhasil meyakinkannya untuk segera pulang. Seandainya tidak, mungkin Rama akan menghabiskan sisa hidupnya dalam penyesalan, karena merasa menjadi anak yang tidak berguna. Dalam hati, Rama merasa telah memilih perempuan yang tepat untuk menjadi pendamping hidupnya.Di sisi ranjang, Widya menoleh

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    138. Semoga Hanya Sementara

    Lampu-lampu jalan berpendar redup di balik jendela kamar, dan suara detak jam terdengar jelas dalam keheningan. Chiara sudah tertidur pulas di tempat tidurnya, wajah kecilnya begitu damai, napasnya teratur. Rambut hitam legamnya mengembang di atas bantal, pipinya merona, seolah semua penderitaan kemarin hanya bayang samar yang perlahan memudar.Rama duduk di tepi tempat tidur, memandangi gadis kecil itu dengan sorot mata sendu. Ia menunduk, lalu mengecup kening Chiara dengan lembut, seperti ingin menyampaikan janji diam-diam, bahwa dia akan memberikan yang terbaik untuknya, menebus kesalahan yang telah dia lakukan."Papa sayang kamu," bisik Rama lirih, nyaris tak terdengar.Dia bangkit pelan, lalu berjalan mendekati Cinta yang tengah merapikan beberapa barang di meja kecil. Ia berdiri di belakangnya, lalu melingkarkan lengannya di pinggang perempuan itu. Cinta tersenyum kecil, tidak terkejut, hanya menoleh sedikit saat Rama mendekat dan mencium bibirnya singkat namun sarat makna."Ras

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    137. Pengorbanan dan Beban Rama

    Suasana Bandara Changi dipenuhi para pelancong yang lalu-lalang. Cinta menggenggam tangan Chiara yang mengenakan sweater kuning pucat dan celana panjang berbahan lembut. Rambut pendek Chiara tampak rapi, dan pipinya mulai kembali merona. Tak ada lagi selang infus di tangan, tak ada lagi kursi roda. Hari itu mereka kembali ke Indonesia, siap menghadapi kenyataan yang selama ini mereka tunda.Rama berjalan beberapa langkah di depan mereka, mengenakan hoodie abu-abu dan kacamata hitam gelap. Penampilannya berbeda dari biasanya, tidak mencolok, sebagai upaya untuk terlihat tidak dikenali. Dia tidak ingin wajahnya tertangkap kamera bandara atau bahkan dikenali oleh kenalan lama yang bisa saja langsung mengabari kedua orang tuannya yang belum tahu apa pun tentang Cinta dan Chiara.Cinta memerhatikan Rama dari belakang. Wajahnya tenang, tapi dalam hatinya dia tahu Rama sedang berperang dengan pikirannya sendiri. Perjalanan pulang ini bukan sekadar soal berpindah tempat. Ada hal rumit yang se

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    136. Pulang

    Evita tak menjawab. Ia hanya menatap Dion, penuh luka, penuh kecewa, dan tanpa kata. Dion terdiam, membaca tatapan itu. Ia tahu, perempuan di hadapannya sedang hancur. Bukan karena dia, tapi karena pria lain. Namun Evita berdiri di pintunya malam ini. Itu cukup.“Mau masuk?” tanya Dion penuh basa basi sambil membuka lebar pintu kamarnya, memberi jalan kepada Evita.Calon penerus Loekito Corporation itu melangkah masuk, mengabaikan harga dirinya. Ia hanya ingin berhenti merasa sendiri, walau sejenak.Dengan perlahan Dion menutup pintu kamarnya, dan menatap Evita yang berdiri memunggungi dirinya.“Ada yang bisa ku bantu?”Tak ada jawaban, Evita membalikkan tubuhnya, menatap Dion dengan tatapan yang sulit di artikan.“Aku menyesal….” Evita menjeda kalimatnya sambil menatap mata Dion yang melebar menunggunya melanjutkan kalimat.Evita menghembuskan napas secara kasar, mengurai kegugupan dan menyingkirkan luka hatinya. Dia ingin bersenang-senang sejenak.“Aku menyesal karena melakukannya d

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    135. Berkunjung ke Kamar Sebelah

    Evita terdiam sejenak. Ada dilemma dalam hatinya, berbohong atau mengatakan keadaan yang sejujurnya.“Iya, Tante… Kami meninjau proyek bersama. Semuanya berjalan lancar, kok.” Bagi Evita ini jawaban yang paling menguntungkan“Bagus,” sahut Widya cepat, nadanya penuh harapan. “Berarti sekarang kalian sedang bersama, kan? Kalian menikmatinya.”Evita kembali tertawa, kali ini terdengar sedikit canggung. “I iya, Tante.”Widya mengangguk pelan meski Evita tak bisa melihatnya. “Tante senang mendengarnya. Kamu tahu, Evita… tadi papanya Rama marah-marah habis hubungi Rama. Katanya Rama main perempuan lagi… padahal kan sekarang dia sedang bersama kamu.”Widya tertawa renyah, seolah menganggap kekhawatiran sang suami adalah hal yang lucu, dan pantas ditertawakan bersama Evita.“Tante percaya sama kamu. Tante yakin, Rama tidak akan aneh-aneh kalau kalau sama kamu.Ada jeda dari seberang, lalu terdengar suara tawa Evita. “Terima kasih, Tante. Aku… aku tidak tahu harus menjawab apa. Tapi aku sena

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    134. Kebahagiaan Widya

    “Apa?”Widya membeliakkan matanya lebar, begitu terkejut mendengar kabar yang baru saja di sampaikan oleh suaminya.Tetapi tidak lama kemudian Widya memalingkan wajahnya menyembunyikan seulas senyum di bibirnya. Dalam benaknya, saat ini Rama sedang bersama Evita, seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya.Widya sudah membayangkan jika saat ini Rama sudah melupakan Cinta. Perempuan yang tidak pernah mendapat restu darinya bahkan sejak masih muda, apalagi sekarang dengan status janda, dan masa lalu yang pernah menjadi seorang perempuan pemuas nafsu bayaran. Tentu Widya akan berusaha keras untuk memisahkan mereka.Dan kini, kabar baik itu menyapa Widya. Dalam hati kecilnya, Widya justru merasa lega. Jika benar saat ini Rama yang sedang bersama Evita, itu berarti rencananya sudah mengalami kemajuan. Dan setelah mereka kembali dari mengurus proyek di Semarang, Widya akan segera mendesak keduanya untuk segera meresmikan hubungan.Widya mendekat, menyentuh lengan Arman dengan lembut, l

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    133. Main Perempuan

    Malam itu, di kamar hotel yang hangat dan remang, Rama memeluk Cinta dengan penuh gairah. Suasana penuh keintiman, hanya ada mereka berdua dan waktu yang terasa melambat. Cinta membalas pelukan dan sentuhan Rama dengan kelembutan yang selama ini mereka rindukan. Tak ada kata yang diucapkan, hanya napas dan desir emosi yang mengalir mengiringi kebersamaan.Namun, denting ponsel yang berulang kali berdering memecah keheningan. Sekali. Dua kali. Hingga ketiga kalinya, Rama mengumpat pelan, gusar karena terganggu di tengah momen yang paling ingin ia nikmati tanpa ada gangguan sedikit pun.Dengan enggan, dia mengulurkan tangan ke meja nakas, mengambil ponsel itu. Layar menunjukkan nama yang tak mungkin ia abaikan, ternyata sang papa yang menghubunginya.Rama mengubah posisinya duduk bersandar kepala ranjang, Cinta bergerak pelan di atasnya, seolah enggan melepaskan pernyatuan yang belum mencapai puncak.Rama menghela napas berat, lalu mengangkat panggilan itu, berusaha menetralkan nada su

  • Karena Cinta, Tuan Penguasa tak Sanggup Menahan Gairah    132. Rencana tak Terduga

    Pertanyaan itu menghantam seperti palu. Dion membeku sejenak, sebelum akhirnya ia menarik napas panjang dan mendekat.“Evita, aku pikir kita sepakat untuk melupakan malam itu.”“Tapi kamu belum jawab.”Dion memandang wajah Evita yang tenang, tapi sorot matanya penuh kecemasan yang coba disembunyikan. Ia mengusap pelipisnya sebentar, lalu menggeleng.“Aku… aku tidak ingat,” jawab Dion sekenanya.Evita tak mengucap sepatah kata pun. Ia mengalihkan pandangannya. Di matanya terselip sesuatu yang tak bisa dijelaskan, antara marah, takut, dan bimbang.Langit sore tampak kelabu. Dion, yang semula bersikap tenang, mendadak terdiam. Pertanyaan itu memukulnya seperti pukulan yang tak terduga di dada. Ia menatap Evita lama, mencoba membaca ekspresi di balik wajah cantik yang kini tak setegar tadi.“Evita,” ujar Dion akhirnya, suaranya rendah tapi tegas. “Aku pastikan, malam itu tidak akan mengubah hidup siapa pun. Aku... aku bertanggung jawab atas semua yang terjadi.”Evita tertawa kecil, hambar

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status