Share

Konfrontasi Arga

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-05-07 19:09:14

Amara terbangun dari tidur lelapnya, dia merasakan suhu dingin karena pendingin ruangan bekerja maksimal sementara Arga tidak memeluknya.

Dia menegakan tubuh dan menemukan Arga berdiri di depan jendela, dengan bahu tegang dan punggung membatu, ia tahu… ada sesuatu yang berubah.

Di luar sana masih pagi, langit Jakarta tampak mendung.

Udara terasa berat seperti dada Arga yang sesak sejak subuh tadi.

Pria itu tidak tidur semalaman—duduk bersandar di sisi ranjang, menatap Amara yang terlelap tanpa tahu bahwa dunia mereka mulai retak.

“Sayang?” panggil Amara lembut sambil menarik selimut, duduk di tepi ranjang.

Arga tidak langsung menoleh. Suaranya berat. Datar. “Sarapan kamu di meja makan.”

Amara menelan ludah. Nada itu… bukan nada suaminya yang semalam memeluknya dengan cinta.

“Memangnya bi Eti udah datang?” Amara turun dari atas ranjang.

“Dari tadi,” balas Arga ketus.

Kening Amara semakin terlipat dalam.

“Arga, kamu kenapa?”

Akhirnya pria itu menoleh. Tapi tatapan yang biasa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Bundanya Izam
siapa suruh gak mau jujur,gemees banget sama Amara ...
goodnovel comment avatar
Attar Muntaz
saking sayangnya sama saudara.. amara dilema..
goodnovel comment avatar
Adfazha
Adek lucknut bkin smua ambyaar pdhl Arga udh ksh clue km bs cerita apapun sm Arga tp ya Amara oneng ssh sih bagai mkn buah simalakama antara adik & suami
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Pulang

    Langit siang itu cerah, tapi udara terasa lebih lembut dari biasanya. Seolah alam pun tahu bahwa hari ini akan menjadi awal baru bagi seseorang yang telah lama bersembunyi dari dunia.Amara berdiri di ambang pintu kamar, menatap koper besar yang sudah tertutup rapat. Di sisinya, Ima sedang melipat selimut kecil dan meletakkannya ke dalam tas kain berisi kebutuhan bayi. Di sisi lain, Arga sedang berbicara lewat telepon dengan nada serius—mengatur kepergian mereka semua ke Jakarta.“Aku sudah hubungi Bayu. Dia akan datang bawa mobil dan kursi roda untuk Ibu,” ucap Arga sambil menutup telepon.Dia menghampiri Amara lalu duduk di sebelahnya.Amara hanya mengangguk pelan. Pandangannya melayang ke luar jendela, ke halaman belakang Villa Bayu yang selama enam bulan terakhir menjadi tempat persembunyiannya—tempat ia lari dari pria yang selalu menyakiti hatinya, tempat ia menangis dalam sepi, dan tempat ia belajar menerima luka.“Aku akan kangen tempat ini,” gumamnya lirih.Arga menoleh.

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Keputusan Untuk Pulang

    Cahaya pagi menembus celah tirai kamar dan mendarat tepat di wajah Amara.Ia mengerjap perlahan, merasa hangat dan terkurung dalam pelukan yang kokoh. Nafas hangat menyentuh tengkuknya, dan ketika Amara menunduk sedikit, ia menyadari tubuhnya tak terlapisi sehelai kain pun.Kesadarannya kembali—tentang malam yang penuh desahan dan rintihan. Tentang sentuhan yang begitu familiar, tentang gairah yang meledak dan pelukan yang menenangkan setelahnya.Pelan-pelan, Amara menoleh ke belakang. Arga masih terlelap, wajahnya tampak damai dan tenang, seakan beban bertahun-tahun telah rontok bersamaan dengan malam itu. Tangan Arga masih memeluk pinggang Amara, dan kakinya terlilit di antara kaki Amara seperti berusaha memastikan perempuan itu tidak akan pergi lagi.Amara menggigit bibir bawahnya. Perasaan campur aduk menyerangnya—antara malu, bersalah, canggung, dan mungkin sedikit bahagia.Ia mencoba menarik tubuhnya perlahan, tapi Arga malah menariknya lebih erat. Suara baritonnya terdenga

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Demi Rembulan

    “Sebelum datang ke sini, saya ke rumah sakit dulu untuk menanyakan hasil tes dna dan ternyata hasilnya sudah keluar.” Arga menyimpan amplop di atas meja yang langsung Amara raih dan membukanya.Makan malam sudah selesai dan mereka pindah ke ruang televisi.Arga mengangkat Rembukan dari bouncer lalu memangkunya.Tidak ada penolakan atau gerakan gelisah meski Rembulan terus mendongak menatap Arga seakan sedang merekam baik-baik wajah yang jadi sering ada itu.“Dia memang anak kandung Rendy, hasilnya cocok.” Arga berujar kembali sebelum selesai Amara membaca seluruh tulisan di dalam kertas.“Syukurlaaaah ….” Amara mendesah lega.Ima memberikan Aryana kepada Amara. “Kamu makan dulu, Ma.” “Baik, Bu.” Amara langsung memakai apron menyusui untuk menyusui Aryana sementara ibu Sumiati menundukan kepala dengan mata terpejam di kursi rodanya seperti sedang bicara dengan sang Maha Pencipta mungkin mengucapkan banyak rasa syukur karena Aryana-cucunya bisa diselamatkan dan bisa berkumpu

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Memaafkan, Melupakan dan Melangkah Ke Depan

    “Banyak sekali masaknya, Bu …,” celetuk Ima yang sedang membantu Amara mengolah sayur dan daging untuk menjadi menu makan malam. “Pak Arga mau datang,” balas Amara pelan. “Oh … pak Bayu bilang kalau besok beliau juga mau datang ….” “Oh ya?” Amara menoleh menatap Ima sambil tersenyum. “Ih Ibu … kenapa senyumnya seperti itu?” Ima mengerucutkan bibirnya. “Sekarang kamu Bayu lebih sering chat kamu dari pada aku ….” Amara bukan sedang merajuk, senyumnya malah semakin lebar. “Saya pikir pak Bayu chat Ibu juga ….” Tampang Ima terlihat tidak nyaman. “Enggak tuh.” Amara tertawa. “Ibu lagi Happy ya? Akhir-akhir ini Ibu sering tertawa dan tawa Ibu lepas sekali.” Ima balas menggoda Amara. “Apa sih kamu, Ima.” Amara mengulum senyum. “Bu, sebenarnya saya mau ngomong tapi bukan kapasitas saya ….” Kalimat Ima menggantung. “Kamu mau ngomong apa?” Amara berubah serius. “Tentang pak Arga … saya setuju dengan ibu Sumiati … sebaiknya Ibu kembali bersama dengan pak Arga.”

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Takut Terluka Lagi

    “Bu, matahari paginya bagus … kita jemur Aryana dan Rembulan sekarang aja ya?” Ima berujar dari ambang pintu.“Oh boleh ….” Amara menggendong Rembulan lalu Ima menggendong Aryana dari box bayi.Dua bayi mungil itu sudah wangi setelah tadi Amara memandikannya secara bergantian.“Ibu mana?” Amara bertanya ketika berjalan di lorong dengan Ima setengah langkah di depannya.“Ibu sudah di depan, Bu ….” “Ooo ….” Amara bergumam.Di halaman yang luas itu, bu Sumiati duduk di kursi roda bermandikan sinar matahari yang hangat.Beliau tersenyum begitu melihat dua cucunya dibawa mendekat.Amara dan Ima duduk di kursi kayu lalu membuka pakaian bayi-bayi itu agar sinar matahari langsung mengenai kulit mereka.“Cucu Nenek … tampan dan cantik ….” Ibu Sumiati mencoba berkomunikasi.Rembulan tersenyum sembari menendang-nendang kakinya sedangkan Aryana memejamkan matanya sembari menggeliat dalam pelukan Ima.“Kayanya Aryana kekenyangan menyusu, Bu ….”Amara mengangguk. “Iya … sampai kempes i

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Mulai Membenahi

    Langit dataran tinggi mulai memerah, menandakan sore yang sebentar lagi tumbang menjadi senja. Udara yang sebelumnya hangat mulai menggigit, mengirimkan aroma kayu lembap dan embun ke dalam sela-sela jendela villa.Arga berdiri di teras samping, menatap bentangan hijau yang tak asing baginya padahal baru sehari singgah. Di dalam pelukannya, rasa haru bertemu Rembulan masih menggantung. Tapi ia tahu waktunya sudah habis. Ia harus pulang.Ia melangkah masuk, mendekati Ima yang sedang membersihkan ruang tamu.“Ima, bisakah kamu… panggilkan Amara? Aku mau pamit,” ucap Arga pelan namun tegas.Ima menatapnya sejenak, membaca ketulusan itu, lalu mengangguk. “Saya panggilkan dulu, Pak.”Tak lama kemudian, suara langkah pelan terdengar dari koridor kamar. Amara muncul dengan wajah tenang tapi dingin. Rambutnya disanggul seadanya, matanya letih namun masih menyimpan bara yang tak padam. Ia duduk di ujung sofa panjang, menjaga jarak aman dari Arga.“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanyanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status