Share

Rumah

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-27 21:06:31
Cahaya matahari pagi menyelinap masuk melalui celah tirai kamar, membelai wajah Amara yang masih tertidur di pelukan Arga.

Nafas keduanya sudah teratur, tubuh mereka saling menempel dengan selimut putih membungkus erat.

Arga membuka matanya lebih dulu.

Dia menatap gadis mungil dalam dekapannya itu—rambut acak-acakan, wajah polos tanpa makeup, napas lembut menghangatkan kulit dadanya.

Seketika dadanya terasa aneh.

Ada sesuatu yang mencubit pelan di dalam sana.

Perlahan Arga mengendurkan pelukannya, takut membangunkan Amara.

Namun saat ia bergerak sedikit, Amara meringkuk lebih dalam, seolah mencari kehangatan tubuhnya.

Arga menahan napas.

Sial.

Betapa mudahnya gadis ini menghancurkan semua pertahanannya.

Dengan hati-hati, Arga membelai punggung Amara dengan gerakan ringan.

Tak sadar, sudut bibirnya melengkung tipis.

Sementara itu, Amara mulai menggeliat pelan.

Begitu membuka mata dan menyadari bahwa dirinya masih dalam pelukan Arga—dan tubuh mereka sama-sama
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Ayo Arga kamu pasti bisa katakan Cinta ke Amara & batalkan kontraknya...
goodnovel comment avatar
Ferinda Yanti
keganjel kontrak ya,, udeh ngaku aja klw udah bucin akut....
goodnovel comment avatar
Gita
Yaudah ayok gugurin kontraknya ga. Jadiin amara benar2 rumah.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Mulai Membenahi

    Langit dataran tinggi mulai memerah, menandakan sore yang sebentar lagi tumbang menjadi senja. Udara yang sebelumnya hangat mulai menggigit, mengirimkan aroma kayu lembap dan embun ke dalam sela-sela jendela villa.Arga berdiri di teras samping, menatap bentangan hijau yang tak asing baginya padahal baru sehari singgah. Di dalam pelukannya, rasa haru bertemu Rembulan masih menggantung. Tapi ia tahu waktunya sudah habis. Ia harus pulang.Ia melangkah masuk, mendekati Ima yang sedang membersihkan ruang tamu.“Ima, bisakah kamu… panggilkan Amara? Aku mau pamit,” ucap Arga pelan namun tegas.Ima menatapnya sejenak, membaca ketulusan itu, lalu mengangguk. “Saya panggilkan dulu, Pak.”Tak lama kemudian, suara langkah pelan terdengar dari koridor kamar. Amara muncul dengan wajah tenang tapi dingin. Rambutnya disanggul seadanya, matanya letih namun masih menyimpan bara yang tak padam. Ia duduk di ujung sofa panjang, menjaga jarak aman dari Arga.“Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanyanya

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Akhirnya Bertemu Kembali

    Mobil hitam itu berhenti perlahan di depan sebuah villa kecil di dataran tinggi—bangunan sederhana tapi hangat, dikelilingi pohon-pohon cemara yang menjulang seolah menjaga ketenangan penghuninya.Amara turun lebih dulu sambil menggendong bayi laki-laki yang masih tertidur pulas. Arga menyusul, sedikit kikuk, membenarkan kerah bajunya meski udara tak terlalu dingin. Matanya menatap villa yang tak asing lagi, meski baru sekali ia lihat.Pintu terbuka sebelum mereka sempat mengetuk. Ima, sang perawat, berdiri di ambang dengan ekspresi terkejut. “Bu Amara?” serunya pelan, kemudian matanya melebar saat melihat siapa yang berdiri di belakang wanita itu. “Pak Arga…?”Amara hanya mengangguk pelan. “Apa Rembulan sudah bangun?”“Belum, Bu … masih tidur nyenyak. Tadi malam agak rewel, tapi sekarang tenang,” jawab Ima sambil membuka pintu lebih lebar. “Masuk Bu … saya sudah masak makan siang.” “Makasih ya Ima ….”Amara melangkah duluan, sementara Arga berhenti sejenak di ambang pintu.“P

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Dua Kali Kecewa

    Keluar dari ruang laboratorium, mereka tak bicara sepatah kata pun. Hanya suara langkah kaki yang menggema di koridor dan sesekali isak tangis samar dari ruang NICU di sebelah menemani diam yang terlalu berat untuk dipecah.Arga sesekali melirik Amara yang mendekap bayi laki-laki di gendongannya. Wajah Amara terlihat pucat, tetapi tatapannya kuat—diam-diam membangun benteng agar tidak runtuh lagi. Arga tahu, kebisuan ini bukan bentuk damai, melainkan sisa luka yang belum siap disembuhkan.Langkah mereka sampai di lobi rumah sakit.Dan di sanalah mereka melihatnya.Sebuah televisi 60 inci tergantung di dinding, memutar siaran langsung berita siang. Di layar terpampang headline merah menyala dengan tulisan besar:“Putri Keluarga Wibisono Terlibat Jual Beli Bayi—Resmi Ditahan Bersama Sindikat Braga!”Gambar beralih. Alena, mengenakan baju tahanan oranye dengan tulisan Tahanan Polda Metro, berjalan tertunduk diapit dua polisi wanita. Di sebelahnya, Br

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Pembalasan

    Langkah kaki Amara dan Arga bergema lembut saat mereka berjalan berdampingan di lorong rumah sakit, masing-masing menggendong beban yang berbeda.Amara dengan bayi di pelukannya, Arga dengan rasa bersalah dan harapannya.Di depan ruang Laboratorium Genetik, seorang suster muda menyambut mereka.“Selamat pagi, Bapak dan Ibu. Silakan masuk. Dokter sudah menunggu,” katanya ramah.Mereka masuk ke dalam ruangan bernuansa putih dengan alat-alat medis canggih dan suasana yang hening. Seorang pria paruh baya berkacamata, mengenakan jas laboratorium putih, berdiri menyambut mereka.“Dokter Darwan,” Arga memperkenalkan, “Ini Amara, dan… bayi yang ingin kami pastikan identitasnya.”Dokter Darwan tersenyum sopan. “Baik. Kami akan melakukan tes DNA standar dengan metode PCR. Kami butuh sampel darah dari bayi dan dari Ayah biologis—dalam hal ini, Anda, Pak Arga. Jika nanti bayi ini adalah anak kandung Anda, maka kemiripan genetik akan muncul secara signifikan. Jika tidak, maka kami juga akan

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Luar Biasa

    Aroma sedap dari dapur menguar ke seluruh rumah.Amara terbangun pelan, tubuhnya terasa sedikit pegal, tapi perasaannya jauh lebih ringan daripada malam sebelumnya. I menoleh ke samping. Bayi lelaki itu masih tertidur, napasnya pelan dan tenang, seolah rumah ini benar-benar memberinya rasa aman.Perlahan, Amara bangkit dan pergi ke dapur untuk mencari air hangat. Tapi sebelum ia sempat sampai, suara yang sangat ia kenal menggema dari balik meja dapur.“Ya Tuhan … ini mimpi bukan sih? Bu Amara?!” seru Bi Eti sambil memegang piring berisi salah satu menu sarapan pagi. Amara menghentikan langkahnya. “Bi Eti .…”Perempuan paruh baya itu langsung meletakkan piringnya dan memeluk Amara dengan air mata mengalir di pipinya. “Bu … saya pikir Ibu enggak akan pernah balik lagi ke rumah ini.”Pelukan itu hangat dan tanpa syarat. Amara sempat tercekat, tapi ia membalas pelukan itu dengan hati yang tak bisa ia bendung.“Saya cuma semalam, Bi. Enggak tahu akan balik ke sini lagi atau engga

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Berdetak Kembali

    Lampu jalan menyapu wajah-wajah lelah di dalam van hitam yang meluncur cepat membelah malam Jakarta. Bayu duduk di kursi depan, masih mengenakan rompi gelapnya, sementara Arga duduk di belakang dengan bayi mungil yang terbungkus selimut abu-abu di pelukannya. Zeno di sisi kanan, memelototi layar ponsel yang terus memperbarui koordinat posisi mereka.Di sebuah apartemen milik Vikram yang tersembunyi di bilangan Pasar Minggu, Amara duduk gelisah di ruang tamu kecil bersama si pemilik unit.Matanya tak lepas dari pintu, jantungnya seperti berdetak di tenggorokan. Ia belum pernah melihat langsung wajah Aryana. Hanya mendengar bahwa bayi itu anak dari adik kandungnya, dan satu-satunya darah yang tersisa dari Rendy—pria brengsek yang dari dulu paling bisa membuat hidup keluarganya menderita.Pintu diketuk tiga kali.Amara langsung berdiri. Vikram mengikutinya dengan langkah pelan, matanya menyipit curiga.Begitu pintu dibuka, Arga masuk lebih dulu, wajahnya kusut, mata memerah, dan pel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status