Home / Romansa / Karena Utang, Dinikahi Sultan / Sebuah Pelukan Dan Senyuman

Share

Sebuah Pelukan Dan Senyuman

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-04-19 09:05:08

Chapter 18 – Pelukan Tanpa Sadar

Minggu pagi.

Udara di kompleks perumahan masih sejuk, angin berembus lembut membawa aroma rumput basah. Matahari baru naik setengah, sinarnya menerobos tipis di sela dedaunan.

Arga baru saja selesai jogging. Kaus olahraganya basah di punggung, celana training panjang membungkus kakinya yang kuat. Napasnya masih sedikit berat, tapi langkahnya santai saat memasuki rumah.

Begitu membuka pintu, ia langsung mencium aroma roti panggang dan kopi.

Di dapur, Amara sedang sibuk. Rambutnya dikuncir kendor ke belakang, wajahnya segar tanpa make-up, hanya mengenakan kaus oversized yang mengekspose satu sisi pundaknya dan celana pendek kain yang membuatnya terlihat… nyaman dan juga seksi. Terlalu nyaman dan seksi untuk ukuran seorang ‘istri kontrak’.

Arga berhenti sejenak di ambang pintu, memperhatikannya. Ada rasa aneh di dadanya—semacam kehangatan yang tidak biasa.

“Permisi, Pak.” Bi Eti datang sembari membawa sapu dan pengki dari belakang Arga membuat pria
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Adfazha
Arga jantung aman gak ... bahagianya Amara tuh sederhana ya kan... Perlahan tp pasti Arga jd kecanduan & ketergantungan sm Amara
goodnovel comment avatar
Ferinda Yanti
abis kesel skrg baper ya,,ckck
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Lawan Cassandra Yang Seimbang

    Malam sebelum kepulangan Arga ke Jakarta, Surabaya menyelimuti kota dengan keheningan yang hanya dipecah oleh suara kendaraan di kejauhan.Arga duduk di balkon kamar hotelnya, menatap langit yang gelap tanpa bintang.Dua batang rokok telah berubah menjadi abu di dalam asbak sementara setengah batang masih terselip di antara dua jarinya.Pikiran Arga penuh dengan bayangan Amara, panggilan video mereka sebelumnya masih terngiang di benak pria itu.Namun, hatinya masih diselimuti oleh kekecewaan dan kemarahan yang belum sepenuhnya reda.Ponselnya bergetar, menandakan pesan masuk. Dari Cassandra: “Aku di lounge bar hotel. Bagaimana kalau kita tutup perjalanan bisnis ini dengan minum sedikit wine.”Arga menatap pesan itu lama. Ia tahu seharusnya mengabaikannya, tetapi hatinya yang rapuh dan pikirannya yang kacau membuatnya berdiri lalu melangkah keluar kamar.Dan ketika Arga sampai di lounge bar hotel, dia bisa dengan mudah menemukan Cassandra duduk di sudut lounge, mengenakan gaun

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Belum Menyerah Menggoda Arga

    Arga terjaga dari tidurnya dengan perasaan campur aduk, dia menegakan punggung lalu mengusap wajahnya.Bayangan Amara ketika memeluknya kemarin menghantui Arga hingga ke mimpi.Entahlah, Arga mulai bimbang dengan sikapnya. Apakah pantas memperlakukan Amara seperti ini?Dia menghela selimut lalu turun dari atas tempat tidur, langkahnya sampai ke mini pantry lalu membuka satu botol air mineral untuk melegakan tenggorokan.Setelahnya Arga pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan bersiap.***Di restoran hotel, suasana tampak ramai.Arga duduk di sebuah meja kecil khusus dua orang untuk melakukan sarapan.Kemeja putih bersih memeluk erat tubuh atletisnya begitu sempurna dan dasi yang belum dikencangkan.Ketenangan Arga terancam oleh kedatangan Cassandra.Langkah ringan, anggun dan elegannya membelah restoran menghampiri Arga.Dari jauh, Arga bisa melihat blus merah muda Cassandra membentuk setiap lekuk tubuhnya menjadi pusat perhatian para pria di sana.“Pagi, Ga.

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Dunia Amara Sedang Terguncang

    Amara menyalakan lampu ruang tamu, lalu duduk sendiri di atas sofa sambil memandangi layar ponsel yang sudah ia buka sejak satu jam lalu.Amara : Ga, kamu pulang jam berapa?Tidak ada balasan pesan dari Arga.Dan tidak ada tanda-tanda bahwa pria itu akan pulang lebih cepat malam ini.Hujan tipis mulai turun di luar jendela, membuat pantulan cahaya lampu jalan di lantai marmer tampak mengabur.Di atas meja, sebuah mangkuk sop yang mulai dingin di atas tatakan rotan belum tersentuh sedikitpun karena Amara mendadak tidak selera makan.Di sebelahnya, nasi hangat, sambal tomat kesukaan Arga, dan sepiring kerupuk udang yang sengaja Amara goreng sendiri tadi sore.Dia berharap malam ini akan berbeda. Bahwa Arga akan segera pulang dan mengajaknya makan malam seperti dulu—bahkan jika itu hanya dalam diam. Tapi pintu tetap tertutup. Dan waktu terus berjalan.Amara memeluk lututnya di sofa.Pikirannya kembali ke semua hal yang membuat dadanya sesak. Ia memutar ulang percakapan yang pern

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Pelarian

    Suara hak tinggi Cassandra menggema di sepanjang lorong kantor pusat CitraKredit. Banyak pasang mata pegawai menoleh, beberapa berbisik pelan.Cassandra memang selalu tahu bagaimana mencuri perhatian—rok pensil hitam yang membentuk lekuk tubuhnya, kemeja sutra merah yang menyala, dan seberkas senyum yang menipu.Clara-sekretaris Arga yang sedang duduk di mejanya menyelesaikan pekerjaan yang baru saja diinstruksikan Arga langsung berdiri dan menunduk sopan. “Selamat siang, Bu Cassandra. Pak Arga ada di dalam, tapi—”“Aku tahu. Aku memang ada janji,” potong Cassandra dengan nada yang seolah menghapus semua keberatan.Dia mendorong pintu ruang kerja Arga tanpa mengetuk. Dan di balik meja marmer hitam itu, Arga tengah membolak-balik dokumen dengan mata sayu.Wajahnya tampak kelelahan, tetapi tetap memancarkan aura dingin dan tak tersentuh.“Sudah kubilang kamu tidak perlu datang langsung kalau cuma mau kirim proposal,” ucap Arga tanpa menoleh, masih fokus pada berkas di tangannya.

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Sampai Kapan?

    Suatu siang yang mendung, Amara berdiri di antrean kasir sebuah butik kecil di kawasan Kemang.Ia sedang membeli mantel untuk Ibu Sumiati—warna ungu muda, seperti warna favorit ibunya sejak dulu.Rambut Amara digerai rapih, raut wajahnya tampak lelah, tapi tetap cantik dalam kesederhanaan.Ia tidak menyadari seseorang tengah menatapnya dari sudut ruangan.“Amara?” suara lembut menyapa dari belakang.Amara menoleh. “Lavina?”Lavina tersenyum hangat. Istri Vikram itu tampil elegan dalam balutan blouse putih dan celana bahan krem, rambutnya dicepol rapi. “Ya ampun, aku enggak nyangka ketemu kamu di sini.”Amara tersenyum kecil. “Aku juga, Lavina.”Lavina meraih lengan Amara ringan. “Kamu sendiri?”Amara mengangguk. “Cuma beli mantel buat ibu. Lagi ada diskon.”Lavina menatap mata Amara lebih lama dari biasanya, lalu mengajaknya duduk di sofa kecil dekat jendela butik yang menghadap ke taman.“Amara… kamu enggak terlihat baik-baik saja,” bisik Lavina dengan nada penuh perhatian

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Diam

    Ketika Amara sampai di rumah, Arga belum pulang.Dia memasak makan malam untuk mereka, setelahnya Amara duduk di meja makan menunggu Arga.Dia tidak akan makan dulu hingga Arga pulang.Lelah menunggu, Amara tertidur di meja makan dengan menyandarkan kepalanya di lengan yang ia tumpu di atas meja.Arga pulang nyaris tengah malam, langkahnya terhenti di depan ruang makan.Berbagai menu makan malam tersaji dengan Amara tertidur di sisi meja makan.Arga tahu kalau istrinya menunggu entah sejak kapan untuk bisa makan bersama.Namun hati Arga masih terluka, dia tidak mentolelir kebohongan dan baginya apa yang dilakukan Amara sangatlah fatal.Akhirnya Arga melanjutkan langkah meniti anak tangga menuju kamarnya tanpa membangunkan Amara, dengan tega membiarkan Amara tertidur di meja makan.Jam dua tepatnya Amara terjaga karena merasakan pegal di leher, dia bangkit dari kursi dan bergegas ke ruang tamu untuk mengecek halaman rumah dan ternyata mobil Arga sudah terparkir, pria itu sudah

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Konfrontasi Arga

    Amara terbangun dari tidur lelapnya, dia merasakan suhu dingin karena pendingin ruangan bekerja maksimal sementara Arga tidak memeluknya.Dia menegakan tubuh dan menemukan Arga berdiri di depan jendela, dengan bahu tegang dan punggung membatu, ia tahu… ada sesuatu yang berubah.Di luar sana masih pagi, langit Jakarta tampak mendung.Udara terasa berat seperti dada Arga yang sesak sejak subuh tadi.Pria itu tidak tidur semalaman—duduk bersandar di sisi ranjang, menatap Amara yang terlelap tanpa tahu bahwa dunia mereka mulai retak.“Sayang?” panggil Amara lembut sambil menarik selimut, duduk di tepi ranjang.Arga tidak langsung menoleh. Suaranya berat. Datar. “Sarapan kamu di meja makan.”Amara menelan ludah. Nada itu… bukan nada suaminya yang semalam memeluknya dengan cinta.“Memangnya bi Eti udah datang?” Amara turun dari atas ranjang.“Dari tadi,” balas Arga ketus.Kening Amara semakin terlipat dalam.“Arga, kamu kenapa?”Akhirnya pria itu menoleh. Tapi tatapan yang biasa

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Sama Saja

    “Tadi kamu pulang sama siapa?” Arga bertanya saat mereka sedang asyik menonton televisi.Lebih tepatnya Arga saja yang menikmati karena Amara malah melamun menatap kosong.Kepala Amara yang bersandar di pundak Arga kemudian mendongak membuat Arga menoleh sehingga bibir mereka bertemu.Amara tersenyum karenanya.“Diantar supir ….” Arga menaikkan satu alisnya.“Supir taksi …,” sambung Amara lalu Arga terkekeh.Melihat senyum Arga yang hangat dan merasakan hubungannya dengan pria itu sudah seperti pernikahan sungguhan membuat sorot mata Amara kembali menyiratkan kesedihan mengingat kemunculan Rendy.“Besok aku ada meeting pagi, kita tidur yu!” Arga menarik tangannya dari pundak Amara.Amara langsung menegakan punggung lantas bangkit untuk menyusul Arga yang sudah mematikan televisi dan mengulurkan tangan.Dia raih tangan Arga yang kemudian menggenggamnya menuntun setengah langkah di depan meniti anak tangga.Arga tidak berhenti di depan kamar Amara, langkahnya terus tertuju ke

  • Karena Utang, Dinikahi Sultan   Perubahan Sikap Amara

    Hari-hari di Jakarta kembali berjalan cepat, tapi bagi Amara, waktu seakan terseret perlahan. Ada yang berubah dalam dirinya—bukan hanya karena kelelahan, tapi karena beban rahasia yang membeku dalam dada.Pagi itu, Amara dan Arga duduk berhadapan di meja makan. Roti panggang, telur orak-arik, dan segelas jus jeruk tersaji. Tapi Amara lebih sering menatap piringnya ketimbang makan.Arga mengerutkan kening. “Kamu enggak suka menunya? Biasa juga makan ini.”Amara tersentak. “Eh… suka kok. Aku… cuma enggak laper aja.”Arga tak menjawab, hanya memandangi wajah Amara yang tampak letih, bibirnya sedikit pecah, dan pandangan yang seperti melayang entah ke mana.“Kamu sakit?” Arga mengulurkan tangan melewati meja hingga punggung tangannya menyentuh kening Amara.“Enggak.” Amara menggeleng pelan dengan senyum di bibirnya.“Nanti kamu laper di sekolah, kamu ngajar sampai sore, kan?” “Iya ….” “Kalau gitu habiskan,” kata Arga mengendik ke piring Amara dengan nada memerintah.Terpaksa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status