Sofie menutup telepon dengan wajah kesal. Ini sudah yang kesekian kalinya ada telepon salah sambung yang membuat Sofie hampir naik darah.
“Telepon itu lagi?” tanya Lydia.“Hmm. Kenapa banyak sekali telepon nyasar ke sini, sih?” gerutu Sofie jengkel.Belum selesai sampai di situ, ketika jam makan siang ada seorang kurir pesan antar sebuah rumah makan mengirimi Sofie sepuluh kotak makan siang lengkap. Sofie yang merasa tidak memesan makanan tersebut enggan menerimanya, tetapi kurir itu bilang kalau makanan tersebut belum dibayar. Mau tak mau Sofie yang harus membayarnya. Apalagi melihat si kurir terlihat sedih bercampur bingung. Seperti takut dimarahi atasannya.Hal ini sudah terjadi dari beberapa hari yang lalu. Selain bisa membuat Sofie bangkrut, hal ini juga membuat Sofie kesulitan melakukan pekerjaannya. Sofie bahkan merasa setiap orang yang dia lewati di jalan sedang memperhatikan sambil berbisik membicarakannya.Awalnya Sofie tidak peduli dengan keadaan aneh di sekitarnya, tetapi semakin lama dia menyadari kalau telah mengalami hari yang menjengkelkan ini sejak berita gosip itu diterbitkan. Bahkan beberapa tetangganya mengira Sofie menjadi pacar simpanan si artis karena seringnya dia pulang pagi.Seperti pagi ini, tanpa ada firasat buruk apa pun Sofie dengan semangat berangkat kerja. Seperti biasanya Sofie turun dari bus yang ditumpanginya di halte dekat hotel. Namun tiba-tiba seseorang menabraknya kencang tanpa meminta maaf. Ketika Sofie hendak menegur orang itu, seseorang melemparkan sebuah tikus putih kecil ke tubuhnya.“Aaaaarghhh!” Sofie menjerit keras dan berusaha membuang tikus yang menempel di pakaiannya. Belum hilang rasa kagetnya, ada segerombolan gadis remaja yang mengadangnya. Mereka semua menyiramkan berbagai macam jenis minuman yang mereka pegang. Alhasil tubuh Sofie basah kuyup dan beraroma seperti campuran cokelat, kopi dan teh.“Jadi ini perempuan yang menggoda Kak Rexa kita? Biasa saja! Apa bagusnya?” kata gadis remaja yang paling modis di antara yang lainnya dengan pongah. Sepertinya dialah ketua genknya.“Iya, tidak cocok!” sahut teman di sebelahnya.“Hei, Kak! Jangan cari sensasi! Kakak itu bukan levelnya Kak Rexa. Mending jauh-jauh, deh! Kalau berani menggoda Kak Rexa, kami tidak akan tinggal diam. Lihat saja nanti!” kata si gadis modis memberikan ultimatum dengan nada sinis dan galak. Lalu mereka pergi meninggalkan Sofie yang basah kuyup dan kotor begitu saja.“Apa?!” Sofie menatap tidak percaya pada segerombolan gadis muda yang baru saja pergi meninggalkannya. Sofie mendengkus jengkel sebelum berlari menuju hotel tempatnya bekerja.“Aiiish ... apa sih mau mereka? Siapa juga yang mau dekat dengan pria aneh itu!” gerutu Sofie sambil melintasi halaman parkir hotel kemudian masuk lewat pintu belakang. Sofie langsung menuju ruang loker karyawan dan bergegas membersihkan dirinya di toilet. Kemudian dia menelepon Sonya.“Ada apa, Sof?” tanya Sonya dari seberang saluran telepon.“Kamu harus menolongku sekarang juga! Argh ... aku hampir frustrasi dengan tingkah laku gadis-gadis gila itu.”“Memangnya apa yang terjadi? Kamu dikerjai penggemarnya Rexa lagi?” tanya Sonya agak terkejut.“Ya begitulah. Tolong bawakan aku pakaian ganti komplit, ya. Aku benar-benar seperti larutan coffee latte berjalan!”“Oke-oke, aku akan ke sana sekarang!”“Sip!”Untung saja Sofie tiba di kantor lebih awal, sehingga dia masih memiliki waktu untuk membersihkan dirinya. Sonya datang tidak lama setelah Sofie selesai membersihkan dirinya.“Apa yang terjadi, Sof?” tanya Sonya sambil mengulurkan tas kecil berisi pakaian yang diminta Sofie dan gadis itu segera mengganti pakaiannya di dalam toilet.“Gadis-gadis itu melemparku dengan tikus yang menggelikan dan menyiramku dengan berbagai macam minuman,” jawab Sofie sedikit berteriak dari dalam bilik toilet.“Ya ampun! Separah itukah?” tanya Sonya tidak percaya.“Kamu coba saja sendiri kalau ingin tahu rasanya. Siapa itu penyanyi favoritmu? Katanya kamu sedang bekerja sama dengan dia, kan? Kalau penggemarnya tahu, bisa hancur hari-harimu. Aiish ... kenapa ini harus terjadi padaku?” gerutu Sofie sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Apa Rexa tahu perlakuan penggemarnya padamu?” tanya Sonya mengalihkan pembicaraan.“Entahlah. Lagipula itu juga bukan salah dia sepenuhnya. Toh, bukan dia yang menyuruh penggemarnya melakukan semua ini padaku,” ujar Sofie pasrah sambil menggelung rambut panjangnya.“Kamu ini! Diperlakukan seperti ini, kamu masih merasa tidak apa-apa?” tanya Sonya heran.“Habis mau bagaimana lagi? Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku berteriak-teriak di depan Rexa meminta pertanggung jawaban atas semua perlakuan penggemarnya padaku? Itu tidak mungkin kulakukan,” celetuk Sofie sambil memeriksa kelengkapan seragamnya. Untuk sesaat wanita itu terlihat mengerutkan kening. “Kapan nametag-ku hilang, ya? Sudahlah, pakai cadangannya saja dulu.”“Lalu, kamu mau begini terus?” tanya Sonya masih heran dengan sikap sahabatnya yang terlalu baik hati itu.“Akan kupikirkan lagi nanti,” jawab Sofie sambil bersiap menuju lobi. “Kamu tidak pergi kerja?” tanya Sofie yang heran melihat sahabatnya masih saja mengikutinya.“Aku ada janji dengan klien di dekat sini. Masih ada satu jam lagi sebelum janji temuku.”Sementara itu suasana lobi hotel sudah penuh riuh dengan para penggemar B-Men, terutama penggemar Rexa. Entah dari mana saja mereka datang. Bahkan ada beberapa wartawan gosip telah berkumpul di salah satu sudut hotel, siap dengan peralatan merekam. Entah mengapa pagi ini semuanya berkerumun di halaman dan lobi hotel tempat Sofie bekerja.Lydia yang selalu mengikuti perkembangan gosip terbaru segera menarik Sofie kembali ke ruang loker karyawan sebelum wanita itu sampai di meja resepsionis. Sonya yang masih bersama Sofie pun ikut terkejut dengan tingkah Lydia yang panik dan mengikuti mengikuti keduanya masuk ke dalam loker karyawan juga.“Ada apa sih, Lyd?” tanya Sofie bingung dan heran.“Gawat ... gawat! Sepertinya karena postingan berita dan foto di internet itu mereka semua kemari,” celoteh Lydia panik.Sofie dan Sonya saling pandang. Masih tidak mengerti denga napa yang dibicarakan Lydia barusan.“Berita di internet?”“Iya, gosip panas yang muncul semalam. Memang kamu belum lihat?” tanya Lydia lagi dengan nada gemas karena Sofie sepertinya tidak tahu apa-apa tentang hal itu.“Memang ada berita apa lagi, sih?”****“Kita mau ke mana malam-malam begini?” tanya Sofie sambil memandangi jalanan yang tidak dia kenal di sekelilingnya.Bukannya menjawab Rexa hanya tersenyum tipis sambil terus melajukan mobilnya menyusuri jalan raya yang semakin lama semakin sepi.Melihat jalanan yang semakin sepi, Sofie mulai waspada dengan apa yang akan Rexa lakukan selanjutnya. Apalagi saat melihat wajah pria itu yang masih terlihat kesal sejak kejadian di studio foto tadi.Mobil Rexa berbelok memasuki gerbang besar sebuah tempat rekreasi. Setelah membayar tiket masuk, Rexa melajukan mobilnya mencari tempat parkir yang sepi. Pria itu sengaja mencari tempat yang jauh dari keramaian untuk menghindari kehebohan massa yang akan mengenal identitasnya.“Ayo turun!” perintah Rexa begitu selesai mematikan mesin mobilnya.Tanpa menjawab, Sofie ikut turun dari mobil. Hal yang pertama wanita itu lakukan adalah mengamati keadaan sekitar. Memahami di mana tepatnya dia berada agar kalau terjadi sesuatu padanya, dia bisa kabur meny
Gerutuan Sofie makin panjang terdengar begitu melihat pose Rexa memeluk Kaisha dari belakang. Segala macam caci maki wanita itu tujukan pada pria yang kemarin membuat jantungnya nyaris jungkir balik karena senang. Kini Sofie semakin yakin kalao pria itu hanya mengerjainya saja kemarin. Lagi pula mana mungkin Rexa menyukai wanita mungil cerewet seperti dirinya.“Waa!!!” Sofie tiba-tiba terpekik kaget ketika hawa dingin menyengat menggigit kulit pipinya. Wanita itu langsung menoleh untuk melihat siapa yang berani mengusiknya saat ini. Namun baru saja hendak mencaci maki orang yang mengganggunya memaki Rexa, Sofie justru terhipnotis senyuman manis dari pria yang berdiri sambil menyodorkan sekaleng minuman dingin di hadapannya itu. “Revano!”“Kenapa merengut begitu?” tanyanya sambil membukakan tutup minuman kaleng kemudian menyerahkannya ke tangan Sofie. “Cappuccino dingin, kesukaanmu, kan?” katanya lagi.Senyum Sofie semakin lebar, “Terima kasih.”“Cemburu, ya?” tanya Revano tepat sasara
Sofie membuka mata sambil tersenyum memeluk guling. Apa yang sudah terjadi padanya semalam? Kenapa dia jadi tersipu malu seperti sekarang? Ah ... semua kejadian itu seperti mimpi rasanya.Sofie berguling ke kanan dan kiri. Lalu menutup wajahnya dengan guling dan kembali membayangkan kejadian demi kejadian yang dialaminya semalam. Seulas senyum kembali mengembang di bibirnya. Hingga dering jam alarm membuyarkan semua angannya.Sofie bangkit dari tempat tidur. Tatapannya langsung tertuju pada gaun cream yang tergantung pada pintu lemari di hadapannya. Semburat kemerahan kembali menjalar di pipi Sofie. Ah ... lama-lama dia bisa berhalusinasi. Sofie menepuk pipinya pelan dan beranjak meninggalkan kamar.Masih pagi memang, tetapi Sofie tidak menemukan Sonya di mana pun. Hanya ada secarik kertas berisi catatan yang ditulis Sonya tertempel dengan magnet di pintu kulkas. Memberitahukan kalau sahabatnya itu tidak akan pulang malam ini karena harus kerja lembur.Sofie duduk di kursi meja makan.
Rexa tidak yakin dengan apa yang sedang dilakukannnya sekarang. Rexa kembali seperti orang yang baru mengenal wanita. Saat ini bahkan dia rela terjebak dalam studio bioskop untuk sekadar menonton film bersama wanita yang memikatnya alih-alih kamar hotel yang nyaman. “Kita mau nonton film apa, sih?” tanya Sofie begitu mereka duduk di kursi masing-masing. “Horor,” sahut Rexa santai. Sedangkan Sofie terpekik kaget. “Horor?!” Sofie menegakkan tubuhnya menghadap Rexa. “Bukannya aku tidak suka film horor, hanya saja nonton di bioskop membuat film horor berpuluh-puluh kali lipat lebih menyeramkan. Efek suaranya selalu membuatku tidak bisa tidur setelah menontonnya.” Rexa hanya memperhatikan wanita itu berargumen dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. “Jadi, bolehkan ganti film yang lain?” tanya Sofie sambil menatap Rexa memohon. “Bagus, dong! Nanti aku temani supaya kamu bisa tidur nyenyak,” sahut Rexa dengan seringaian nakalnya. Sofie langsung mencubit lengan pria itu hingga Rexa meng
“Loh, kenapa kita ke sini?” tanya Sofie heran begitu wanita itu tersadar jalan yang mereka laluinya adalah jalan menuju Mall Savero di pusat kota. “Mau apa malam-malam gini ke mall? Sebentar lagi juga mallnya tutup,” ucap Sofie heran saat Rexa memarkirkan mobilnya di basement mall.“Bioskop masih buka sampai tengah malam.”“Untuk apa ke bioskop?”“Ya nonton, dong!” sungut Rexa kesal dengan kebodohan Sofie mencerna semua sikapnya. Sedangkan wanita itu hanya ber-oh ria.Rexa kembali menarik lengan Sofie dan meminta wanita itu berjalan di sisinya bukan di belakangnya. Keadaan ini membuat kewaspadaan Sofie naik level. Sejak memasuki mall, wanita itu selalu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.Meskipun Rexa memakai topi hingga wajahnya tidak terlalu jelas terlihat, tetapi Sofie tetap merasa tidak aman. Wanita itu bahkan berharap tidak akan ada sedikit pun masalah yang muncul ketika mereka berjalan hanya berdua saja seperti ini.“Kamu kenapa? Seperti mau maling dompet pengunjung saja!” t
Rexa mulai melajukan mobilnya tepat di belakang mobil van para member B-Men. Rexa memang lebih suka mengendarai mobilnya sendiri. Sedangkan member B-Men lainnya lebih senang menggunakan mobil van milik perusahaan karena lebih praktis. Mereka semua tiba di Royal Restaurant saat semburat kemerahan mulai meredup dan berganti malam. Sutradara Erick dan seluruh kru pembuatan drama sudah menunggu mereka di sudut kanan ruangan. Para member B-Men pun bergabung dan membaur dengan semuanya. Rexa duduk diapit kedua wanita yang membuat hati Sofie bagai dilumat di atas papan penggilasan. Siapa lagi kalau bukan Kaisha dan Azalea. Terlebih lagi Azalea yang sedari tiba tidak pernah melepaskan Rexa sedikit pun, seakan sedang membalaskan kekesalannya di studio tadi. Ada saja cara yang wanita itu lakukan untuk mencoba menarik perhatian Rexa. Untunglah Sofie duduk di samping Revano dan Sonya. Setidaknya dia memiliki teman untuk berbincang. Walaupun harus menghindari tatapan tajam Rexa setiap kali Sofi