Share

133

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2024-09-15 09:13:56

Selagi hendak memejamkan mata, tiba tiba pintu kabar dibuka kasar dan Mas Didit datang dengan waja memberingas, ia mendekati ranjangku dan mencekal lengan ini dengan keras

"Kamu kan yang sengaja gugurin anakku?!"

"Astaghfirullah, kamu udah gila ya? Sejahat jahatnya wanita tak akan mau membunuh anak mereka!"

"Bohong! Kamu sengaja bikin onar dan banyak masalah, lari dan pergi ke sana kemari demi menggugurkan bayi itu, kau memang pantas dipenjara!"

Mendengar keributan, Mas Yadi yang tertidur di sofa langsung terbangun dan mendekat sigap.

"Apa-apaan kamu?!" tanya Mas Yadi mwnfekal tangan pria yang coba menyakitiku itu.

"Kamu gak usah ikut campur ketika sakinah sudah membunuh anakku!" teriak Mas Didit dengan mata membeliak, dia marah sekali rupanya sampai-sampai menabrakkan tubuhnya ke tubuh Mas Yadi.

"Ini adalah musibah dan kejinya kamu menuduh sakinah, lagian apa pedulimu sedang kamu sudah mesra dengan Kartika?!"

Kedua pria itu hampir saling mencekik andai kedua anakku tak mencegah dan mengingatkan bahwa ini tempat yang salah

"Tolong Om, ini buka tempatnya," pinta Imel pada kedua pria yang pernah ada dalam hidupku itu.

Kedua itu saling melepaskan dengan kasar.

"Lihatlah sakinah, kamu akan terus sakit-sakitan karena kualat padaku," ancam Mas Didit.

"Enak saja dia kualat, kau yang sialan!" balas Mas Yadi kembali maju dan siap memukul Mas Didit.

"Lihat sakinah, kau sudah membunuh anakku," ancamnya sambil menunjuk wajahku.

"Kau itu yang ingin membunuhnya di rumah sakit jiwa dulu, jangan cari ribut, padahal kau lah yang ingin anak itu mati bersama ibunya. Sayang, sakinah terlampau kuat," jawab Mas Yadi membela.

"Sial!" Mas Didit menendang pintu dan pergid dari tempat itu. Ketika ia membuka pintu pria itu langsung berpapasan dengan rombongan Bendi yang membawa sekeranjang buah. Sayangnya ekspresinya yang santai membuat Mas Didit makin murka.

"Permisi Om, mau lewat," ujar Bendi minta izin pada suamiku yang masih melintang di pintu.

"Kamu siapa, berondong Sakinah?" selidiknya mendelik, sedang pemuda berdasi kupu-kupu merah dan berkumis tebal palsu itu langsung tertawa.

"Bukan Om, saya pacarnya Imel," balasnya

"Astaga bocah tengil ini ...." Mas Didit mendelik curiga, rasa-rasanya ia tahu bahwa bendi adalah mafia paling berbahaya di kota.

"Boleh masuk kan?" tanyanya untuk kesekian kali.

"Silakan!" Pria itu langsung meninggalkan kamarku.

Selepas kepergian Didit pemuda yang gayanya lebih mirip Ranveer Singh itu, mendekat dan menyerahkan keranjang buah ke dekatku.

"Ini Nyonya."

"Apa ini?"

"Ya, buahlah, formalitas menjenguk calon mertua," balasnya pelan, membuatku tertawa di sela-sela kekhawatiranku.

"Mana Imel?" tanya mengedarkan pandangan.

"Ini aku," jawab putriku cemberut.

"Kenapa cemberut?"

"Kamu kelamaan," jawabnya, " sudah banyak yang terjadi selagi kamu gak ada," lanjutnya sewot.

"Hei-hei, aku juga banyak urusan dan bisnis, aku harus cari nafkah buat masa depan kita, eeaaa," ujarnya menggoda membuat anakku mengulum senyumnya.

"Masa depan apa? Siapa yang bilang mau berbagi masa depan denganmu?" jawabnya.

"Rona di wajahmu bilang begitu," jawab pemuda itu sambil mengerling pada Imelda.

"Astaga kalian berdua di depan Papa dan Mama," ujar Siksa menengahi.

"Mana mau aku jadi istri pria tengil ini," timpal Imel.

"Halah, nanti juga cinta," balas Bendi sambil tertawa.

"Ekhemmm ...." Mas Yadi berdeham karena merasa diabaikan oleh kami semua

"Ap kabar Om?" tanya Bendi sambil mendekat dan meraih tangan Mas Yadi namun Ayah Imel tak mau menjabat tangannya.

"Aku mau menjabat tanganmu di hari tangan itu sudah bersih," balas Mas Yadi dengan wajah serius.

Mendadak hawa dalam ruagan kami jadi hening, panas dan pengap, aku tahu, bahwa Mas Yadi masih belum menerima sepenuhnya pemuda itu karena track recordnya yang berbahaya.

"Baik, Om," jawab Bendi pelan sambil beringsut ke sofa dengan wajah kecewa, namun ia tetap menyembunyikan di depanku dan Imelda.

"Berubahlah agar aku tak ragu menyerahkan anakku, aku khawatir padanya, karena ia tak setangguh ibunya."

"Iya, Om. Meski itu butuh waktu, saya akan berusaha."

"Tunjukkan keseriusanmu, aku tak butuh uang, aku butuh komitmen dan jaminan bahwa anakku akan baik-baik saja denganmu, aku tahu jika selamanya kau dalam bisnis ini, maka musuh abadimu adalah ayah tiri anakku," lanjut Mas Yadi dengan suara yang lebih pelan dari tadi.

"Bsmisnis apa lagi Pa?" tanya Imelda dengan penasaran.

"Bicaralah dengan dia. Tanya dengan detail agar kau tahu dari awal," jawab Mas Yadi.

"Apaan si Bendi?"

"Logika aja, dia bisa melawan para gerombolan polisi dan penjahat, punya mobil, akses dan senjata, kau pikir dia siapa?!" Suara Mas Yadi kembali meninggi.

"Bend, kita harus bicara," ujar Imel memberi isyarat pada calon kekasihnya agar mengikutinya, dan mereka pun mereka

Pintu kamarku tertutup setelah kepergian mereka, Mas Yadi duduk pelan sambil membuang napasnya kasar. Dan sesaat pasangan mata kami bertemu.

"Mas ... Jangan terlalu keras pada anak anak, mereka tahu yang terbaik," bisikku pelan.

"Masalahnya Bendi itu ...." Mas Yadi hanya berdecak sambil mengibaskan tangan ke udara.

"Aku tahu, tapi bagaimana kalo pemuda itu ternyata setia dan berjodoh dengan anak kita?"

"Mana mungkin sakinah, kau tahu jenis pria seperti dia pasti hobi mengoleksi wanita. Mereka anggap wanita yang sulit ditaklukkan akan jadi tantangan yang menarik, entah kenapa kalian percaya sekali padanya," desah Mas Yadi.

"Dia sudah banyak bantu kita Mas," bujukku, " selama tak mengancam, kurasa, biarlah Imel mengenalnya secara pribadi," lanjutku.

"Terserah kau saja, tapi kalo Imel ada aapa apa di masa depan nanti, kau akan kusalahkan," jawabnya sembari merebahkan badan.

"Baiklah, aku pun akan berhati-hati dengan keputusanku Mas," jawabku.

Mas Yadi mencoba memejamkan mata di sofa, Siska sibuk dengan ponselnya, sedang aku meraih secarik kertas dan polpen yang ada di atas meja dekat tempat tidur dan menuliskan pesan rahasia.

*

Setengah jam kemudian kedua pasangan muda mudi itu kembali dari luar dan menemui kami di kamar.

"Semuanya baik baik saja?" tanyaku memperhatikan wajah mereka.

"Iya," jawab Imel pelan.

"Baiklah, Nyonya aku izin pulang dulu, ya," ujar Bendi menyalamiku.

"Oh ya, Bendi, saya ingin menitipkan sesuatu lewat kamu," ujarku pada pemuda itu.

"Apa itu?"

"Tolong kirimkan ini pada Letnan Heri, saya percaya padamu," bisikku.

"Apa Nyonya yakin percaya pada saya?" tanyanya mengangkat alis sebelah dan tersenyum.

"Insya Allah, dikarenakan kamu juga menjaga perasaan Imelda," jawabku.

"Jadi ini ujian lagi?"

"Bukan, hanya permintaan," balasku.

"Baiklah," jawabnya.

"Apa sih itu Ma, jangan aneh-aneh deh," ujar Imel mulai cemas.

"Ga apa apa Imel, hanya pesan biasa,"jawab Bendi.

"Tapi Nyonya juga harus hati-hati karena saya juga pelaku bisnis, jika nyonya berkomitmen untukku dan Imel, maka sayapun akan komitmen pada Nyonya dan keluarga," bisiknya pelan.

"Pasti itu Bendi."

"Baiklah, kita deal!" dia menyodorkan tangannya, dan aku membalas.

"Nego apaan sih?" tanya anakku tak sabar.

"Ada deh ... bocah SD gak usah tahu," jawab pemuda itu sambil berlalu.

"Dasar sakit!" Imel hendak melemparnya dengan buah apel sayang ia lebih sigap menghindar sehingga pintu tertutup dan suara tawa pemuda tadi masih terdengar dari luar hingga benar benar menghilang

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Karma 2   170. letusan

    saat letusan senjata itu terdengar untuk kedua kalinya lalu panggilan berakhir tiba-tiba sakinah benar-benar panik. dia segera melaporkan Pada suamikmya bahwa Imelda dan Roni sedang mendapatkan penyerangan di villa keluarga William yang ada di pinggir kota. saat itu suaminya juga sedang sakit, ia masih harus menjalani masa penyembuhan setelah luka akibat perbuatan Bendi dan geng kriminalnya. mereka pernah datang menyerang rumah dan menembak letkol Suryadi serta Roni."mas!" dengan segala kepanikan Sakinah menelpon suaminya. "ada apa?""terjadi sesuatu pada Roni dan Imel.""kenapa mereka.""entahlah, Mas! saat menelpon Roni aku mendengar suara tembakan.""apa ada teriakan dan keramaian?""tidak tahu, Mas.""kabarilah kakeknya Roni.""baik." selagi Sakinah akan menelpon keluarga Roni Suryadi sendiri sibuk membereskan barang-barang dan mengamankan milik mereka yang berharga ke dalam sebuah tas mereka harus bersiap-siap, untuk mengantisipasi bahwa suatu saat Bendi dan anak buahnya dat

  • Karma 2   169. panik dan berlari

    Sakinah berlari keluar dari istana Ny. Erika, hatinya berdebar kencang seperti gendang yang dipukul keras. Ia merasakan kepanikan yang mencengkeram jiwanya. Ny. Erika tahu di mana Imelda berada dan Ny. Erika akan melakukan apa saja untuk membalas dendam."Aku harus mencari Heri," gumam Sakinah, napasnya terengah-engah. "Aku harus memberitahunya tentang ancaman ini."Sakinah melesat cepat menuju showroom motor milik Heri. Ia tahu bahwa Heri sedang berusaha menata hidupnya kembali setelah kejadian yang menimpanya. tepat saat tiba di sana, Sakinah menemukan Heri sedang menunjukkan motor baru kepada seorang pelanggan. saat mereka saling pandang Heri nampak sangat sini sedang Sakinah menatap dengan pandangan yang penuh kekhawatiran."pak herii," kata Sakinah, suaranya bergetar. "Aku harus berbicara padamu."Sakinah menarik Heri ke sisi dan menceritakan semuanya. Ia menceritakan pertemuannya

  • Karma 2   168. pergi menemui Erika

    Tak bisa ditunda-tunda lagi, rencana untuk menemui Erika dan menawarkan perdamaian akan segera dilakukan oleh sakinah. Sakinah melangkah memasuki ruangan mewah Ny. Erika, hati berdebar kencang. Udara di ruangan itu terasa berat, dipenuhi aroma parfum mahal dan ketegangan yang mencekam. Ny. Erika duduk di sofa beludru, wajahnya dingin dan begitu melihat Sakinah kebengisan dan dendam terlihat jelas di sana. "Kau berani datang ke sini?" desis Ny. Erika, suaranya dingin dan menusuk. "Kau berani datang setelah kau menghancurkan hidupku?"Sakinah menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Ny. Erika masih mendendam padanya. Ia tahu bahwa Ny. Erika ingin membalas dendam atas apa yang telah terjadi. terutama kepada putrinya yang telah membuat dia kehilangan separuh bisnisnya, kehilangan gudangnya karena kebakaran dan sempat masuk penjara meski hanya beberapa bulan. "Erika, aku datang untuk meminta kesempatan," kata Sakinah, suaranya lembut dan penuh ketulusa

  • Karma 2   167. mencarinya

    * Dua Minggu kemudian. hidup Sakinah berjalan dengan normal, meski hanya tinggal bertiga bersama suami dan anak bungsunya Siska tapi, Sakinah mulai merasa tentram. ditambah keyakinannya bahwa Tuan William akan melindungi Imel membuat wanita berusia 43 tahun itu sedikit tenang. "Bagaimana luka lukamu, Mas?"" Tanya sakinah Pada Suryadi suaminya. seperti biasa dia bawakan air hangat dan kompres untuk membantu pria itu mengganti perbannya. "sedikit membaik meski bekas operasi di perutku masih terasa nyeri, aku sudah terbiasa dengan luka dan aku bisa mengatasinya." "apa kita harus kembali ke klinik?" Tanya sakinah dengan khawatir. "Tidak usah. kamu tidak harus mengkhawatirkan aku, yang harus kamu khawatirkan adalah Imelda dan Roni. mereka lebih membutuhkan bantuan dibandingkan kita." "semoga situasinya membaik, sebab tuan William akan menemui pejabat berwenang di kota ini dan meminta beliau untuk menekan Erika. wanita itu tidak bisa dikalahkan dengan kekuatan Tapi dia bisa

  • Karma 2   166. sebulan berlalu

    sebulan berlalu setelah Sakinah memberikan hasil USG kepada Imelda, sebulan berlalu setelah Roni dibawa pulang kembali ke rumah tuan William dan Suryadi suaminya sudah pulang ke rumah dan mulai jalani masa pemulihan. Setelah dua luka ditembak yang berhasil menembus dada, tapi syukurnya Suryadi masih selamat, kini Sakinah lebih berhati-hati dan lebih mengetatkan keamanan di rumahnya. dia bahkan mengganti pintu gerbang menjadi pintu baja yang kuat juga membayar seseorang untuk mengawasi kegiatan Putri keduanya yang selalu kuliah dan hangout bersama teman-temannya.sekali Imelda menelpon tapi pembicaraan hanya tentang kabar dan semuanya baik-baik saja. kadang iya menyatakan keresahannya tentang perlakuan Tuhan Heri tapi lama-kelamaan semuanya membaik seiring dengan terbuktinya kehamilan Imelda. "mama pikir kamu berpura-pura tapi ternyata mama melihat kehamilanmu dengan jelas.""Yang kulakukan adalah dosa besar dan aku tidak nyaman dengan itu, Ma. Kakek William sudah mengajukan gugatan

  • Karma 2   165. hasil USG

    Dengan segala koneksi yang ada Sakinah berusaha menghubungi salah satu kenalannya yang berprofesi sebagai dokter kandungan, Dia pernah punya hubungan baik di masa lalu sebagai istri semua orang komandan distrik militer. dia ada dokter tersebut berulang kali melakukan kerjasama dan bahkan membantu Sakinah taat kehamilannya jadi dia akan pergi menemui wanita itu untuk meminta bantuan sedikit. "aku pergi dulu.""iya hati-hati.""aku tidak terlalu mencemaskan diriku tapi kau yang ada di rumah sakit ini siapa tahu anak buah bendi datang dan menyuntikkan cairan kematian ke dalam infusmu.""sebentar lagi Siska akan datang selagi itu aku akan terjaga, aku tidak akan tidur sampai anakku datang.""baiklah jaga dirimu baik-baik Sakinah mencium kening suaminya lalu berpamitan pergi."fversama mobil tua dengan beberapa bekas lubang tembakan, Sakinah mengendarai sedan versi lama tersebut menuju ke klinik dokter langganannya. sepanjang perjalanan gerimis turun perlahan membasahi aspal berwarna kela

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status