Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b
Wanita yang sudah kutolong itu, nyatanya ular berbisa yang mengerikan.❤️❤️❤️"Saya terima nikahnya Kartika binti Ruslan dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang dua juta rupiah, dibayar tunai," ucap Mas Yadi merafalkan kalimat ijab kabul di hari pernikahannya.Aku sudah tahu, ini akan terjadi, aku sudah mengendus rencananya dari awal , kuikuti dan kusimak ternyata wanita yang dia nikahi adalah janda yag sempat mengontrak beberapa tahun tepat di samping rumahku. Kartika.Sebenarnya di dalam hati ini merasa sesak, berdiri disini dan menyaksikan suami sendiri menerima ijab dari perempuan lain lalu mengabulkan dengan penerimaan nikah.Mataku berkaca-kaca dan tungkaiku bergetar hebat, berusaha mengendalikan perasaan antara ingin marah dan menangis histeris kemudian menyeruak diantara tamu undangan dan menghajar Mas Yadi untuk mempermalukannya."Bagaimana, sah?""Sah."Saksi menjawab serempak dan kemudian mengangkat tangan untuk berdoa."Tidak jangan lakukan ini, Mas," batink
Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh namun di ujung persimpangan jalan menuju kota, aku menghentikan dan langsung memutar arah kembali ke lokasi acara pernikahan Mas Yadi.Ada rasa geram dan sebal yang menyeruak namun aku harus segera bertindak.Syiiit .... Mobik kurem mendadak dan aku langsung turun lagi dengan wajah dan penampilan yang tak lagi kupedulikan, tamu yang tersisa langsung kaget melihatku kembali."Nah, ada apa lagi," gumam mereka."Mas Yadi ... Mas Yadi ...." Aku berteriak, meski beberapa orang kampung mencegahku membuat keributan lebih jauh."Mbak, sebaiknya Mbak jangan bikin keributan di kampung saya," ujar seorang pria yang berpakaian batik, dengan tubuh tinggi dan rahang tegas. Dia terlihat serius dengan ucapannya.Plak!Kutampar juga mulutnya hingga ia terkejut dan nyaris membalasku andai orang-orang gak memeganginya."Ketua RT mana yang begitu sembarangan melangsungkan akad nikah warganya tanpa mencari tahu dulu latar belakang dan status si calon penganti
Aku kembali ke rumah dengan perasaan yang sangat murka, kuparkirkan mobil dengan kasar di garasi sambil menutup pintunya dengan pukulan yang sangat keras."Ma, mama dari mana aja?" tanya putriku Imelda.Agak bimbang untuk menjawab pertanyaannya, melihat penampilanku yang kusut dan berantakan seperti ini, masih mengenakan seragam setelah menghadiri acara resmi kami ibu-ibu Persit, aku kemudian menyusul suamiku yang kabarnya melangsungkan pernikahan."Ma, mama kenapa sih, kok gak jawab, mama kenapa kusut begini? mata mama sembab kenapa?""Gak apa Sayang, gak apa apa?" jawabku pada anakku yang saat ini kelas satu SMA."Sepatu Mama juga kotor penuh lumpur, Mama dari sawah?Aku kemudian menghela nafas berat sambil menjatuhkan diri di sofa dan mengajaknya duduk bersamaku."Duduklah ... mana adikmu?""Siska, lagi di kamarnya, mungkin belajar," jawabnya."Oh ya, Papa mana, udah mau malam kenapa belum pulang?""Sibuk."Hanya itu yang bisa aku katakan kepada Imelda. Aku agak bimbang memberita
"Apa yang kalian lakukan di sini?!" kataku sembari menahan diri."Kau sudah mengambil semua yang aku miliki, mobil, uang, dan harga diriku, jadi apa yang tersisa sekarang," ujarnya dengan nada yang dibuat setegas mungkin."Heh, Kenapa kau mengeluhkan itu kepadaku? Apa sekarang itu adalah masalahku?" Aku mendecih sambil melipat tangan di dada."Rumah ini juga adalah rumahku. Jadi aku pun bebas untuk datang, pergi, dan membawa siapa saja," ujarnya penuh percaya diri membuatku ingin meraih pistol dan meledakkan kepalanya."Oh ya? Aku tidak tahu apa saat ini kau sedang mabuk atau kehilangan akal, tapi aku minta kau segera pergi dari sini, Mas.""Kamu tidak bisa mengusirku," ujarnya sambil setengah mendorong tubuh ini agar menyingkir dari pintu masuk."Kenapa tidak? Aku istri pertama yang sah, secara hukum dan surat-menyurat hanya aku yang berhak atas aset dan uangmu," balasku tak kalah percaya diri dan bertahan di depan pintu utama, sembari mengeraskan badan menahan mereka."Maka aku aka
Ketika matahari mulai terbit di ufuk timur, aku telah menyiapkan apa yang harus kubawa ke markas suamiku. Aku tidak akan menunda melaporkan perbuatan jahatnya.Aku tak mau mempertanyakan apa hal yang kulakukan benar atau salah, aku tak punya cadangan kesabaran lagi untuk menghadapinya.Tidakkah sekalipun terbesit dalam hatinya rasa iba atau simpati padaku yang sudah mengorbankan banyak hal, pernah makan hanya dengan taburan garam demi mendukung kariernya. Pernah terlunta-lunta tanpa kabar darinya ketika ia ditugaskan ke daerah konflik, aku tetap setia sembari menjaga kehormatan dan anak yang ia titipkan ke rahimku.Sayang, air mata dan kemarahanku tak lantas membuat hatinya tersentuh, malah makin membeku. Pesona Kartika yang memukaunya sudah membius dan merusak akal Mas Yadi.Ah, nama yang selalu kusebut sebagai mantra pengobat rindu kini bagai duri yang menyakitkan, harga kesetiaaanku tercoreng oleh pengkhianatannya. Meski bagi orang lain ini bukan masalah besar, melainkan wajar, nam
❤️❤️.,.Menjelang magrib, mobil Ajudan Mas Yadi memasuki gerbang besar perkebunan kami, hamparan sawah dan kebun teh di atas bukit menyambut kedatanganku.Sebenarnya itu pemandangan yang menyejukkan tapi bagiku bagai diletakkan bara api yang menyala.Tak lama mobil berhenti di depan teras dan kulihat mereka sedang bercengkerama sambil menikmati teh dan tertawa ceria."Si jalang itu bahkan tidak ragu, menikmati hak orang lain. Alangkah senangnya dia tertawa dan bergelayut di pelukan suami orang!"Pintu mobil kubanting kencang dan melihatku datang dengan pandangan mata yang penuh dengan sorot kemarahan, Mas Yadi langsung berdiri."Ada apa, kamu ke sini?" ujarnya setengah membentak.Aku tertawa sinis mendengarnya.Jangan lupa! aku membawa pistol yang kuselipkan di belakang rokku. Begini-begini aku pernah mengikuti pelatihan bertahan bagi Ibu-ibu istri TNI.Sedikit dia menyentil harga diriku, maka aku akan menembak simpanan binalnya itu."Kau lupa ini perkebunan siapa?""Tentu kebunku!"
Pagi-pagi sekali suara mesin mobil Mas Yadi menderu dan berhenti di depan rumah, aku yang masih mengenakan mukena setelah salat Subuh dan membaca Alquran, mengintipnya dari jendela dan melihatnya terburu-buru masuk ke dalam rumah.Baru saja hendak keluar ke ruang tamu tiba-tiba suamiku membuka pintu kamar dan kami hampir bertabrakan di ambangnya.Dia menyingkirkan bahuku dan melewatiku tanpa kata sedikit pun, dan akupun enggan banyak bicara selain menunggu apa yang ingin dia ungkapkan.Dia membuka laci meja mengambil beberapa kertas miliknya, lalu membuka pintu lemari dan terlihat mencari sesuatu,aku berdiri saja sambil menyimak apa yang hendak dia lakukan."Seragamku mana? Kenapa tidak disiapkan?" Dia memasang nada suara seolah-olah tidak terjadi sesuatu."Mana aku tahu kalau Mas akan pulang ke rumah dan meminta disiapkan seragam, bukankah sekarang segalanya sudah berbeda?""Apa maksudmu?" Dia mendongak dengan tatapan berkilat."Ya mungkin saja ... Istri baru Mas akan mengambil alih