Sesampainya di depan rumah berlantai dua milik kami, Bendi memasukkan mobilnya ke garasi dan langsung menurunkan rolling door garasi dengan rapat.Aku dan Mas Didit saling pandang namun tak berani banyak bertanya, dia lalu meminta Imel untuk menarik cat mobil yang merupakan tempelan untuk membantunya sehingga mobil yang tadi berwarna biru gelap sudah berubah menjadi putih.Setelah selesai ia mengganti pakaiannya dan masuk kembali ke mobil."Kamu gak mampir dulu?" tanya Imel."Aku harus pergi, sebelum polisi tahu bahwa kekacauan di tol tadi adalah perbuatanku," balasnya."Kau akan baik-baik saja?" untuk pertama kalinya pria itu terlihat mengkhawatirkan orang."Iya, Pak, saya akan baik baik saja.""Oh, aku lupa kau punya banyak pengawal," balas Mas Yadi.Pria itu hanya menggeleng pelan sambil tersenyum lalu berpamitan denganku dan anak perempuanku."Hati-hati ya," ujar Imel."Kenapa kau tidak menambahkan kata sayang di belakang kalimat hati-hati?" tanya pemuda itu mengulum senyum mem
"Jadi kau izinkan aku pergi?""Begini saja, pergilah kau sendiri menemui istrimu aku akan memindahkan anak-anak bersama si Bibi ke perkebunan, anak buah Bendi akan mengawal mereka dan memastikan mereka selamat. Kurasa itu adalah jalan terbaik daripada harus mengikuti kau kesana kemari sementara mereka juga harus menjalani aktivitas belajar dan ujian mereka.""Kurasa masuk akal juga apa yang kau katakan, aku akan pergi kalau begitu," ujar pria itu sambil mengambil tasnya.Sebelum sempat keluar dari kamar, ia mendekat dan tanpa aba-aba dia mendaratkan sebuah kecupan hangat di keningku."Terima kasih masih menyimpan pakaianku," bisiknya lembut.Detik berikutnya, pria itu meninggalkanku begitu saja di dalam kamar ini, kamar yang dulu begitu penuh cinta dan aroma kerinduan. Aku jatuh terduduk di atas ranjang, meremas sprei yang dulu pernah menjadi saksi, betapa kami saling mencintai."Pada akhirnya sebagai suami, dia harus tetap bertanggung jawab kepada wanita yang sudah dia terima nika
Ketika mereka membalikkan badan, Kartika dan pria itu terkejut, bukan main kaget, sampai salha tingkah, sedang aku langsung menutup mulut dengan kedua tangan, menyembunyikan rasa terpana yang tidak terkira. Aku tak tahu apa harus marah atau menangis dengan pemandangan miris di depan sana, bersamaan dengan rasa iba pada Mas Yadi."Astaghfirullah, apa-apaan kamu Kartika?!' Mas yadi menggeram, mengepalkan tangan dan mendekat, ia maju dan bersiap memukul pria yang jadi pasangan selingkuh Kartika."Beraninya kau menggoda istriku," ujar Mas Yadi sambil melayangkan pukulan."Kau juga sedang bersama istriku, kau telah mempengaruhinya!" Balas pria yang jijik kusebut suami itu."Keterlaluan kau Didit, apa hubunganmu dengan istriku?""Tidakkah harusnya aku yang bertanya apa hubungan yang kau bangun dengan kantan istrimu?!" Mas Yadi membalikkan badan dan terkejut melihatku di belakangnya."Sakinah .....""Apa kau mau mengelak sekarang?" Pria jahat itu terkekeh sinis."Kartika teganya kamu, buru b
Wanita yang sudah kutolong itu, nyatanya ular berbisa yang mengerikan.❤️❤️❤️"Saya terima nikahnya Kartika binti Ruslan dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang dua juta rupiah, dibayar tunai," ucap Mas Yadi merafalkan kalimat ijab kabul di hari pernikahannya.Aku sudah tahu, ini akan terjadi, aku sudah mengendus rencananya dari awal , kuikuti dan kusimak ternyata wanita yang dia nikahi adalah janda yag sempat mengontrak beberapa tahun tepat di samping rumahku. Kartika.Sebenarnya di dalam hati ini merasa sesak, berdiri disini dan menyaksikan suami sendiri menerima ijab dari perempuan lain lalu mengabulkan dengan penerimaan nikah.Mataku berkaca-kaca dan tungkaiku bergetar hebat, berusaha mengendalikan perasaan antara ingin marah dan menangis histeris kemudian menyeruak diantara tamu undangan dan menghajar Mas Yadi untuk mempermalukannya."Bagaimana, sah?""Sah."Saksi menjawab serempak dan kemudian mengangkat tangan untuk berdoa."Tidak jangan lakukan ini, Mas," batink
Aku mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh namun di ujung persimpangan jalan menuju kota, aku menghentikan dan langsung memutar arah kembali ke lokasi acara pernikahan Mas Yadi.Ada rasa geram dan sebal yang menyeruak namun aku harus segera bertindak.Syiiit .... Mobik kurem mendadak dan aku langsung turun lagi dengan wajah dan penampilan yang tak lagi kupedulikan, tamu yang tersisa langsung kaget melihatku kembali."Nah, ada apa lagi," gumam mereka."Mas Yadi ... Mas Yadi ...." Aku berteriak, meski beberapa orang kampung mencegahku membuat keributan lebih jauh."Mbak, sebaiknya Mbak jangan bikin keributan di kampung saya," ujar seorang pria yang berpakaian batik, dengan tubuh tinggi dan rahang tegas. Dia terlihat serius dengan ucapannya.Plak!Kutampar juga mulutnya hingga ia terkejut dan nyaris membalasku andai orang-orang gak memeganginya."Ketua RT mana yang begitu sembarangan melangsungkan akad nikah warganya tanpa mencari tahu dulu latar belakang dan status si calon penganti
Aku kembali ke rumah dengan perasaan yang sangat murka, kuparkirkan mobil dengan kasar di garasi sambil menutup pintunya dengan pukulan yang sangat keras."Ma, mama dari mana aja?" tanya putriku Imelda.Agak bimbang untuk menjawab pertanyaannya, melihat penampilanku yang kusut dan berantakan seperti ini, masih mengenakan seragam setelah menghadiri acara resmi kami ibu-ibu Persit, aku kemudian menyusul suamiku yang kabarnya melangsungkan pernikahan."Ma, mama kenapa sih, kok gak jawab, mama kenapa kusut begini? mata mama sembab kenapa?""Gak apa Sayang, gak apa apa?" jawabku pada anakku yang saat ini kelas satu SMA."Sepatu Mama juga kotor penuh lumpur, Mama dari sawah?Aku kemudian menghela nafas berat sambil menjatuhkan diri di sofa dan mengajaknya duduk bersamaku."Duduklah ... mana adikmu?""Siska, lagi di kamarnya, mungkin belajar," jawabnya."Oh ya, Papa mana, udah mau malam kenapa belum pulang?""Sibuk."Hanya itu yang bisa aku katakan kepada Imelda. Aku agak bimbang memberita
"Apa yang kalian lakukan di sini?!" kataku sembari menahan diri."Kau sudah mengambil semua yang aku miliki, mobil, uang, dan harga diriku, jadi apa yang tersisa sekarang," ujarnya dengan nada yang dibuat setegas mungkin."Heh, Kenapa kau mengeluhkan itu kepadaku? Apa sekarang itu adalah masalahku?" Aku mendecih sambil melipat tangan di dada."Rumah ini juga adalah rumahku. Jadi aku pun bebas untuk datang, pergi, dan membawa siapa saja," ujarnya penuh percaya diri membuatku ingin meraih pistol dan meledakkan kepalanya."Oh ya? Aku tidak tahu apa saat ini kau sedang mabuk atau kehilangan akal, tapi aku minta kau segera pergi dari sini, Mas.""Kamu tidak bisa mengusirku," ujarnya sambil setengah mendorong tubuh ini agar menyingkir dari pintu masuk."Kenapa tidak? Aku istri pertama yang sah, secara hukum dan surat-menyurat hanya aku yang berhak atas aset dan uangmu," balasku tak kalah percaya diri dan bertahan di depan pintu utama, sembari mengeraskan badan menahan mereka."Maka aku aka
Ketika matahari mulai terbit di ufuk timur, aku telah menyiapkan apa yang harus kubawa ke markas suamiku. Aku tidak akan menunda melaporkan perbuatan jahatnya.Aku tak mau mempertanyakan apa hal yang kulakukan benar atau salah, aku tak punya cadangan kesabaran lagi untuk menghadapinya.Tidakkah sekalipun terbesit dalam hatinya rasa iba atau simpati padaku yang sudah mengorbankan banyak hal, pernah makan hanya dengan taburan garam demi mendukung kariernya. Pernah terlunta-lunta tanpa kabar darinya ketika ia ditugaskan ke daerah konflik, aku tetap setia sembari menjaga kehormatan dan anak yang ia titipkan ke rahimku.Sayang, air mata dan kemarahanku tak lantas membuat hatinya tersentuh, malah makin membeku. Pesona Kartika yang memukaunya sudah membius dan merusak akal Mas Yadi.Ah, nama yang selalu kusebut sebagai mantra pengobat rindu kini bagai duri yang menyakitkan, harga kesetiaaanku tercoreng oleh pengkhianatannya. Meski bagi orang lain ini bukan masalah besar, melainkan wajar, nam