Share

Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai
Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai
Author: Yani Santoso

1. Foto di Media Sosial

Author: Yani Santoso
last update Last Updated: 2023-08-02 12:13:24

1; Foto di Media Sosial

---

Kutatap nanar foto yang terpampang di layar ponselku. 

Sebuah foto yang baru saja di posting oleh Bang Asrul, suamiku. 

Tanpa terasa, airmata meleleh membasahi kedua pipiku. Buru-buru kuhapus kasar dengan punggung tangan, sebelum ada yang melihatnya. 

Kutata hatiku yang bergemuruh, terasa panas bak api dalam sekam. Begitu panas hingga membuatku sulit bernapas. Kuhela nafas dalam, karena dada mendadak terasa begitu sesak, seolah sesuatu yang besar menghimpitnya.

"Siapa wanita yang bersama suamiku itu? Ah ... mungkin dia salah satu teman kerjanya." Bisikku dalam hati, mencoba berbaik sangka dengan apa yang kulihat sambil terus berusaha untuk tetap tenang.

Dengan cepat kukeluarkan ponsel dari dalam tas dan mengetik sebuah pesan untuk Bang Asrul, suamiku. 

"Bang, siapa perempuan yang berfoto dengan Abang itu?"  tulisku dalam pesan, yang langsung aku kirim ke nomer Bang Asrul. 

Hatiku kembali sakit, ada rasa nyeri jauh di dalam lubuk terdalam. Entah perasaan apa ini. Perasaan yang begitu menyiksa dan membuatku tidak nyaman. Aku menekan dadaku untuk mengurangi rasa nyeri itu, namun rasa itu seolah semakin terasa sakit.

Berkali-kali kulihat ponselku, berharap ada pesan balasan dari Bang Asrul. Namun setelah hampir 15 menit, tak ada juga pesan balasan yang aku terima. 

"Kak Marina, kenapa bengong seperti itu? Masa kita di cuekin? Simpanlah ponselnya dalam tas."

Celoteh Niken ketika melihatku hanya sibuk mengutak-atik ponsel dalam genggaman. Ucapakan Niken sempat membuatku tergagap dan membuyarkan lamunan.

"Maaf ya ... tadi sedang balas pesan dari Bang Asrul," jawabku setenang mungkin,  mencoba untuk tidak mengundang kecurigaan teman-temanku yang kebetulan sedang bersama. 

"Bang Asrulnya tidak akan hilang, percayalah Kak. Bang Asrul kan laki-laki paling setia dan suami terbaik." 

Kembali Niken melontarkan candaannya. 

Iya, Bang Asrul memang suami terbaik. Setidaknya, itulah yang aku rasakan selama 15 tahun menjadi istri dan mengarungi bahtera rumah tangga bersama. 

Drrttt... drrttt... 

Terdengar dering ponsel yang kusimpan dalam tas. Dengan cepat kukeluarkan benda pipih itu dari dalam tas. Kudapati sebuah pesan baru masuk dalam aplikasi pesan, yang ternyata dari Bang Asrul.

"Dia cuma teman kerja." Pesan balasan dari Bang Asrul singkat. 

Ingin sekali rasanya aku balas lagi pesan itu, menanyakan lagi apakah wanita itu benar-benar teman kerjanya. Namun kuurungkan niat tersebut, mengingat saat itu aku sedang bersama dengan teman-temanku.

"Teman-teman, aku pulang duluan ya ... ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Mungkin lain kali kita bisa kumpul dan ngobrol bareng," kataku kemudian.

Akhirnya, kuputuskan untuk pergi lebih dulu, meninggal teman-teman yang lain yang masih menikmati kebersamaan kami. Akan sangat mengganggu jika aku tetap berada diantara mereka, sementara hati dan pikiranku berada di tempat lain. 

Setelah sedikit cipika-cipiki dengan teman-teman, kutinggalkan mereka menuju tempat parkir, masih dengan perasaan yang campur aduk tidak menentu.

Kehela napas pelan, lalu menghembuskannya pelan. Rasanya berat sekali. "Beban apa ini sebenarnya? Kenapa hatiku terasa ngilu dan dadaku begitu sesak, apa yang terjadi dengan suamiku?" Kembali hatiku bertanya.

Aku berharap, ini hanya sebuah kekhawatiran yang berlebih dari seorang istri saja. 

Atau, firasatkah ini? 

****

Kembali kutatap foto Bang Asrul dengan wanita itu. 

Dia terlihat masih begitu muda, jika dilihat dari wajahnya, mungkin usianya masih di awal 20 tahunan, masih begitu muda. Lalu aku menatap diriku sendiri dari pantulan kaca spion, gambaran seorang wanita di akhir usia 30 tahun.

Aku kembali memperhatikan foto mereka berdua, gadis itu, iya ... gadis itu, dia menatap manja ke arah suamiku. Sementara jari tangannya menggenggam jemari Bang Asrul.

Kembali kurasakan dadaku begitu nyeri. Rasa sakit yang yang tidak bisa aku lukiskan dengan sebuah kata atau kalimat. 

Buru-buru kumasukkan ponsel ke dalam tas, hingga sebuah tepukan di punggung mengagetkanku. 

"Kak Marina ...." Panggil seseorang di belakang sambil menepuk punggunggu.  

Panggilan dan tepukan di punggung begitu mengagetkanku. Hingga tanpa sadar, ponsel yang hendak kumasukkan ke dalam tas terjatuh. Buru-buru aku menoleh, dan mendapati adik sepupuku sudah berdiri di belakangku.

"Rahma ...." ucapku ketika kutahu siapa yang baru saja mengagetkanku. 

Aku membungkuk hendak mengambil ponselku yang jatuh, namun Rahma telah lebih dahulu mengambilnya.

Sebelum dia menyerahkan ponselku, matanya memandang dengan tatapan serius ke layar ponsel. 

Ah ... aku lupa kalau belum keluar dari akun media sosialku tadi. Dia pasti melihat foto Bang Asrul dengan gadis itu. Rutukku dalam hati. 

"Kak Marina ... di--dia siapa?" Tanya Rahma sambil memperlihatkan foto Bang Asrul dan gadis itu.

Dan seperti dugaanku, Rahma melihat foto Bang Asrul. Bahkan sekarang dia sedang menginterogasiku. 

"Oh ... itu hanya teman kerja Abang," jawabku sedikit terbata. 

Mendapat jawaban seperti itu, Rahma justru memandangku lekat. 

Wajahnya menjadi berubah, ada gurat kekhawatiran di sana. 

"Kakak tidak sedang ada masalah dengan Bang Asrul, kan?" Kembali Rahma melontarkan tanya.

"Kami tidak ada masalah, sungguh," jawabku meyakinkan. Karena aku memang merasa tidak sedang ada masalah dengan suamiku. 

"Kak ...." Rahma menghentikan kalimatnya. 

"Ada apa Rahma? Jangan membuat Kakak cemas dan khawatir," kataku menimpali.

"Bang Asrul dalam masalah, Kak. Aku melihat aura yang sangat gelap pada gadis yang foto dengannya," ucap Rahma dengan suara lirih.

Mendadak lututku menjadi lemas, keringat dingin mengucur deras dari sekujur tubuhku. 

Bahkan kini, bukan saja hatiku yang merasa sakit. Namun seluruh jasadku seperti dirajam sembilu. Begitu perih, meskipun luka itu tidak berdarah.

Rasanya, kakiku tak lagi mampu menopang berat tubuhku, aku berlutut sambil menutup wajahku dengan kedua telapak tangan, kubiarkan diriku menangis di tempat parkir. Kurasakan usapan lembut di punggung, dengan lembut, Rahma berusaha membantuku untuk berdiri. 

Selain sahabat dekat, Rahma juga masih sepupu jauh. Dia tahu banyak tentangku dan juga Bang Asrul. Dan di keluarga besar kami, Rahma memang dikenal memiliki indera ke enam atau indigo. 

Tidak berlebihan jika aku begitu merasa sakit dan takut mendengar penuturannya tentang Bang Asrul. 

Apalagi ditambah foto-foto yang di posting suamiku di akun media sosial miliknya. 

"Rahma, apa yang harus aku lakukan? Katakan padaku," ucapku dengan suara parau.

Rahma terdiam, dia hanya menatapku dengan tatapan iba. Beberapa kali kulihat dia menarik napas dalam. Apakah begitu buruk firasat yang dia lihat dengan penglihatannya itu? 

Melihat Rahma masih terdiam, membuatku semakin kalut dan takut. Firasatku sebagai seorang wanita sekaligus istri, mengatakan sesuatu hal yang buruk telah terjadi pada suamiku, Bang Asrul.

"Sebaiknya kita pulang dulu Kak, aku tidak ingin membahasnya di sini," ucap Rahma dengan suara lembut.

"Tapi, bagaimana dengan Bang Asrul?" Tanyaku.

Rahma terdiam, lalu dengan lirih dia berkata, "Akan aku katakan setelah kita sampai di rumah."

****

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sary Sartka
tdk bgtu bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    110. Aku Ingin Berjalan Beriringan Denganmu

    Aku Ingin Berjalan Beriringan Denganmu----“Marina, dengan disaksikan ibuku, aku memintamu untuk menjadi istriku. Menikahlah denganku ….” Setelah mengatakan kalimat tersebut, Alvaro mengeluarkan cincin dari kotak kecil yang dipegangnya. Perlahan, dia mengulurkan tangannya dan meraih tanganku.Untuk sesaat, dunia seperti berhenti berputar. Aku seolah dibawa kembali ke masalalu, di mana seorang pria melakukan persis seperti yang dilakukan Alvaro saat ini. Lelaki itu meraih tanganku dan menyematkan cincin di jari manisku. Aku tersenyum lebar begitu cincin itu sudah tersemat di jari manisku. Lalu, perlahan sosok pria itu mendekat dan mencium lembut punggung tanganku. Namun, aku tidak merasakan apa-apa ketika bibirnya meyentuh tanganku, karena sosok pria itu perlahan menghilang dari pandangan mata.“Marina,” panggil Alvaro. Panggilan itu sontak membuatku tersentak dan serta-merta menarik tanganku dari genggaman tangannya.“Al, aku tidak bisa, maafkan aku,” kataku lirih.Kulihat wajah Alva

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    109. Wanita Dalam Hidupnya

    Wanita Dalam Hidupnya----“Siapa?” Tanyaku penuh penasaran.Meski sempat terbersit tentang gambaran seseorang yang pernah dia ceritakan waktu itu, namun aku ragu apakah orang yang dimaksud adalah beliau.“Kamu akan mengetahuinya dalam waktu dekat,” jawabnya sambil tersenyum.Aku masih memandangnya penuh tanya, mencoba memintanya untuk memberitahuku siapa orang yang dia maksud dengan menggunakan bahasa isyarat. Namun bukannya memberi jawaban yang kuinginkan, dia memilih mengambil bunga yang kuletakkan di atas pangkuan lalu memindahkannya ke atas meja, lalu dengan pelan tangan kekarnya mendorong kursi rodaku menuju jendela.“Aku sudah menceritakan semua tentangmu padanya,” ucapnya sambil memandang ke luar jendela. Aku menoleh, kulihat kedua sudut bibirnya melengkung dan senyum itu jelas terlihat olehku ketika dia menoleh ke arahku.“Jangan takut, aku yakin kamu akan menyukainya,” ucapnya lagi.Lalu kalimat demi kalimat meluncur dari bibirnya, dan entah sejak kapan, aku begitu menikmati

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    108. Happy Ending

    Happy Ending----“Syukurlah, kamu sudah sadar Marina,” ucap seseorang di sampingku.Aku berusaha menoleh untuk memastikan siapa orang yang ada di sampingku, namun ketika aku menggerakkan kepala untuk menoleh, terasa sakit dan ngilu hingga membuatku mengaduh dan merintih kesakitan.“Aduh ….” Ucapku sambil memegang leherku yang terasa sakit. Dan di saat itu pula aku melihat jarum infus yang menancap di lenganku, juga sebuah perban di leher ketika aku merabanya.Aku memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat kejadian terakhir yang kualami sebelum akhirnya aku kehilangan kesadaran.“Kamu tidak apa-apa, Nak? Ibu tahu ini pasti sangat menyakitkan sekali bagimu.”Aku kembali membuka mata perlahan, kulihat ibu yang duduk di sampingku meneteskan air mata. Rupanya, suara-suara yang kudengar adalah suara ibuku, dan suara itu juga yang selalu membuatku kembali ke alam sadar setiap kali aku pingsan dan juga ketika koma. Wanita yang melahirkanku itu selalu berada di sampingku, yang tidak putus mel

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    107. Amanda Menggila

    Amanda Menggila----“A---apa yang akan kamu lakukan, Amanda?” tanyaku gugup saat kulihat Amanda berjalan mendekati, di tangannya menggenggam sesuatu yang berkilau.Amanda tidak menghiraukan ucapanku, dia makin mendekat dan akhirnya berhenti tepat di depanku. Perlahan, dia membungkukkan tubuhnya ke arahku, bukan itu saja, dia lalu berjongkok tepat di depanku sambil menatapku tajam.Amanda menyeringai, memperlihatkan giginya yang rapi, andai saat ini dia tidak membawa benda itu, mungkin senyum itu terlihat sangat cantik, namun kini, senyumnya terlihat sangat menakutkan. Aku seperti sedang berada dalam suatu adegan menegangkan di mana sang tokoh antagonis sedang berusaha melukai tokoh protagonis. Meskipun sebenarnya, apa yang saat ini terjadi bukan lagi sebuah adegan dalam film atau nonel, namun terjadi langsung padaku.“Kamu tahu, Marina, aku itu sangat sangat membencimu. Jangankan melihatmu, mendengar namamu disebut saja, membuatku sangat muak dan benci,” ucapnya.“Aku tidak tahu apa

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    106. Suami Irna Tertangkap

    Suami Irna Tertangkap----“Aku baru saja mendapat kabar dari Alvaro, kalau saat ini suamimu sudah tertangkap. Dia dan seorang pria ditangkap di salah satu rumah kos yang tidak jauh dari tempat tinggal Amanda.”Irna terdiam, dia terlihat seperti kehilangan kata-kata. Karena kulihat dia beberapa kali seperti ingin mengatakan sesuatu namun urung. Mungkinkah kabar tertangkapnya suaminya itu membuatnya sedih? Bisa jadi begitu, bagaimanapun juga, mereka adalah suami istri yang sudah menghabiskan waktu belasan tahun hidup bersama. Meskipun Irna saat ini begitu murka terhadap suaminya atas semua yang telah dilakukan, namun tetap saja tidak merubah kenyataan kalau keduanya pernah saling menyintai.“Irna, kamu baik-baik saja?” tanyaku setelah beberapa saat.“i---iya, aku baik-baik saja,” jawabnya gugup sambil merubah posisi duduknya.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya pemuda yang tadi datang bersamanya pelan. Dia terlihat khawatir melihat perubahan Irna.“Aku tidak apa-apa,” jawab Irna pelan.

  • Karma Mantan Suami Usai Kami Bercerai    105. Bertemu Irna

    Bertemu Irna-----Percakapanku dengan Alvaro berlalu begitu saja, tanpa adanya kejelasan tentang apa maksud dari ucapannya saat itu. Meskipun sudah satu minggu berlalu, namun aku masih mengingat dengan jelas kata demi kata yang dia ucapkan saat itu.Dia mengatakan kalau dirinya akan menjadi pengganti kakiku seandainya aku benar-benar kehilangan kemampuan untuk berjalan, dia juga mengatakan akan menggendongku ke manapun aku ingin pergi. Sungguh sebuah kalimat yang romantic dan puitis dan akan membuat hati setiap wanita meleleha saat mendengarnya. Dan seandainya aku mendengar kalimat itu sepuluh atau lima belas tahun lalu, hatiku pun akan meleleh dan luluh. Namun sayang, dia mengucapakan kalimat itu di saat yang tidak tepat, di saat aku tidak ingin mendengar apapun selain kabar baik tentang kesehatanku, juga kasus tabrak lari yang kualami. Aku ingin sekali melihat mereka, para pelaku dan juga dalang di balik semuanya, tertangkap dan meringkuk di balik jeruji besi.Drtt … drtt ….Lamuna

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status