Jangan Uji Kesabaranku---Mendengar kalimat yang kuucapkan, Bang Asrul dan Risa menatapku secara bersama.Sekilas kecewa terpancar dari wajah keduanya. Mungkin kecewa karena rencana mereka tidak berjalan sesuai dengan rencana."Bagaimana, Bang? Apakah ada yang salah dengan ucapanku tadi?" tanyaku pada Bang Asrul yang masih tampak sedikit kesal."Haruskah seperti itu, Marina?" tanya Bang Asrul. Sungguh sebuah pertanyaan bodoh yang terlontar dari mulut suamiku."Jadi ... menurut Abang bagaimana? Tetap ingin menikahi perempuan ini, emmm ... maksudku Risa, dalam keadaan hamil?" ucapku sambil mengarahkan telunjukku ke wajah Risa.Sengaja kupilih kalimat yang provokatif untuk memancing emosi Risa.Ternyata benar, wajah wanita yang berada di hadapanku seketika berubah menjadi merah padam."Apa kamu tidak malu dilihat orang banyak, duduk dipelaminan dengan perut buncit bersama pria lain, sementara pria yang menghamilimu hanya menjadi tamu undangan?" lanjutku dengan kalimat pedas untuk menam
Asrul---Hari itu, aku sengaja membawa Marina untuk bertemu Risa.Aku ingin Rina menerina kehadiran Risa, walau aku tahu itu tidak mungkin.Aku mengenal Marina seperti aku mengenal diriku sendiri. Dia wanita dengan pendirian yang kuat.Itulah salah satu alasanku dulu, memilihnya untuk menjadi pendamping hidupku.Aku tahu, aku sudah melakukan kesalahan besar terhadap Marina, dengan bermain api. Sehingga api itu kini membakar rumah tanggaku.Tapi, aku sungguh tak dapat menolak atau menghindarinya.Aku tidak menyalahkan Marina saat dia marah terhadapku saat pertama mengetahui hubunganku dengan Risa.Tapi sungguh ... aku benar-benar tidak bisa mengihindarinya.****Risa adalah karyawan baru di tempatku bekerja. Tak ada yang istimewa dari dirinya, ketika pertama kali aku melihatnya.Dia sering terlihat diantar jemput oleh pemuda, yang belakangan kukutahui dari teman-teman sebagai kekasihnya. Namun akhir-akhir ini, aku jarang melihat dia diantar atau pun dijemput oleh pemuda itu.Hingga su
Rencana Marina -----"Kak ... cepetan kasih tahu Rahma dong, rencana yang bakal kakak mainkan nanti," rengek Rahma sesaat setelah dia duduk di sofa ruang tamu."Sabar dikit napa sih...." jawabku cuek dan tetap memainkan game yang ada di ponsel."Tapi, kok sepertinya ada yang lain deh sama Kak Marina."Rahma berkata sambil mendekat kearahku dan mengamati dari ujung rambut sampai ujung kaki."Ih ... apaan sih."Kudorong Rahma untuk kembali ke tempat duduknya semula. Namun, Rahma tetap memandangku dengan tatapan penuh selidik."Rahma ... pliiiss deh, jangan buat kakak jadi takut." Bukannya menjawab, Rahma malah tertawa ngakak."Hahahaha ... Kakak sejak kapan pake make up seperti orang mau ke kondangan gitu?" ucap Rahma masih dengan tawanya."A--ada yang salah ya dengan make up ku?" tanyaku sambil meraba wajah."Bukan aneh sih sebenarnya. Tapi sebuah kemajuan kalau menurut Rahma. Karena kakak mau merias diri lagi. Fight!"Rahma berkata sambil mengepalkan tangan ke udara."Ga jelas kamu,"
Aku Menyerah---“Dinginnya es akan menyakitkan saat kita terlalu lama menggenggamnya”-Marina-****"Abang ... apa yang kalian lakukan?!"Lengkingan Risa memecahkan keheningan pagi.Membuat aku yang masih begitu mengantuk berusaha membuka mata, walau terasa berat. Degup jantung tak beraturan, karena rasa kaget mendengar teriakan.Sementara di sampingku, Bang Asrul bangkit dan bersandar di ranjang sambil mengucek matanya, berusaha mengumpulkan kesadarannya setelah terjaga dari tidur.Disapukannya pandangan mata Bang Asrul ke seluruh ruangan.Dan seketika dia turun dari tempat tidur ketika dilihatnya Risa, dengan tangan berkacak pinggang berdiri di hadapannya.Namun, Bang Asrul buru-buru kembali ke tempat tidur ketika dia menyadari bahwa dirinya dalam keadaan tanpa busana."Rina ... mana pakaianku?" tanya Bang Asrul panik."Tuh ...." jawabku sambil menunjuk pakaian yang berserakan di lantai."Kalian berdua ... apa yang sudah kalian lakukan?" Risa bertanya dengan penuh emosi.Sementara
Kartu ATM Hilang ---Bergegas kulangkahkan kaki menuju kamar tidur. Mempersiapkan berkas yang dibutuhkan untuk gugatan perceraianku nanti.Map tebal biru tua, tempat aku menimpan berbagai berkas di dalam nya. Kuambil beberapa lembar foto kopi kartu keluarga, KTP dan surat nikah. Ah ... ternyata aku tidak mempunyai foto kopi dari surat nikah."Besok sekalian mampir di tempat foto copy," gumamku pada diri sendiri.Lalu, mataku tertuju pada sebuah kotak kecil yang biasanya kusimpan di rak paling bawah. Tapi, kenapa pindah di sini? Segera, kutarik keluar kotak tersebut. Didalam nya, ada koleksi perhiasan yang sengaja kusimpan di sana. Semuanya masih utuh.Tapi ... kemana buku tabungan bersama dan ATM yang selalu kujadikan satu di dalamnya? Dengan gusar, aku keluarkan semua isi kotak tersebut satu per satu satu isinya. Namun, apa yang kucari tidak kutemukan.Hanya ada buku tabunganku dan sebuah buku tabungan bersama yang isinya tidak seberapa. Tiba-tiba saja, hatiku menjadi gusar. Firasa
Talak Aku, Bang.---“Jika hati yang kita pertahankan memilih hati yang lain dan kita tidak bisa begitu saja mengikhlaskan, lepaskan!"-Marina----Setelah melempar berkas yang kusodorkan ke atas meja, Bang Asrul meninggalkanku menuju kamar. Entah apa yang akan dia lakukan, aku memilih untuk mengekor di belakangnya."Apa lagi yang kamu inginkan dariku, Marina, hah?!" Tanyanya masih dengan emosi. Bang Asrul misalkan tubuh, ketika menyadari bahwa aku mengikutinya."Tidak... aku hanya memastikan tidak ada lagi barang berharga yang hilang dari rumah ini," jawabku sinis."Kamu...."ucapnya.Kalimat itu tidak dilanjutkan oleh Bang Asrul, namun dia lebih memilih meraih handuk yang tergantung untuk menutup tubuhnya sebelum masuk ke kamar mandi, sementara baju yang dia kenakan tadi dilemparkannya begitu saja dilantai.Kukepalkan tangan menahan amarah. Bahkan dalam percakapanpun, sudah tidak ada lagi kalimat Adek, Abang atau nama panggilan sayang.Semua berubah menjadi aku dan kamu. Baiklah jika
Menjadi Janda---Aku menatap kosong ruang tamu, ada rasa nyeri menyeruak dari dasar hati paling dalam.Bertahun-tahun mengarungi biduk rumah tangga, namun kandas hanya karena kehadiran orang ketiga.Mataku berhenti pada deretan foto yang ada di dinding. Lagi-lagi, terasa hati terasa nyeri, laksana sesuatu yang dicabut dengan paksa dari dalam sana. Yang menyisakan ruang kosong dengan luka menganga.Kuambil kursi kecil, dan menurunkan satu persatu foto yang tergantung. Foto yang merupakan gambaran suka cita dan kebahagiaan pada saat itu, perlahan kumasukkan ke dalam kardus. Dan hanya menyisakan sebuah foto besar, foto pernikahan kami dulu.Kuhela napas dalam, sebelum akhirnya foto itu kuturunkan dan membungkusnya dengan potongan kardus. Tinggal menyimpannya dalam gudang. Benar-benar hari yang melelahkan.Tok tok tok....Aku menghentikan langkah dan meletakkan kembali kardus berisi foto-foto itu di lantai. Kuseka keringat yang menetes di pelipisku, sebelum akhirnya melangkah menuju pint
Penyesalan Asrul---Seorang kurir mengetuk pintu kontrakanku.Dia menyerahkan sebuah amplop, tak sabar kubuka surat tersebut setelah sang kurir pergi.Surat keputusan dari pengadilan agama, yang menyatakan bahwa gugatan Marina telah dikabulkan. Hal ini membuatku resmi menyandang status duda.Terbersit sebuah sesal menyeruak di dada, atas kebodohanku. Namun semua telah terlambat, nasi sudah menjadi bubur dan aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah terjadi.Kuremas kertas hingga menjadi sebuah gumpalan dan melemparkannya begitu saja ke lantai.Drttt...drrtt....Ponsel yang ada di saku celana bergetar, sebuah panggilan dari Risa.Ah ... dia makin lama bikin aku gregetan dan menyebalkan.Tak pernah memberiku waktu untuk menikmati bersantai, atau sekedar pergi keluar bersama teman-temanku."Halo ...." Dengan malas, kujawab panggilannya. Karena aku yakin, jika kuabaikan, dia akan makin gila."Bang ... hari ini kita ada jadwal fitting baju lho, jangan lupa ya," ucap Risa di ujung telep