Home / Romansa / Karma Sang Penggoda / Bab 5 - Berdebat.

Share

Bab 5 - Berdebat.

Author: Azzila07
last update Last Updated: 2022-01-14 14:41:45

Ibu Anitta terpaku di tempatnya, air mata yang tadinya bercucuran. Kini terhenti seolah tersumbat oleh krikil.

 

"Kanapa diam?" 

 

Kupamerkan senyum semanis madu, Ibu Anitta nampak gelagapan saat wajahku sedikit maju.

 

"Buktikan pengorbananmu ..." suaraku berbisik.

 

"Kurang ajar! Berani sekali kau menghina Ibuku!" sembur Anitta dengan wajah garang. Tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya keluar.

 

"Keterlaluan kamu, Fiona!" suara Mamih menggelegar. Mata Mamih hampir keluar seakan ingin menerkamku.

 

"Aku tidak menghina Ibumu, aku hanya mengabulkan ucapannya." pandanganku beralih pada wanita setengah baya, yang masih berlutut di kakiku.

 

Wajah Ibu Anitta nampak pias, keringat mulai membasahi keningnya. Pandangannya beralih pada Mamih, meminta pembelaan.

 

Ayo lah ... aku ingin melihat serendah apa harga dirimu.

 

"Cium! Akan aku restui hubungan anakmu." ucapku tegas.

 

Air mata yang mengering kini kembali membasahi pipinya. Entah air mata palsu atau bukan, yang jelas dia benar-benar aktris propesional. Sangat menjiwai perannya.

 

"Ayo lah, turunkan sedikit rasa malumu," ucapku dengan suara datar.

 

Setelah ini kamu dan anakmu akan menjadi orang kaya. Bukan begitu? Aku sangat hapal sekali isi kepala mereka.

 

Dengan tangan yang bergetar, Ibu Anitta mulai meraih kakiku.

 

"Cukup, Fi! Jangan karna kamu tidak memiliki Ibu. Kamu bisa se'enak nya merendahkan orang tua!" ucap Mamih, membuat hatiku mencelos.

 

Gigiku beradu tajam. Berani sekali dia berkata seperti itu.

 

Mataku langsung menyorot Mamih, yang memandangku dengan tatapan murka.

 

Dasar nenek tua, tidak tau diri. Sudah lupa rupanya. Tiap bulan dia merengek meminta tambahan jatah bulanan padaku.

 

"Justru, karna aku tidak punya Ibu. Aku ingin tau pengorbanan itu bukan hanya sebatas dongeng!" balasku sengit.

 

"Sudahlah, Fi ... ini semua sudah terjadi, Daniel harus bertanggung jawab." suara, Arina Kakak iparku terdengar bijak.

 

Aku mendelik kearahnya, dengan sorot mata menakutkan. Arina langsung menundukan kepala, menghindari tatapanku.

 

Rupanya semua orang ingin menyerangku disini.

 

"Daniel tidak seharus bertanggung jawab, karna dia selalu membayar jasa Anitta. Jika dia hamil itu resiko dia sendiri." ucapku berusaha tenang.

 

Aku tidak boleh terpancing emosi. Jika itu terjadi, mungkin rumah ini akan penuh dengan darah nantinya.

 

"Dia hanya pemuas laki-laki kesepian. Tidak lebih," ucapku menyudutkannya.

 

Anitta terperanjat mendengar ucapanku lalu beranjak dari kaki Mamih, berjalan ke arahku dengan nafas yang tersenggal. Tangannya terangkat tinggi ingin menyerangku. Namun, Mas Daniel menahannya.

 

"Dasar perempuan mandul!" teriak Anitta. "Itu tidak benar, Mam. A--aku ... aku tidak seperti yang dia tuduhkan. Itu semua fitnah!" jeritnya lantang, badannya meronta-ronta. Kedua tangannya berusaha meraihku.

 

"Aku mengenalmu, saat kau memakai seragam putih abu-abu. Kau tak segan melepas celana dalammu, demi uang yang menurutku hanya recehan." ucapku dengan senyum mengejek.

 

Mamih menatap Anitta dengan pandangan tak percaya, sementara Anitta wajahnya memerah. Antara menahan marah dan malu. Itupun kalau masih punya.

 

"Aku berani bersumpah ini anak, Mas Daniel." ucapnya meyakinkan sambil menggenggam tangan, Mamih.

 

"Yah ... siapa yang tahu?" aku mengangkat bahu.

 

Mamih nampak bergeming, kemudian tersenyum kaku menanggapi Anitta.

 

"Sudah ... jika Daniel tidak mau bertanggung jawab. Saya akan melaporkannya ke polisi," gertak Ibu Anitta sambil bangkit dari tempatnya.

 

"Kau perempuan sombong! Pantas saja, Tuhan tidak mau menitipkan bayi di dalam rahimmu." sambungnya dengan wajah garang.

 

Entah pergi kemana wajah melas dan menyedihkannya itu. Kubalas dengan tatapan datar, lalu tersenyum tipis. Dan mendekati wajah di depannya.

 

"Kau tidak layak berkomentar tentang hidupku. Urus saja anakmu yang menyedihkan itu!" ucapku penuh dengan tekanan. Mataku memandang Anitta dengan tatapan meremehkan.

 

"Lidya ... sepertinya menantumu tidak bisa di ajak bicara baik-baik," ucap Ibu Anitta.

 

"Aku tidak terima atas penghinaan ini. Jika, Daniel tidak mau menikahi Anitta, aku pastikan dia akan mendekam di jeruji besi." ancamnya pada Mamih.

 

Wajah Mamih gelagapan mendengar ancaman, Ibu Anitta. Dia menatapku dengan wajah sinis, seolah aku dalang dari semua ini.

 

"Jangan begitu, Laras. Aku akan menikahkan Anitta dengan Daniel, walau tanpa restu, Fiona." ucapnya dengan nada ketakutan, berusaha membujuk Ibu Anitta.

 

Dasar nenek tua. Di gertak begitu saja sudah melempem.

 

Tunggu ... mengapa mereka terlihat seperti sudah mengenal lama. Apa yang sebenarnya terjadi?

 

"Aku tidak mau, Mam!" sahut Mas Daniel.

 

"Aku sudah malas sama dia, aku hanya main-main. Itu saja," sambungnya lagi.

 

"Dasar anak bodoh! Kamu mau di penjara, hah!" mata Mamih mendelik mendengar ucapan anaknya.

 

"Jangan melawan, ini semua juga salahmu sendiri! Kau berani berbuat, harus berani bertanggung jawab!"  sambung Mamih dengan mata melotot, dan nafas tidak beraturan.

 

"Huhh ..." Mas Daniel menghembuskan nafas kasar. Jelas sekali wajahnya nampak frustasi.

 

"Fiona ... masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut," Papih yang tadi hanya diam, kini membuka suara. Matanya tertuju padaku.

 

"Kalau memang perempuan itu berbohong, Papih sendiri yang akan mengurus perceraian mereka," sambungnya lagi.

 

"Sudahlah ... kurasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi," ucapku muak seraya bangkit dari sofa.

 

"Urus masalahmu sendiri, aku tetap pada pendirianku." pandanganku beralih pada, Mas Daniel yang sedang memijit pelipisnya.

 

Aku segera melangkah, malas meladeni mereka semua. Aku masih ada urusan yang jauh lebih penting dari pada ini.

 

Mas Daniel ikut bangkit dari duduknya, dan mengikutiku.

 

"Daniel ... bawa serta, Anitta ke rumahmu." ucap Mami sebelum kaki sampai di depan pintu.

 

Aku membalikan badan, menelisik wajah mertuaku.

 

"Rumah siapa yang, Mamih maksud?" tanyaku dengan alis mengkerut.

 

"Rumah yang mana lagi," ucapnya dengan nada sinis.

 

"Kau jaga, Anitta baik-baik. Siapa tau dia memang sedang mengandung cucuku."

 

Ucapan Mamih seakan menusuk jantungku. Aku terdiam, mencoba menutupi debar di dalam dada.

 

Berbeda dengan Anitta. Kulihat dia tersenyum lebar mendengar ucapan mertuaku, tanpa malu dia memeluk mesra tubuh Mamih dan membisikan kalimat ditelinganya.

 

***Ofd.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Putri Liliana
semangat updatenya thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Karma Sang Penggoda   Bab 64 - TAMAT.

    "Terserahlah. Aku sudah malas peduli." jawab Ridwan lalu pergi keluar pintu.Aku dan Mas Yas saling berpandangan. Mata kami kompak menoleh kearah Putri yang semakin menangis sesegukan.Aku mengangguk kecil, tanpa berkata Mas Yas langsung keluar kamar mengerti maksud isyaratku."Ada apa sih, Put? Coba cerita, siapa tahu Kakak bisa bantu," ucapku pelan sambil berjalan mendekati ranjang."Hati aku capek, Kak. Mas Ridwan dan Ibu menyalahkan aku, semua menyalahkan aku atas kejadian ini. Mereka fikir aku tidak sedih kehilangan anakku sendiri." Putri menatap sendu, isaknya terdengar lirih."Sabar sayang, sabar." aku mengusap lembut pundak belakangnya."Belum lagi Mas Ridwan, terlalu cemburu berlebihan Kak. Dia selalu mikir aneh-aneh setiap kali melihat aku sama Juna di kantor," lirih Putri. "Padahal kita hanya teman kerja, tidak lebih.""Loh ... bukannya cemburu itu tanda cinta ya? Emangnya kamu mau Ridwan cuek-cuek aja, lihat kamu diantar pulang sama orang lain?" sahutku selembut mungkin."

  • Karma Sang Penggoda   Bab 63 - Bertemu Fiona.

    "Pasien rumah sakit jiwa terlindas truk hingga tewas, kondisi sangat mengenaskan. Saat ini jenazah korban ada dirumah sakit Pelita Keluarga.""Baca, apa sih Fi serius banget?" Mas Yas yang sedang mengemudi, menoleh singkat lalu kembali fokus menghadap jalan."Baca berita yang lewat dibranda, Mas. Seram ih, aku baca juga komen-komennya. Katanya, tubuh korban tabrakan itu terbelah menjadi dua bagian." sahutku, sambil bergidik ngeri."Innalillahi ... semoga amal ibadahnya diterima Alloh." jawab Mas Yas dengan wajah prihatin."Aamiin," aku hanya menyahut, pandangan fokus pada gawai melanjutkan membaca komentar yang ada didalam berita.Mengingat rumah sakit jiwa, aku jadi teringat ucapan Nyonya Diana. Dia bilang, Anitta terkena gangguan jiwa, dan sekarang tinggal dirumah sakit jiwa. Semoga dia dalam keadaan baik-baik saja, walau aku sangat membencinya tapi aku tak ingin mendoakan keburukan padanya. Aku takut doa buruk itu akan kembali padaku. Naudzubillah."Nyonya Diana, terlihat bukan oran

  • Karma Sang Penggoda   Bab 62 - Bagian special.

    Pov DianaSuara debur ombak beradu dengan karang membuat aku menarik nafas panjang, angin lembut berhembus diwajah dan rambut. Menimbulkan aura menenangkan.Hmm ...Menghembuskan nafas secara perlahan, bibir tersenyum simpul melihat dua sosok kesayangan bermain dengan ceria ditepi pantai.Duhai Tuhan ... trimakasih. Atas izinmu, kau biarkan aku melalui badai yang sangat kuat lagi dahsyat."Mamih, ayok kesini!" seru Deo meski terdengar samar. Aku hanya tersenyum, meraih gelas berisi jeruk hangat lalu menyesapnya pelan.Tangan ini melambai saat melihat pasangan suami istri celingukan mencari seseorang. Aku tersenyum manis, saat mata kami beradu tatap."Hai." sapaku ceria."Lama tidak bertemu, Nyonya Diana." wanita cantik menyapa dengan senyuman manis, dia menyodorkan tangan, setelahnya kita berjabat tangan mencium pipi kiri dan kanan."Mbak Fiona, semakin cantik saja." ucapku tulus. Karna memang wajah wanita muda yang ada dihadapanku memang selalu cantik."Nyonya bisa saja," ucapnya sam

  • Karma Sang Penggoda   Bab 61 - Berakhir.

    Pov Anitta."Lepass!" aku memberontak saat dua laki-laki berseragam rumah sakit memegangi kedua tangan."Kalian tuli, hah! Lepas aku bilang!" sungutku sambil terus memberontak.Kedua laki-laki itu hanya mendengkus kesal tak mengindahkan ucapanku."Jalan!" ucapnya, lalu menyeret tubuhku keluar dari penjara.Nafasku terengah-engah, terpaan sinar matahari menerjang wajah menimbulkan sensasi hangat dan menenangkan.Otak mulai mencerna apa yang sebenarnya terjadi, aku terbahak menyadari akan keluar dari tempat pengap itu."Hahah ... aku bebas. Aku bebas!" teriakku bersemangat. "Bawa aku pulang ke apartement, aku rindu rumahku. Aku rindu." cerocosku sambil menatap penuh harap kearah dua laki-laki itu.Satu diantaranya membuka pintu bagasi mobil khas rumah sakit, setelah terbuka lebar dia kembali memegangi tanganku."Masuk!" titahnya sambil mendorong tubuhku."Hati-hati, jangan membuatnya marah. Atau kalian akan tersakiti." ucap Polisi gendut. Keduanya saling bertatapan, lalu menoleh kearahk

  • Karma Sang Penggoda   Bab 60 - Sudah lelah.

    "Aaaaa!" aku menjerit ketakutan. Pegangan itu tersenyum menyerigai, lalu membuka mulut dan mengeluarkan semua binatang menjijikan."Hah ... hah!" Aku langsung terlonjak dengan nafas memburu. Keringat sebiji jagung bercucuran dari kening hingga kewajahku. Aku mengedarkan pandangan, ruangan sempit masih mengelilingiku."Hiiiyyy." aku bergidik ngeri, mimpi tadi seolah nyata dan aku merasa benar-benar tenggelam dalam lautan darah."Uhuk ... uhuk!" nafasku tersendat. Aku kesulitan bernafas.Hah hah!Benar-benar kurang ajar. Untuk apa perempuan pengeretan itu hadir didalam mimpiku. Aku jadi takut sendiri berada diruangan sempit ini."Pak ... Pak!!" aku berteriak sambil memukul gembok pada pintu besi. Tenggorokanku kering, dan tidak ada satu pun setetes air minum disini."Ada apa! Jangan berisik. Ganggu saja!" maki petugas gendut."Air, saya butuh air." jawabku dengan tatapan memohon."Minum ... haus," pintaku."Ck! Menyusahkan saja sih." maki Polisi itu. Dengan sangat terpaksa dia membalik

  • Karma Sang Penggoda   Bab 59 - Bertemu Ibu.

    Pov Anitta."Tahanan ini benar-benar keterlaluan, dia membunuh Ibunya sendiri saat datang berkunjung menemuinya." ujar petugas gendut sambil melirik kearahku sorotnya memancarkan ketidak percayaan."Ckckck," laki-laki berperawakan tinggi besar itu menatap lekat, menggelengkan kepalanya. Aku semakin menundukan wajah, takut tiba-tiba pukulan kembali menyerangku.Tubuh ini menggigil, luka memar terlihat disekujur tubuh. Rasanya sakit dan menyiksa sekali."Teman satu selnya pun ikut dihajar, aku rasa dia mengalami gangguan jiwa." Mataku mendelik, tak terima dengan kata-kata sipir jelek itu."Bawa dia masuk kembali, tempatkan dia diruangan 355 a. Jangan disatukan dengan yang lain, saya mencuim gelagat mengerikan dari tatapan matanya," ucap komandan Polisi."Siap, Dan!" sahut dua petugas sambil menegakkan badan."Cepat!" tubuh ini diseret paksa. Aku hanya bisa menurut, menyeret kaki mengikutinya.Dug!Rasa nyeuri menerjang lutut dan telapak tangan, saat tubuhku didorong masuk oleh petugas h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status