DIKIRA MISKIN TERNYATA CEO

DIKIRA MISKIN TERNYATA CEO

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-07-28
Oleh:  TrianaRBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
64Bab
4.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Mereka menghinaku saat reuni dan acara buka bersama, karena aku miskin dan tak mungkin sukses. Namun, seketika mereka shock saat aku yang membayar semuanya dan tahu siapa aku sekarang

Lihat lebih banyak

Bab 1

Part 1. Dihina Miskin

"Eh, katanya Indah si anak miskin datang juga, loh!" bisik Rinta sambil menyenggol Fina.

"Hah? Serius? Wah, dulu dia selalu dapat beasiswa prestasi, kan?" sahut Fina dengan nada meledek.

"Iya, tapi beasiswa kan karena nggak punya duit. Jadi sekarang dia kerja apa ya?" tambah Ayu.

Restoran mewah itu dipenuhi obrolan dan tawa. Di salah satu sudut, sekelompok wanita dengan pakaian glamor duduk mengelilingi meja panjang. Mereka adalah mantan teman SMA yang berkumpul untuk buka bersama sekaligus reuni kecil.

Perhiasan berkilauan menghiasi pergelangan tangan mereka, tas-tas branded dari merek terkenal bertengger di atas meja, dan makeup mereka sempurna, seolah baru keluar dari salon. Dress mereka dari bahan mahal, sepatu hak tinggi serasi dengan warna tasnya, mencerminkan gaya hidup mereka yang kini bergelimang kemewahan.

Di tengah suasana itu, pintu restoran terbuka, dan seorang wanita masuk dengan langkah tenang.

"Nah tuh, orangnya dateng!"

Mereka semua menoleh ke arah Indah yang berjalan mendekat. Berbeda dengan mereka yang tampil heboh, Indah hanya mengenakan gamis sederhana berwarna pastel dengan hijab yang tertata rapi. Wajahnya bersih tanpa makeup berlebihan, hanya lip balm dan sedikit bedak untuk kesan segar.

"Astaga, lihat tuh dandanannya," bisik Rina. "Beda banget sama kita."

"Iya, polos banget. Kayak orang baru pulang kerja, bukan mau acara di restoran mewah," tambah Fina dengan tawa kecil.

Indah mendengar semuanya, tapi ia tetap melangkah dengan percaya diri dan duduk dengan tenang.

Begitu Indah duduk, obrolan pun berlanjut. Tapi kali ini, mereka sibuk memamerkan kehidupan mereka masing-masing.

"Gila ya, aku baru beli tas baru di butik luar negeri. Harganya lumayan sih, tapi worth it banget. Kan pakai uang suami," kata Ayu sambil memamerkan tas Louis Vuitton yang ia letakkan di pangkuannya.

"Aku juga baru beli jam tangan Rolex, biar matching sama mobil baru aku," sahut Rina, mengangkat tangannya agar berlian di jam tangannya terlihat lebih jelas.

"Duh, kalian pamer banget sih!" Fina pura-pura mengeluh. "Aku sih nggak sehebat kalian, paling tiap bulan liburan ke luar negeri. Baru pulang dari Dubai kemarin. Seru banget!"

"Sama dong, Fin! Aku juga tiap tahun ganti koleksi Hermes. Kan suami aku royal banget," timpal Rinta. Lalu ia melirik Indah dengan tatapan menyelidik. "Eh, tapi Ndah, kamu kan dulu nggak punya pacar pas SMA. Sekarang gimana? Udah nikah belum?"

Mereka semua langsung tertawa kecil, seakan menikah dengan pria kaya adalah satu-satunya ukuran kesuksesan.

Indah tetap tersenyum. "Belum. Aku masih fokus kerja."

"Kerja?" Ayu pura-pura kaget. "Ya ampun, masih harus kerja keras? Capek banget, Ndah. Aku sih nggak kebayang harus repot-repot cari uang sendiri."

"Iya, kasian banget. Pasti susah ya, harus bangun pagi, lembur, dapat gaji pas-pasan," tambah Rina sambil melirik Indah dari ujung kepala sampai kaki.

"Lihat aja penampilannya. Simpel banget. Aku sih nggak kebayang pakai baju kayak dia. Terlalu sederhana." Fina menambahkan dengan seringai kecil.

"Bener banget. Aku nggak kebayang pakai baju kayak dia. Kita kan harus tampil elegan kalau ke tempat begini." Ayu menyahut, memainkan rambutnya yang baru di-highlight di salon ternama.

Indah masih diam, menatap mereka satu per satu tanpa sedikit pun merasa terpengaruh.

"Sudah cukup, kalian jangan begitu," ucap seorang wanita dengan nada tegas.

Semua menoleh ke arah Farah, teman sebangku Indah sewaktu SMA. Berbeda dengan yang lain, Farah memang terlihat lebih kalem sejak awal. Meski tetap berpakaian modis, ia tidak ikut-ikutan pamer atau mencibir Indah seperti yang lain.

"Indah juga teman kita. Kenapa kalian malah merendahkannya?" lanjut Farah, menatap satu per satu wajah mereka.

Rina mendengus kecil. "Santai aja, Far. Kita kan cuma bercanda."

"Bercanda?" Farah menatap tajam. "Kalian dari tadi bukan cuma bercanda. Tapi terus-terusan menyindir Indah. Seolah-olah, hanya karena dia tidak memakai barang-barang branded seperti kalian, dia lebih rendah."

Fina mendecak pelan, menyilangkan tangan di dada. "Kita kan cuma ngobrol santai. Lagipula, wajar dong kalau kita ingin tahu kabar Indah sekarang. Dulu dia yang paling pintar di kelas, masa nggak penasaran?"

"Tapi cara kalian menyampaikannya itu merendahkan," balas Farah tanpa ragu. "Kalian terlalu sibuk pamer dan menilai seseorang dari penampilannya."

Ayu menatap Farah dengan ekspresi tak percaya. "Eh, kok malah kamu yang marah-marah? Kita ini lagi reuni, bukan debat."

Farah menggeleng. "Justru karena ini reuni, kita harusnya bersikap lebih baik satu sama lain. Seharusnya kita senang bisa berkumpul lagi, bukannya malah saling menjatuhkan."

Indah menatap Farah dengan senyum tipis. "Sudah, Far, tidak apa-apa," bisik Indah

Namun, Rinta masih tidak terima. "Ya ampun, Farah. Kamu sok banget sih? Lagian, kalau Indah memang sukses, kenapa dia tetap tampil sederhana gitu? Bukannya kalau sudah punya uang, kita bisa menikmati hidup?"

Indah akhirnya angkat bicara. "Menikmati hidup itu bukan berarti harus pamer kekayaan, Rinta." Tatapannya tetap tenang. "Aku bahagia dengan hidupku sekarang, dan aku tidak butuh pengakuan dari orang lain."

Tak lama, pelayan datang membawakan menu.

"Kita patungan kan, ya? Makan di sini mahal, lho. Jangan sampai ada yang nggak bisa bayar nanti," celetuk Ayu sambil melirik Indah dengan tatapan meremehkan.

Indah tetap diam, membuka menu dengan tenang, membiarkan mereka puas dengan ocehan mereka sendiri.

"Eh, serius deh, kita beneran patungan kan?" tanya Fina sambil melihat sekeliling meja. "Jangan sampai nanti ada yang tiba-tiba nggak bawa cukup duit. Soalnya kan ada yang hidupnya susah, ya..."

Mereka kembali melirik Indah, yang masih tetap tenang membaca menu.

"Eh, Ndah, kamu bawa uang cukup, kan?" tanya Rina dengan nada sok perhatian. "Soalnya ini restoran mahal. Kita nggak makan di warteg kayak waktu SMA dulu."

Mereka tertawa puas.

Indah akhirnya menutup menu dan tersenyum. "Jangan khawatir. Aku bawa cukup kok," jawabnya ringan.

Saat makanan datang dan perut sudah terisi, tibalah saatnya membayar.

"Totalnya Rp 6,5 juta, kak," kata pelayan sambil menyodorkan tagihan.

Beberapa orang mulai merogoh dompet, tapi sebelum ada yang sempat mengumpulkan uang, Indah mengeluarkan kartu debitnya dan menyerahkannya pada pelayan.

"Pakailah ini. Aku yang bayar," ucap Indah santai membuat semua terbungkam.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Iin Ganis
ini ga ada klanjutannya smpe 16 bab aja??uda dr 2hr yg lalu blom ada up jg huffttttttt
2025-07-05 14:30:19
0
64 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status