Mereka menghinaku saat reuni dan acara buka bersama, karena aku miskin dan tak mungkin sukses. Namun, seketika mereka shock saat aku yang membayar semuanya dan tahu siapa aku sekarang
View More"Eh, katanya Indah si anak miskin datang juga, loh!" bisik Rinta sambil menyenggol Fina.
"Hah? Serius? Wah, dulu dia selalu dapat beasiswa prestasi, kan?" sahut Fina dengan nada meledek. "Iya, tapi beasiswa kan karena nggak punya duit. Jadi sekarang dia kerja apa ya?" tambah Ayu. Restoran mewah itu dipenuhi obrolan dan tawa. Di salah satu sudut, sekelompok wanita dengan pakaian glamor duduk mengelilingi meja panjang. Mereka adalah mantan teman SMA yang berkumpul untuk buka bersama sekaligus reuni kecil. Perhiasan berkilauan menghiasi pergelangan tangan mereka, tas-tas branded dari merek terkenal bertengger di atas meja, dan makeup mereka sempurna, seolah baru keluar dari salon. Dress mereka dari bahan mahal, sepatu hak tinggi serasi dengan warna tasnya, mencerminkan gaya hidup mereka yang kini bergelimang kemewahan. Di tengah suasana itu, pintu restoran terbuka, dan seorang wanita masuk dengan langkah tenang. "Nah tuh, orangnya dateng!" Mereka semua menoleh ke arah Indah yang berjalan mendekat. Berbeda dengan mereka yang tampil heboh, Indah hanya mengenakan gamis sederhana berwarna pastel dengan hijab yang tertata rapi. Wajahnya bersih tanpa makeup berlebihan, hanya lip balm dan sedikit bedak untuk kesan segar. "Astaga, lihat tuh dandanannya," bisik Rina. "Beda banget sama kita." "Iya, polos banget. Kayak orang baru pulang kerja, bukan mau acara di restoran mewah," tambah Fina dengan tawa kecil. Indah mendengar semuanya, tapi ia tetap melangkah dengan percaya diri dan duduk dengan tenang. Begitu Indah duduk, obrolan pun berlanjut. Tapi kali ini, mereka sibuk memamerkan kehidupan mereka masing-masing. "Gila ya, aku baru beli tas baru di butik luar negeri. Harganya lumayan sih, tapi worth it banget. Kan pakai uang suami," kata Ayu sambil memamerkan tas Louis Vuitton yang ia letakkan di pangkuannya. "Aku juga baru beli jam tangan Rolex, biar matching sama mobil baru aku," sahut Rina, mengangkat tangannya agar berlian di jam tangannya terlihat lebih jelas. "Duh, kalian pamer banget sih!" Fina pura-pura mengeluh. "Aku sih nggak sehebat kalian, paling tiap bulan liburan ke luar negeri. Baru pulang dari Dubai kemarin. Seru banget!" "Sama dong, Fin! Aku juga tiap tahun ganti koleksi Hermes. Kan suami aku royal banget," timpal Rinta. Lalu ia melirik Indah dengan tatapan menyelidik. "Eh, tapi Ndah, kamu kan dulu nggak punya pacar pas SMA. Sekarang gimana? Udah nikah belum?" Mereka semua langsung tertawa kecil, seakan menikah dengan pria kaya adalah satu-satunya ukuran kesuksesan. Indah tetap tersenyum. "Belum. Aku masih fokus kerja." "Kerja?" Ayu pura-pura kaget. "Ya ampun, masih harus kerja keras? Capek banget, Ndah. Aku sih nggak kebayang harus repot-repot cari uang sendiri." "Iya, kasian banget. Pasti susah ya, harus bangun pagi, lembur, dapat gaji pas-pasan," tambah Rina sambil melirik Indah dari ujung kepala sampai kaki. "Lihat aja penampilannya. Simpel banget. Aku sih nggak kebayang pakai baju kayak dia. Terlalu sederhana." Fina menambahkan dengan seringai kecil. "Bener banget. Aku nggak kebayang pakai baju kayak dia. Kita kan harus tampil elegan kalau ke tempat begini." Ayu menyahut, memainkan rambutnya yang baru di-highlight di salon ternama. Indah masih diam, menatap mereka satu per satu tanpa sedikit pun merasa terpengaruh. "Sudah cukup, kalian jangan begitu," ucap seorang wanita dengan nada tegas. Semua menoleh ke arah Farah, teman sebangku Indah sewaktu SMA. Berbeda dengan yang lain, Farah memang terlihat lebih kalem sejak awal. Meski tetap berpakaian modis, ia tidak ikut-ikutan pamer atau mencibir Indah seperti yang lain. "Indah juga teman kita. Kenapa kalian malah merendahkannya?" lanjut Farah, menatap satu per satu wajah mereka. Rina mendengus kecil. "Santai aja, Far. Kita kan cuma bercanda." "Bercanda?" Farah menatap tajam. "Kalian dari tadi bukan cuma bercanda. Tapi terus-terusan menyindir Indah. Seolah-olah, hanya karena dia tidak memakai barang-barang branded seperti kalian, dia lebih rendah." Fina mendecak pelan, menyilangkan tangan di dada. "Kita kan cuma ngobrol santai. Lagipula, wajar dong kalau kita ingin tahu kabar Indah sekarang. Dulu dia yang paling pintar di kelas, masa nggak penasaran?" "Tapi cara kalian menyampaikannya itu merendahkan," balas Farah tanpa ragu. "Kalian terlalu sibuk pamer dan menilai seseorang dari penampilannya." Ayu menatap Farah dengan ekspresi tak percaya. "Eh, kok malah kamu yang marah-marah? Kita ini lagi reuni, bukan debat." Farah menggeleng. "Justru karena ini reuni, kita harusnya bersikap lebih baik satu sama lain. Seharusnya kita senang bisa berkumpul lagi, bukannya malah saling menjatuhkan." Indah menatap Farah dengan senyum tipis. "Sudah, Far, tidak apa-apa," bisik Indah Namun, Rinta masih tidak terima. "Ya ampun, Farah. Kamu sok banget sih? Lagian, kalau Indah memang sukses, kenapa dia tetap tampil sederhana gitu? Bukannya kalau sudah punya uang, kita bisa menikmati hidup?" Indah akhirnya angkat bicara. "Menikmati hidup itu bukan berarti harus pamer kekayaan, Rinta." Tatapannya tetap tenang. "Aku bahagia dengan hidupku sekarang, dan aku tidak butuh pengakuan dari orang lain." Tak lama, pelayan datang membawakan menu. "Kita patungan kan, ya? Makan di sini mahal, lho. Jangan sampai ada yang nggak bisa bayar nanti," celetuk Ayu sambil melirik Indah dengan tatapan meremehkan. Indah tetap diam, membuka menu dengan tenang, membiarkan mereka puas dengan ocehan mereka sendiri. "Eh, serius deh, kita beneran patungan kan?" tanya Fina sambil melihat sekeliling meja. "Jangan sampai nanti ada yang tiba-tiba nggak bawa cukup duit. Soalnya kan ada yang hidupnya susah, ya..." Mereka kembali melirik Indah, yang masih tetap tenang membaca menu. "Eh, Ndah, kamu bawa uang cukup, kan?" tanya Rina dengan nada sok perhatian. "Soalnya ini restoran mahal. Kita nggak makan di warteg kayak waktu SMA dulu." Mereka tertawa puas. Indah akhirnya menutup menu dan tersenyum. "Jangan khawatir. Aku bawa cukup kok," jawabnya ringan. Saat makanan datang dan perut sudah terisi, tibalah saatnya membayar. "Totalnya Rp 6,5 juta, kak," kata pelayan sambil menyodorkan tagihan. Beberapa orang mulai merogoh dompet, tapi sebelum ada yang sempat mengumpulkan uang, Indah mengeluarkan kartu debitnya dan menyerahkannya pada pelayan. "Pakailah ini. Aku yang bayar," ucap Indah santai membuat semua terbungkam.Setelah beberapa menit, mereka akhirnya bersiap-siap, tertawa kecil setiap kali Indah salah pakai aksesoris atau bingung memilih baju. Suasana kamar dipenuhi canda, tawa, dan cinta yang tak ada habisnya.Matahari sore bersinar cerah di Singapura, angin sepoi-sepoi terasa segar. Galang menggandeng tangan Indah menuju stasiun cable car. Indah terlihat excited, matanya berbinar-binar seperti anak kecil.“Mas… beneran kita bakal naik itu?” Indah menunjuk gondola yang menggantung tinggi, bergerak pelan menuju Sentosa.Galang mengangguk sambil tersenyum jahil. “Iya, tapi… kamu berani nggak?”Indah langsung memukul pelan lengan Galang. “Ih, Mas jahat! Jangan nakutin aku dong.”Galang tertawa kecil, lalu merangkul pundaknya. “Tenang aja, ada Mas. Kalau gondolanya goyang, Mas peluk kamu sampai aman.”Begitu masuk gondola, pintu otomatis menutup. Gondola mulai bergerak naik, perlahan meninggalkan daratan. Indah spontan menggenggam tangan Galang erat-erat.“Mas, tinggi banget yaaa… aku deg-degan
Lampu-lampu pohon raksasa mulai menari mengikuti alunan musik. Indah tak bisa berhenti tersenyum sambil menatap cahaya lampu yang berubah-ubah. Galang memeluknya dari belakang, tangannya tetap menggenggam erat tangan Indah.“Mas… ayo foto bareng, biar inget momen ini!” seru Indah sambil mengeluarkan kameranya.Galang tersenyum, menunduk sedikit agar posisinya pas di samping Indah. “Oke sayang… senyum yang manis, ya.”Klik! Kamera mengeluarkan foto, dan Indah langsung memeluk Galang sambil melihat hasilnya.“Hahaha… Mas, lihat! Kita lucu banget di foto ini,” kata Indah sambil tertawa kecil.Galang ikut tertawa, lalu mencium pelipis Indah. “Iya sayang… tapi buat Mas, kamu selalu terlihat paling cantik dan lucu di dunia ini.”Mereka terus berjalan di antara pohon-pohon raksasa, sesekali berhenti untuk berfoto lagi atau hanya menikmati cahaya dan musik. Indah suka mencubit pipi Galang atau menahan tawa saat Galang membuat pose konyol demi menghiburnya.“Mas… jangan bilang kalau Mas capek,
Beberapa hari kemudian, koper-koper kecil sudah siap di ruang tamu. Indah sibuk memeriksa barang-barangnya, sementara Galang memastikan semua tiket dan paspor ada di tasnya.“Mas, aku takut ketinggalan sesuatu,” gumam Indah sambil menatap koper yang hampir penuh.Galang menepuk bahunya lembut. “Santai, Sayang. Aku udah cek semuanya. Kita cuma perlu bawa senyum dan hati bahagia,” ucapnya sambil tersenyum hangat.Di perjalanan menuju bandara, Indah tak berhenti memegangi tangan Galang, sesekali menatapnya dengan mata berbinar. Setibanya di bandara, Galang menuntunnya ke counter check-in sambil sesekali menenangkan Indah.Saat mereka sudah berada di ruang tunggu, Galang menarik Indah duduk di dekat jendela, melihat pesawat yang akan mereka naiki. Ia menyentuh tangan Indah lembut.“Ini awal dari petualangan kita, Sayang… honeymoon pertama kita. Aku janji, setiap detik bakal spesial,” ucapnya pelan.Indah menatap Galang dan tersenyum, sedikit tersipu. “Mas, aku nggak sabar ngerasain semua
“Udah bangun, Sayang?” Suara Galang terdengar pelan, serak khas orang baru bangun. Indah hanya mengangguk kecil, membenamkan wajah ke dadanya yang luas dan nyaman itu.“Aku takut tadi malam cuma mimpi, Mas…” bisiknya lirih.Galang mengecup pelan ubun-ubunnya.“Bukan mimpi. Ini nyata. Aku di sini… dan gak akan ke mana-mana,” ucapnya sambil membelai rambut Indah.Indah tersenyum kecil.“Pagi kayak gini enaknya ngapain ya, Mas?”Galang tertawa kecil. “Pagi ini? Hmm… pelukan dulu lima menit lagi, terus aku buatkan kamu sarapan. Mau? Indah tertawa pelan, “Mau."“Tapi kamu harus janji, senyummu hari ini buat aku semua,” ucap Galang sambil menyentuh hidung Indah dengan hidungnya. Lalu Galang beranjak lebih dulu meninggalkan Indah yang masih mager di tempat tidurSelang beberapa waktu, akhirnya ia bangun karena aroma sedap menyeruak dari dapur kecil mereka. Ia menyusul Galang yang sudah sibuk memasak dengan kaos oblong dan rambut yang masih agak berantakan.“Mas lagi ngapain?” tanya Indah sa
Indah mengangguk pelan, lalu menatapnya. Galang mengecup ujung hidung Indah, lalu perlahan turun ke pipi, dagu, dan bibirny.“Mas …”"Ya, Sayang ....? Tangan mereka saling menggenggam.Indah hanya menatapnya membuat Galang tersenyum kecil."Terima kasih ... udah mau jadi milikku mulai malam ini," ucap Galang, menatap mata istrinya dalam-dalam.Dan malam itu menjadi malam penuh makna bagi Indah dan juga Galang.***Galang membuka mata, dan senyum lembut langsung mengembang saat melihat Indah masih terlelap dalam pelukannya. Rambutnya sedikit berantakan, bibirnya terbuka sedikit, dan wajahnya terlihat sangat damai. Cantik sekali.Dengan hati-hati, Galang mengecup dahi Indah.“Sayang …” bisiknya, nyaris tak terdengar, “pagi ya …”Indah menggeliat pelan, lalu menatapnya dengan mata yang masih sayu. Senyum mengembang di wajahnya. “Hmm … pagi, Mas …”Tangannya naik menyentuh pipi Galang, dan
Part 36Tepuk tangan meriah langsung menghiasi suasana.Malampun tiba. Cahaya lampu gantung membuat taman tampak seperti negeri dongeng. Musik pelan mulai dimainkan. Galang menggandeng tangan Indah, lalu berdiri di tengah taman.“Boleh aku ajak kamu dansa?” bisiknya sambil sedikit membungkuk.Indah mengangguk malu-malu. Mereka mulai bergoyang perlahan mengikuti irama. Tapi baru sebentar...“Kaki Mas nginjek sepatuku!” bisik Indah panik.“Eh, maaf, Sayang ... aku ngeliatin kamu terus sih, sampe lupa kaki sendiri,” ucap Galang dengan nada menggoda.Mereka berdua tertawa pelan sambil tetap bergerak perlahan. Saat lagu berakhir, Galang menarik Indah ke pelukannya dan berbisik,“Terima kasih udah jadi milikku. Hari ini dan setiap hari setelahnya.”Setelah semua tamu berpamitan dan pesta perlahan usai.Hotel kini mulai sepi. Lampu-lampu gantung masih menyala temaram, dan suara alam kembali mendominasi, ge
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments