Share

PART 4

Penulis: HellyPotter_
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-02 09:33:49

Minggu pagi, venue intimate wedding itu nampak terlihat ramai tamu undangan. Bau tanah dan rumput terasa segar seusai gerimis pagi sehingga membasahi altar putih disana. Tapi untung saja gerimis itu sudah berhenti saat pernikahan sakral akan segera di laksanakan.

Suara keprokan ria dapat seorang laki-laki itu dengar saat ia sedang duduk menunduk dikursi akad. Wajahnya perlahan mendongak melihat kearah gadis cantik yang menggunakan dres kebaya putih berjalan di altar seraya membawa buket bunga ditangannya.

Benar-benar seperti mimpi. Artha sama sekali tidak berfikir jika dia akan menikah secepat ini disaat kebahagiaannya tentang pekerjaan baru tercapai. Apalagi dia menikah dengan Dara yang statusnya lebih tinggi daripada dirinya.

Saat Dara sudah berdiri dihadapan Artha laki-laki itu tidak bisa berkutik saat melihat senyum manis yang Dara lontarkan. Artha akui perempuan itu begitu cantik, tak mungkin jika Artha mendapatkan perempuan bak dewi seperti Dara.

"Tolong dibantu pengantin perempuannya," suruh penghulu itu membuat lamunan Artha buyar.

Artha dengan gesit menarik kursi akad tersebut dan mempersilahkan Dara untuk duduk disana. Setelah itu semua orang bersiap-siap melihat kearah mereka karena ijab kabul akan segera dimulai.

"Bagaimana sudah siap?" Tanya penghulu itu kepada Artha.

Artha melirik Dara sejenak lalu Dara meresponnya dengan anggukan kecil, lalu dengan sigap Artha menjawab. "Siap."

Tangan pak Jaksara diletakkan diatas meja tepatnya dihadapan Artha. Dengan ragu Artha menjabatnya. Jantungnya berdegup dengan kencang, bahkan semua mata tertuju kearahnya.

"Bismillahirohmanirohim... Saudara Arthala Narendra Bin Fakih Adi, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya yang bernama Dara Viora dengan mas kawin berupa logam mulia, dibayar tunai!"

Tangan Pak Jaksara menekan begitu saja menandakan Artha harus segera menjawab perkataannya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Dara Viora Binti Jaksara Bima dengan mas kawin tersebut  dibayar tunai!" Seru Artha begitu lancar.

Sang penghulu berucap. "Gimana para saksi?"

"Sah!" Banyak orang yang menyaut.

Artha melepaskan genggaman tangan Pak Jaksara dan mereka berdoa bersama. Disela-sela doanya masih ada perasaan tidak percaya yang permanen dihati Artha. 

Statusnya kian berubah bahkan rasa tanggung jawabnya telah berubah dalam sekejap. Meskipun itu adalah pernikahan main-main, tapi Artha merasakan jika pernikahan ini adalah pernikahan sungguhan. Mungkin dirinya bisa berbohong dihadapan penghulu dan semua orang, tapi Artha tidak bisa berbohong kepada yang maha kuasa atas janjinya yang dia ucapkan tadi.

"Artha, makasih ya," ucap Dara seraya meraih tangan Artha untuk menciumnya dengan lembut.

Matanya berkedip menahan air mata yang terkumpul menjadi satu di pelupuk. Dengan ragu dia mencium puncak kepala Dara dihadapan semua orang.

*****

Selesai acara akad nikah itu, tidak ada pesta, meskipun ada itu hanya resepsi kecil dan semua itu telah selesai, pasalnya tamu undangan tidak banyak. Dara juga tidak mau berlama-lama merayakan hari pernikahannya yang sama sekali tidak ia harapkan.

Sekarang pengantin baru itu berada didalam kamar mereka. Lebih tepatnya berada di rumah besar keluarga Jaksara. Terlihat Dara sibuk melepaskan pernak-pernik pernikahannya dan juga membersihkan make-upnya, sedangkan Artha dia sedang mengganti pakaiannya didalam kamar mandi. Saat keluar, ia langsung ingin bergegas pergi.

"Mau kemana?" Tegur Dara tiba-tiba.

"Saya harus pulang, Bu. Ibu saya sendiri dirumah, dia sedang sakit."

Dara memutar tubuhnya melihat kearah Artha. "Kamu boleh pulang, tapi besok pagi."

"Bu, tapi–"

"Ingat perjanjian kita, Artha."

Artha menghela nafasnya, ia menjatuhkan bokong di pinggiran kasur seraya mengacak rambutnya frustasi.

"Gak harus sekarang, kan, Bu? Ini baru awal pernikahan. Dan tolong kasih kesempatan saya untuk menerima semuanya. Mungkin Bu Dara saat ini merasa tenang karena sudah berhasil menikah dengan saya, tapi saya belum  sepenuhnya menerima bu. Saya takut dosa."

Dara melihat wajah sukar Artha yang bingung atas semua yang terjadi.

"Saya sudah berjanji dihadapan Tuhan untuk mengikat Bu Dara menjadi istri saya. Tapi tentang perjanjian itu? Sungguh saya harus menanggung semuanya."

"Kenapa kamu harus takut?" Tanya Dara terlihat bodoh bertanya seperti itu.

"Karena pernikahan ini sudah membuat saya menjadi seorang Suami, Bu. Saya sudah menjadi kepala keluarga dan saya memiliki tanggung jawab terhadap Bu Dara. Mungkin dosa saya akan tercatat besar jika saya mengingkari janji saya kepada Tuhan."

Dara beranjak bangkit menghampiri Artha. "Saya sudah bilang, tidak perlu berperan aktif menjadi suami saya. Saya hanya membeli sperma kamu, Artha."

"Saya akan amat berdosa jika suatu saat nanti saya menelantarkan Bu Dara dan anak kandung saya sendiri," jawab Artha membuat Dara terdiam menatapnya.

"Mohon pengertiannya Bu, berikan saya waktu untuk menerima ini semua." Artha beranjak bangkit dari duduknya.

"Saya pulang dulu, Bu. Ibu saya pasti sudah menunggu..."

Dara hanya bisa melihat Artha yang pergi meninggalkan kamarnya begitu saja. Laki-laki itu benar-benar takut akan dosa. Bahkan Dara bisa melihat dari raut wajah Artha, jika lelaki itu sangat begitu bingung dengan semuanya.

"Dia bersungguh-sungguh mengucapkan janjinya dihadapan Tuhan."

*****

Saat ini Artha berjongkok dihadapan Bu Hanna, ibu kandungnya. Dia memegangi tangan Bu Hanna seraya menciumnya beberapa kali seraya berkaca-kaca.

"Jadi kamu sudah menikah?"

Artha menganggukan kepalanya. "Iya Bu, Artha minta maaf gak kasih tau ibu. Artha cuma gak mau ibu kepikiran tentang pernikahan mendadak ini."

"Menikah dengan siapa? Siapa perempuan itu?" Tanya Bu Hanna dengan wajah datarnya.

"Dia anak dari direktur utama di tempat Artha bekerja, Bu."

"Kamu belum lama bekerja, Artha... kenapa bisa kamu menikahi seorang yang terpandang seperti dia?" Heran Bu Hanna.

Artha tidak bisa menjelaskan kepada ibunya maksud dan tujuan dia menikah dengan Dara. Artha takut jika ibunya akan syok jika tujuannya karena ingin membantu Dara untuk mendapatkan seorang anak.

"Artha, jawab ibu." Bu Hanna merasa aneh dengan anaknya.

"Artha sudah mengenal Dara sangat lama, Bu. Dan Dara mencintai Artha, jadi Artha menikahi dia."

Perkataan Artha sungguh sangat berbohong. Dia hanya tidak ingin Bu Hanna kecewa dengannya. Mata Artha berkedip beberapa kali menahan tangisnya, bahkan Bu Hanna menatapnya tanpa berkedip seolah-olah sedang membaca apa yang anaknya rasakan, perkataan itu bohong atau jujur.

"Semua perlengkapan pernikahan keluarga Dara yang atur karena mereka tahu jika Artha tidak punya apapun untuk menikah."

Bu Hanna melepaskan tangan Artha begitu saja lalu mengangkat kakinya untuk naik keatas kasur. "Ibu mau istirahat, tolong tinggalkan ibu sendiri."

Artha hanya diam ditempat, dia tahu jika ibunya seperti tidak percaya dengan perkataannya. Dia tahu jika ibunya terkejut atas kabar pernikahan Artha yang mendadak.

"Lebih baik kamu kembali kerumah istrimu, bukankah ini malam pertama pernikahan kalian. Jadi buat apa kamu pulang?"

Artha menitikkan air matanya melihat punggung ibunya yang tidur membelakanginya seraya berkata seperti itu. Jika Artha bisa, mungkin Artha akan berkata sesungguhnya dan meminta tolong ibunya tentang ini semua. Tapi Artha tidak bisa, dia takut membuat ibunya sakit hati.

"Tinggalkan ibu sendiri. Pulang jika ibu menyuruhmu..."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Karyawanku Suamiku   PART 46

    Dara berjalan tertatih menuju ruang ICU, ia berharap Artha berada disana. Saat dirinya hendak masuk kedalam, tiba-tiba seorang dokter keluar bersama beberapa perawat mendorong brankar sorong yang terdapat seseorang tertutupi kain putih."Stop!" Teriak Dara memberhentikan perawat itu yang membawa seorang tertutup kain putih tersebut.Dara melangkah mendekat meskipun rasanya terasa berat. Nafasnya memburu cepat, air matanya sudah berdesakan keluar, serta perasaan berkecamuk terus ia rasakan.Saat Dara berdiri tepat disamping pasien yang tertutup kain putih itu, ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya perlahan membuka kain tersebut. Tak ada larangan dari dokter, mungkin Dara juga ingin melihatnya."Artha–" Mata Dara melotot saat orang yang ia lihat ternyata bukan Artha melainkan pasien lain dengan wajah penuh luka."Maaf Bu, apakah pasien ini keluarga ibu? Dia mengalami kecelakaan tunggal dan tidak ada pihak keluarga yang bisa kami hubungi," Tanya Dokter tersebut kepada Dara.Dara kembal

  • Karyawanku Suamiku   PART 45

    Dara saat ini mencoba bersabar dan memperluas dirinya untuk berdoa kepada sang kuasa. Cuma itu yang bisa Dara lakukan untuk menolong Artha karena dia sudah tidak tahu harus berbuat apalagi.Setiap kali Dara bersujud pasti wajah Artha yang selalu terbayang dipikirkannya, ia cuma ingin laki-laki itu sembuh dan menjadi imam yang sesungguhnya untuk Dara.Setelah melakukan kegiatan rutinnya sholat lima waktu dan berdoa untuk kesembuhan Artha. Sore ini Dara turun dari kamarnya dengan hati-hati karena ia merasa lapar. Lagi pula tak mungkin Dara merepotkan ibunya terus menerus untuk mengantarkan makanan ke kamar Dara."Bunda?" Panggil Dara."Ayah?" Panggilnya gantian karena Dara merasa rumahnya sangat sepi padahal mereka berjanji untuk menemani Dara dirumah sampai Dara melahirkan.Drrtt...drttt...Suara ponsel rumah Dara berdering, Dara yang ingin melangkahkan kakinya ke dapur menjadi mengurungkan niatnya dan memilih mengangkat telfon tersebut."Halo?""Dara ini ibu."Tubuh Dara seketika mene

  • Karyawanku Suamiku   PART 44

    "Seafood pedas manis favorit Dara sudah siap."Dara melihat makanan itu terjejer rapih diatas meja makan. Sungguh, saat ia tau makanan itu menyakiti Artha, Dara menjadi sangat membencinya. Buktinya, saat ini Dara lebih memilih mengambil tempe goreng dan sayur soup saja.Pak Jaksara dan Bu Jessy saling lirik merasa heran dengan anaknya itu."Dara gak suka masakan Bunda ya?" Tegur Bu Jessy.Dara menoleh kearah Bu Jessy. "Mulai sekarang bunda gak usah mengingat makanan favorit Dara ya. Seafood bukan makanan favorit Dara lagi. Dara membencinya karena makanan itu sudah menyakiti Artha."Bu Jessy mengangguk pasrah, sepertinya ia sangat mengerti dengan perasaan Dara sekarang. "Yaudah, makanan ini bunda berikan ke bibi aja ya.""Bibi?" Panggil Bu Jessy dan seorang Art datang menghampirinya."Ada seafood untuk bibi, nanti dibawa pulang aja ya Bi," ujar Bu Jessy dianggukan oleh Art itu dengan senang."Terimakasih ya Bu, pak, non," ucap Art itu kepada mereka.Setelah itu, Bu Jessy duduk disana i

  • Karyawanku Suamiku   PART 43

    Tiga bulan kemudian...Kini kandungan Dara sudah memasuki bulan kelahiran. Tapi dia sama sekali tidak ada semangat sedikitpun untuk menyambut kehadiran sang bayi.Hari-hari Dara rasanya telah berubah setelah Artha dinyatakan kritis pada tiga bulan lalu. Laki-laki itu meskipun masih bisa tertolong, tapi tidak kunjung sadar dari komanya. Dan Dokter malah menambah pengawasan di ruang ICU karena Artha bisa sewaktu-waktu kritis kembali, bahkan dokter berkata jika tidak ada penanganan lagi yang bisa dilakukan jika Artha tidak kunjung sadar.Dara tidak bisa menjaga Artha seperti biasanya pasalnya dokter hanya mengizinkan untuk menjenguknya untuk beberapa menit saja dan itu hanya dilakukan satu orang bergantian.Seperti saat ini, Dara hanya terduduk didepan ruang ICU menunggu gilirannya dengan Bu Hanna seraya memegangi sebuah sarung tangan bayi yang dibelikan Bu Hanna untuk cucunya itu. Dara hanya terdiam, bahkan untuk bersedih saja dia sudah merasa begitu lelah.Tak lama pintu ruangan itu te

  • Karyawanku Suamiku   PART 42

    Hari berganti hari, Dara masih setia menjaga suaminya yang sudah dua minggu ini tidak sadar dari koma. Meskipun sedang hamil, Dara ingin dirinya selalu ada didekat Artha. Hidupnya terasa sepi saat wajah Artha tidak lagi ia lihat dirumahnya.Soal pekerjaan? Dara menghandle semua pekerjaan Artha. Meskipun pak Jaksara telah melarangnya dan dia sendiri yang akan mengerjakannya. Tapi bukan Dara namanya jika tidak keras kepala. Dara juga tidak ingin menyusahkan Pak Jaksara yang sedang sakit. Alhasil dia yang bekerja dalam kondisi hamil.Pagi sampai sore dia berada di kantor. Dan malamnya, Dara pasti akan menghampiri Artha dirumah sakit dan terkadang ia menginap disana."Permisi, mau minta tanda tangan."Dara yang tidak sengaja tertidur dengan tangan sebagai bantalan diatas mejanya seketika terbangun saat mendengar seseorang memasuki ruangannya."Kalo kecapekan lebih baik istirahat dirumah, Dara," ucap Karla karena seseorang itu adalah dirinya.Dara menandatangani dokumen milik Karla seraya

  • Karyawanku Suamiku   PART 41

    Dara membuka matanya perlahan-lahan, ia sudah tersadar di ruang rawat dengan selang infus yang menancap di tangannya. Erick duduk setia menunggu Dara."Dara?" Erick sedikit panik lalu berlari memanggil seorang perawat.Seorang perawat datang untuk segera memeriksa kondisi Dara. Erick sedikit panik karena Dara hendak bergegas bangkit tapi untung saja ia langsung melarangnya."Ra, kamu mau kemana?" Tegur Erick."Aku harus menemani Artha. Dia kasihan sendirian," ucap Dara dengan tubuh yang masih terlihat lemas dan wajah yang pucat."Artha baik-baik aja, dia sudah dipindah keruang perawatan vvip oleh ayah kamu. Gak usah khawatir ya," tutur Erick.Dara menghela nafas lega memandang Erick dengan mata berkaca-kaca masih merasakan sedih. "Aku gak tau kalo dia sakit. Selama ini dia menyembunyikan itu semuanya dari aku."Erick mengangguk pelan merasa kasihan dengan Dara yang sangat mengkhawatirkan Artha. Mungkin perempuan itu sudah nyaman kepada Artha atau bahkan sudah memiliki perasaan kepadan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status