Dewa berjalan menuju ke gudang belakang, seperti biasa bolos pelajaran untuk merokok bersama Braya dan Irvan. Dewa melirik ke arah kelas Dewi, di sana tampak ricuh sepertinya sedang jam kosong.
Dewa menepuk pundak Braya yang terlihat asyik berbincang dengan Irvan.
"Kalian duluan.."
Braya dan Irvan mengangguk lalu melanjutkan langkahnya dengan kembali berbincang dan tertawa.
Dewa mengamati Dewi dari kejauhan, gadis itu hanya diam dengan tatapan kosong menatap jemarinya yang berada di atas meja.
Dewa kesal pada adiknya yang kini entah berada di mana, kenapa tidak menemani Dewinya.
Dewa masuk tanpa permisi, membuat orang yang ricuh di dalam kelas itu mulai berhenti. Keadaan pun tiba - tiba hening tanpa Dewi sadari.
Dewa meraih pergelangan tangan Dewi membuat Dewi mendongkak dengan sedikit kaget.
"Ikut aku.." Dewa menyeret pelan D
Dewa meletakan seragam Dewi dalam paperbag di jok belakang, di susul dengan masuknya Dewi yang duduk di samping joknya."Kita mau kemana?"tanya Dewi dengan melirik Dewa sekilas.Dewa menyalakan mesin mobilnya."Ke tempat orang pacaran tapi ke markas dulu mau ambil tas.."jelas Dewa tanpa menatap lawan bicara.Dewi tak merespon, dia mulai kembali sibuk sendiri dengan apa yang di lewati mobil Dewa.Dewi masih harus membiasakan diri, dia belum pernah pacaran kalau hubungan tanpa status sih pernah sekali dan itu dulu, cukup lama. Makanya Dewi merasa kaku.Dewi menoleh kaget saat sebelah tangan Dewa menggenggam tangannya yang berada di pangkuan.Dewi mencoba melepaskan genggaman itu."Jangan gini, ga baik nyetir pake satu tangan.." Dewi tampak resah, genggaman Dewa sulit dirinya lepaskan."Sebentar, jalan lagi sepi.." Dewa terlihat cuek.
Dewi menahan nafas saat bibirnya berucap repleks. Saat Dewa bertanya mau cium dia menjawab iya tentu saja Dewi malu setengah mati."Jadi mau?" Dewa terkekeh pelan seraya menuangkan air ke dalam gelas."nih minum dulu, ciumnya abis selesai kamu minum aja.."lagi Dewa terkekeh geli."A-Apa sih! aku ga bermaksud—""Iya, aku becanda kok."potong Dewa.Dengan bibir di tekuk Dewi meneguk airnya dengan tak berselera. Dewa hanya menatap Dewi dengan tatapan tak terbaca."Udah?" Dewa meraih gelas di tangan Dewi lalu setelah menyimpan gelas itu Dewa menarik Dewi, mengangkat tubuhnya hingga duduk di meja makan."Dewa kamu.."ucapan Dewi terhenti saat Dewa membungkam mulut kecil nan tipis milik Dewi, perlahan Dewa melumat bibir itu, menghisapnya bahkan kedua tangannya sudah melingkar di tubuh Dewi. Menariknya untuk semakin merapat.Dewa melepaskan
Semenjak kehadiran Dewi, Dewa bahkan hampir lupa kapan dirinya tawuran dan minum - minuman beralkohol.Hari ini Dewa sepertinya tidak bisa menolak ajakan temannya, masalahnya entah yang keberapa kali dia selalu menolak."Jangan bilang mau nolak lagi? lo ketua di sini Wa.."Suara Firdaus terdengar kesal.Dewa terdiam, merasa serba salah."Hm, gue ikut, bentar gue kebelakang dulu.."pamit Dewa seraya mendial nomor Dewi yang dia beri nama'Sayang'Dewa tampak cemas, Dewi tak kunjung mengangkat teleponnya. Dewa kembali mendial nomor Dewi."Hallo.."Dewa menghela nafas lega."Kamu kemana aja sih sayang.." Dewa menyugar rambutnya. Dia harus mulai merangkai kata."Aku abis dari kamar mandi..""Oh, Em, aku mau kumpulan sama anak - anak.." Dewa menjeda ucapannya."Kumpul aja
Dewa menghela nafas lirih, dia yang selalu terlihat dingin, brutal kini turun harga jadi menggemaskan, tentu saja Dewa merasa tak terima tapi dia tidak bisa marah karena Dewi pelakunya dan Dewa semakin tidak bisa marah karena ulahnya Dewi begitu senang, selalu tertawa ketika menggodanya, seperti saat ini."Lucu.." Dewa membingkai wajah Dewi yang tengah tertawa itu dengan mengulum senyum kecil penuh cinta.Perlahan Dewi menghentikan tawanya lalu di ganti senyuman kecil."Hm, kamu lucu kayak anak kecil." balas Dewi dengan semakin melebarkan senyumnya yang membuat kedua mata itu menyipit ikut tersenyum.Dewa mengusap pelan pipi Dewi."Maksud aku, kamu lucu kalo terus kayak gitu, aku semakin semangat buat bikin kamu bahagia.." Dewa menggigit bibir bawahnya menahan senyumnya saat melihat bias merah menghiasi pipi Dewi.Dewi melepaskan kedua tangan Dewa dengan salah tingkah, Dewi berdehem pelan.
Braya menahan Dewa yang hendak maju melawan Nando, anak sebrang sekolahnya."Jangan di ladenin Wa, inget! Kita udah beda jalan sama dia.."bisik Braya dengan serius."Cemen ya sekarang, di ajak ga mau, takut lo?" ledek Nando yang langsung mengundang tawa anak buah Nando."Mungkin mereka mau pake rok Nan.."tambah Dodit, teman Nando.Dewa tersenyum miring."Gue ga peduli dengan pemikiran kalian, yang tahu hidup gue ya gue, gue udah bahagia jadi ga perlu usik hidup orang lain, lo usik gue kayak gini karena hidup lo ga bahagiakan?" Dewa melebarkan senyumannya dengan begitu puas.Wajah Nando mengeras."Ini perkara sejarah turun temurun sekolah kita! Ga ada sangkut pautnya sama hidup pribadi gue.."tekan Nando dengan menunjuk wajah Dewa."Sejarah? Lo bangga dengan mengorbankan nyawa demi sejarah sekolah itu? Ah! Soal harga diri? Gue ga pentingin itu yang jelas gue ga mau ada lagi
Elsa tengah menonton televisi di samping Dewa dan Atiya."Jadi pacar kamu anak Harry? Mama langsung setuju." ucapnya dengan sesekali mengunyah.Dewa tidak merespon, dia masih asyik dengan acara sepak bola di depannya."Dewi kayaknya baik, kapan di ajak main ke sini. Mau mama ajak takutnya Dewi malah ga nyaman."Atiya melirik Dewa yang masih bungkam itu lalu menggeleng samar. Atiya bahkan tidak paham dengan mereka yang menonton pertandingan bola dalam keadaan hening.Ajang dunia di hadapan mereka dan reaksi mereka acuh tak acuh, seolah hanya ingin tahu hasil akhirnya saja."Papa mau ajak kita liburan, menurut kalian gimana?"Dewa tersenyum miring."Ngapain? Jangan buang - buang waktu, bukannya uang lebih berharga? Terus aja cari uang!" balasnya.Elsa memberengut sedih."Katanya tobat? Kok masih aja marah? Papa sibuk bukan kema—"
Dewi tersenyum ramah menyambut Nata, kakek Dewa. Di usianya yang sudah menua tetap terlihat segar. Tampat tentunya."Mantu kakek ada di sini, mana Dewanya kok kamu di tinggal, nak." di peluknya Dewi sekilas."Dewa lagi mandi dulu katanya gerah, kek.""Eum begitu. " Nata masih duduk di kursi roda samping Dewi."kakek udah siapin rumah, kalian cuma siapin gaun sama cincin yang lainnya biar para orang tua yang sibuk ya, resepsi juga di adain setelah lulus kuliah aja ga masalah?"Dewi sudah membicarakan hal itu dengan Dewa dan dia setuju."Iya kek, Akad aja dulu." balasnya."Hm, kakek seneng dengernya, zaman sekarang itu terlalu bebas daripada menumpuk dosa lebih baik di sahkan lebih cepat.." Nata menerawang jauh."dulu, dengan mendiang nenekmu, kakek nikah muda. Walau banyak yang harus di pertimbangan, tapi percayalah, nikah muda itu lebih baik dari pada menumpuk dosa." lanju
Dewa menatap Dewi yang sudah terlelap di sampingnya. Keduanya sudah sah beberapa jam yang lalu, hanya ijab dan keluarga terdekat saja yang hadir."Malam pertama malah di tinggal tidur.." guman Dewa lalu memeluk Dewi gemas. Dewa tidak menyangka keduanya sudah sah."Hm, Jangan kenceng peluknya.." lirih Dewi dengan suara serak."Aku masa di tinggal sayang, malam pertama kita loh sekarang.." bisik Dewa terkekeh pelan."Aku cape."rengek Dewi pelan tanpa membuka kedua matanya yang terasa berat."Aku becanda, masih ada besok kok.."***Dewa dan Dewi saling melempar senyum, pagi yang begitu indah pikir keduanya. Matahari sudah semakin tinggi tapi keduanya malas untuk beranjak dari tempat tidur."Ih jangan liatin aku kayak gitu, malu." Dewi menutup wajahnya dengan kedua