Home / Rumah Tangga / Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas? / Katanya, ikhlas dimadu?

Share

Katanya, ikhlas dimadu?

Author: Itha Sulfiana
last update Last Updated: 2024-02-03 14:24:59

"Ka-kamu tahu darimana?" tanya Bian gugup.

"Nggak penting aku tahu dari mana. Yang jelas, sekarang aku sudah tahu kalau kamu telah berbuat curang selama satu tahun lebih bersama Salma dibelakang aku. Dan, semua itu sudah cukup menjadi alasan untuk aku berhenti peduli sama kamu dan keluarga kamu!"

"Seharusnya, kamu tidak perlu menyalahkan aku, Najwa! Aku selingkuh, itu juga karena kamu. Suami mana yang tahan melihat istrinya memakai daster lusuh setiap hari? Belum lagi, muka kamu selalu terlihat pucat karena malas dandan. Dan, apa kamu tahu, kalau badan kamu itu setiap harinya selalu bau? Kalau nggak bau bawang, pasti bau pesing. Wajar dong, kalau aku cari kepuasan ditempat lain." Bian berusaha membela diri.

Seketika, Najwa kembali tersenyum sinis. "Badanku nggak akan bau bawang andai kamu mau menyewa ART di rumah ini, Mas! Dan, badanku juga nggak mungkin bau pesing, andai kamu mau menyewa perawat untuk mengurus Ibumu! Apa kamu pikir, mengurus Ibumu dan rumah ini, bisa memberiku waktu untuk memanjakan diri sendiri, hah?"

"Heh, alasan aja, kamu!" cibir Bian.

"Nanti, kita buktikan! Setelah aku berhenti mengurus rumah dan Ibu kamu, apakah aku masih akan terlihat lusuh atau tidak?" tantang Najwa seraya bersedekap.

"Najwaaaaa!!! Hei, mantu gak berguna!! Dimana kamu?" teriak Bu Jannah lagi.

Bian menghela napas kasar. Bahaya juga jika Najwa benar-benar berhenti mengurus sang Ibu dan juga rumah. Tak mungkin, Bian mau mengeluarkan uang hanya untuk menyewa ART dan perawat.

"Najwa, Mas mohon! Sekali ini saja, kamu bantu Mas, ya! Anterin Ibu pipis dulu! Ya, sayang, ya!" bujuk Bian yang mulai melunak.

"Nggak," tolak Najwa tanpa menoleh.

"Mas minta maaf untuk yang tadi. Mas nggak bermaksud berkata sekasar itu sama kamu."

"Terserah."

Bian mendengkus kasar. Tak ada gunanya membujuk Najwa yang terlanjur membatu.

"Durhaka kamu, Najwa!" desis Bian sebelum meninggalkan Najwa sendirian.

******

"Salma! Bangun!" panggil Bian sambil menggoyang-goyangkan tubuh istri mudanya.

"Apa sih, Mas? Aku masih ngantuk," jawab Salma serak tanpa membuka mata.

"Ibu mau pipis. Kamu anterin ke kamar mandi dulu, gih!"

"Nggak mau," tolak Salma. "Suruh istri tua Mas aja, kenapa, sih?"

Bian menghela napas panjang. Paginya benar-benar kacau.

"Najwa sudah tidak mau mengurus Ibu lagi, Salma. Dia masih marah. Jadi, untuk sementara, kamu yang harus ngurusin Ibu."

"Aku? Kok malah jadi aku, sih?" protes Salma tak setuju.

"Hanya sementara saja, Salma. Setidaknya, sampai Najwa berhenti marah," ujar Bian berusaha meyakinkan sang istri.

"Huh!" Salma membuang muka. "Aku nggak mau, Mas! Ngurusin orangtua kayak Ibu kamu tuh, susah. Yang ada, nanti aku malah bau tai sama bau pesing."

Sang suami mendengkus kasar. Kepalanya terasa benar-benar penuh.

Punya istri dua, bukannya senang malah jadi pusing.

"Kalau begitu, Mas batal kasih seluruh gaji Mas sama kamu."

"Kok gitu sih, Mas?"

"Makanya, urusin Ibu! Kalau kamu nggak mau, maka gaji Mas akan tetap dikelola Najwa. Bagaimana?"

Posisi Salma benar-benar terjepit. Mana mungkin dia membiarkan Najwa yang menguasai gaji suami mereka.

Salma sudah muak jika harus menerima jatah hanya dua juta setiap bulannya. Dia ingin lebih. Dia ingin semua gaji suaminya masuk ke dalam kantong pribadinya.

"Oke, aku akan urusin Ibu."

"Nah, gitu, dong! Sekarang, cepat keluar dan samperin Ibu ke kamarnya! Jangan sampai, Ibu pipis ditempat tidur karena kelamaan nunggu," titah Bian.

Walau sambil menghentakkan kaki, Salma tetap menuruti permintaan sang suami.

"Kenapa malah kamu yang datang? Mana si Najwa?" tanya Bu Jannah ketus.

"Mbak Najwa masih ngambek," jawab Salma dengan bibir mengerucut.

"Ehm, bau apaan, nih?" gumam Salma saat mencium bau tak sedap. "Kok, kayak bau pesing?"

Selimut yang menutupi kaki Bu Jannah reflek Salma singkap.

"Ih, Ibu pipis di kasur, ya?" tanya Salma yang reflek melangkah mundur karena jijik.

"Siapa suruh kamu kelamaan," jawab Bu Jannah. "Sekarang, kamu anterin Ibu ke kamar mandi! Bersihin badan Ibu!" titah Bu Jannah.

"Gimana caranya, Bu? Masa' aku harus pegang pant*t Ibu yang basah dan bau, sih? Jijik!" ucap Salma dengan wajah yang menampakkan ekspresi jijik secara terang-terangan.

"Apa kamu bilang? Kamu jijik sama Ibu? Iya?" Mata Bu Jannah melotot horor.

"Aku panggil Mbak Najwa aja, deh. Ibu tunggu sini," ucap Salma tanpa menunggu persetujuan dari wanita paruh baya itu.

"Mbak Najwa!" panggil Salma. Wanita itu berteriak keras memanggil nama kakak madunya.

Kebetulan, Najwa baru saja keluar dari dalam kamar dengan pakaian yang terlihat rapi dan menenteng sebuah tas.

"Ada apa?" tanya Najwa yang memindai penampilan seksi adik madunya.

Hati Najwa terasa mendidih oleh api amarah. Bisa-bisanya, Salma keluar kamar dengan penampilan seperti itu.

Hanya mengenakan lingerie warna merah yang sangat transparan dengan dada yang dipenuhi dengan bercak merah. Najwa jelas tahu, jika semalam perempuan itu sudah mengejar kenikmatan surga dunia bersama suaminya.

"Ibu pipis di tempat tidur. Bantuin, gih!"

Kening Najwa seketika berkerut. Apa-apaan ini? Apa Salma sungguh tak punya malu?

"Ngapain aku yang harus bantu?" sahut Najwa sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

"Merawat Ibu kan, memang kewajiban kamu, Mbak!"

"Hah?" Najwa tampak ingin tertawa. "Sejak kapan ada aturan seperti itu?"

"Mas Bian yang bilang," jawab Salma ketus.

"Aku ini sudah tidak dinafkahi lagi oleh suamimu itu. Jadi, untuk apa lagi aku harus repot-repot merawat Ibunya? Toh, itu bukan kewajiban aku, kan? Melainkan, kewajiban Mas Bian sebagai anak kandungnya Ibu."

"Tapi, selama ini kamu yang lakukan kan, Mbak?" tanya Salma. "Ayolah, Mbak! Nggak usah ngambekan gitu! Masa' cuma gara-gara Mas Bian nikah sama aku, Mbak jadi marah? Padahal, aku aja nggak keberatan sama sekali loh, meski harus dimadu sama Mbak Najwa."

"Yakin, nggak keberatan dimadu?" pancing Najwa.

"Ya iyalah," angguk Salma percaya diri.

"Ya sudah, kalau gitu nanti aku cariin istri ketiga untuk Mas Bian."

"Eh, enak saja! Nggak ada!" tolak Salma keberatan.

Seketika, tawa Najwa meledak. Lihat, kan? Belum apa-apa, Salma sudah protes keras.

"Kok malah ketawa, Mbak? Sudah gila, ya?"

"Kenapa, memangnya? Kamu keberatan kalau aku ketawa? Mulut, mulut aku, kok."

"Ck, awas saja kalau Mbak Najwa berani cariin istri ketiga untuk Mas Bian. Aku nggak akan pernah rela!"

"Loh, tadi katanya ikhlas dipoligami?"

"Ya, aku emang ikhlas. Tapi, cuma sama kamu aja, Mbak!"

Kepala Najwa menggeleng mendengar jawaban Salma. Lihat, kan? Salma sendiri tidak rela, jika ada yang merebut Bian darinya. Seharusnya, dia bisa mengerti jika perasaan Najwa pun seperti itu.

"Aku nggak ada waktu buat ladenin omong kosong kamu, Salma. Aku mau pergi," ucap Najwa kemudian.

"Eh, mau kemana?" tanya Salma sambil menahan pergelangan tangan Najwa.

"Mau jalan-jalan."

"Nggak bisa seenaknya gitu dong, Mbak! Lakuin dulu kewajiban kamu!"

"Kewajiban apa?"

"Urusin Ibu! Aku nggak mau nyentuh badan Ibu yang bau itu. Menjijikkan!"

Senyum sinis terbit di wajah cantik Najwa yang tak terawat. Cekalan Salma dipergelangan tangannya, dia lepaskan dengan lembut.

"Sabar ya, Salma! Selama setahun, tugas menjijikkan itu sudah aku lakukan. Dan, sekarang, karena kamu sudah hadir, maka aku serahkan tongkat estafet merawat Ibu mertua ke tangan kamu! Jangan cuma mau mengelola gaji Mas Bian saja. Tapi, kamu juga harus mau merawat Ibunya. Oke?" Najwa menepuk-nepuk kedua bahu Salma.

"Oh iya, lain kali, kalau mau keluar kamar, pastikan memakai pakaian yang sopan! Jangan seperti ini!" lanjut Najwa sambil mundur selangkah.

"Kenapa? Kamu cemburu, karena melihat bekas merah-merah ini, Mbak?" tanya Salma sambil tersenyum mengejek.

Diusapnya bagian dada, dimana banyak sekali tanda kemerahan yang ditinggalkan Bian tadi malam.

"Oh, sama sekali tidak," jawab Najwa mantap. "Aku hanya tidak mau, jika para tetangga menganggap kalau aku sengaja memelihara pel@cur dirumah ini."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
itu PELACUR baru lulus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Extra Part

    "Sialan!! Kenapa jadi begini? Kenapa Najwa malah bahagia dengan lelaki lain? Seharusnya, dia itu kembali sama aku. Bukan malah melupakan aku dan menikah dengan pria lain!!"Bian berteriak kesal yang membuat teman-teman satu selnya menjadi ikut-ikutan kesal."Hei, bisa diam, nggak lu?" hardik seorang pria berbadan besar."Apa?" tantang Bian. "Kalau gue nggak mau diem, lu mau apa, hah?" Ia berkacak pinggang dengan begitu angkuh."Oh, lu berani sama gua?" Pria berbadan besar itu berdiri dari duduknya.Sontak, tahanan lain langsung mendadak riuh. Mereka memanas-manasi keadaan supaya terjadi pertengkaran seru."Emangnya, kenapa gua mesti takut sama lu, hah? Modal badan gede doang, udah sombong lu!""Sialan!"Bugh!Satu pukulan keras menghantam dagu Bian. Lelaki itu langsung mundur ke belakang dengan sedikit kehilangan keseimbangan."Lu berani mukul gua?" Bian mulai naik pitam.Disiapkannya tinju, lalu ia layangkan dengan cepat ke arah pria berbadan besar itu. Sayangnya, tangan Bian justru

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Ending

    Satu tahun kemudian... "Hoekkk!! Hoek!!" "Wa, kamu masih mual?" tanya Halimah seraya menghampiri sang sekretaris yang sedang muntah di toilet yang ada di ruangannya. "Iya, Kak," jawab Najwa. Dia menekan tombol flush pada closet kemudian berbalik menatap Halimah. "Ini sudah lebih seminggu loh, Wa." Halimah mengingatkan. "Paling cuma masuk angin aja, Mbak. Beberapa hari lagi pasti sembuh, kok. Atau, mungkin magh-ku kambuh. Soalnya, akhir-akhir ini aku malas banget buat makan. Kayak nggak nafsu gitu tiap kali lihat makanan." "Bulan ini, kamu sudah haid?" selidik Halimah. "Belum, Kak," geleng Najwa. "Bulan kemarin juga belum. Kenapa, ya?" Plak! Halimah menampar bahu Najwa saking gemasnya. "Kamu nggak nyadar sesuatu, Wa?" tanya Halimah. "Maksud Kak Halimah, apa?" "Jangan-jangan, kamu hamil, Wa?" tebak Halimah.

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Pamit

    "Urusan apa lagi, Tante Sephia? Apa Tante masih belum jera juga, mencari masalah dengan kami?" Deva menatap wajah wanita tua itu dengan tajam. Geliginya bergemelatuk dengan keras. Ia sudah sangat siap andai Bu Sephia ingin kembali memulai masalah baru dengannya dan keluarganya. Bruk! Namun, dugaan Deva rupanya salah. Bukan hendak mencari masalah, tetap wanita tua itu justru malah menjatuhkan diri dihadapan Najwa dan Deva. Kedua tangannya saling menyatu didepan dada. Ia meneteskan air mata seraya mendongak menatap Deva dan Najwa seraya bergantian. "Maafkan saya dan keluarga saya! Saya mohon..." pinta Bu Sephia mengiba. "Tante, jangan begini! Ayo, bangun!" Najwa berusaha membuat wanita tua itu berdiri. Akan tetapi, Bu Sephia menolak dan tetap bersikukuh untuk berlutut dihadapan Najwa dan juga Deva. "Suami dan putri saya sudah meninggal karena kesalahan kami sendiri. Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain Indra. Dan, saya tidak ingin terkena karma lagi. Saya tidak mau keh

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Wanita tua

    Deva menghentikan langkahnya. Ia menengok kebelakang untuk sesaat kemudian kembali melangkah. "Tidak usah. Apapun yang terjadi pada mereka, sama sekali bukan tanggung jawab kita." Teddy mengangguk tanda mengerti. Raungan Bu Sephia adalah hal terakhir yang Deva dengar sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat itu. "Mas..," sambut Najwa saat Deva telah kembali. "Tangan kamu, gimana?" tanya Deva seraya menghampiri sang istri. "Alhamdulillah, sudah agak mendingan." "Maaf, karena aku baru sempat menanyakan keadaan kamu, Sayang!" "Nggak apa-apa, Mas. Ngomong-ngomong, gimana kondisi keluarga Mbak Intan?" "Mereka semua baik-baik aja. Cuma... Tante Sephia sepertinya belum menerima kenyataan bahwa putrinya sudah berpulang." Najwa meneguk ludahnya. Dia turut prihatin akan kepergian Intan yang begitu tragis. Namun, bukankah Intan sendiri yang menentukan akhirnya hidupnya? Wanita itu sendiri yang telah nekat menghancurkan dirinya. "Nak Deva...," panggil Bi Tin. Deva tersenyum hanga

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Salah didik

    "Galih... kamu dimana, Nak?"Teriakan seorang Ibu yang mengkhawatirkan putranya terdengar begitu menyayat hati. Najwa langsung menyambut wanita tua yang datang bersama beberapa tetangga lain dari kampung dengan langkah tergesa."Bi Tin," sapa Najwa.Bi Tin dengan wajah sembap, langsung menggenggam kedua telapak tangan Najwa."Galih dimana? Bagaimana kondisinya? Dia selamat, kan?" cecar Bi Tin dengan suara bergetar."Masih ditangani dokter, Bi. Galih kekurangan banyak darah.""Ya Allah...," Bi Tin merasakan persendiannya terasa lemas.Dia hampir jatuh bersimpuh. Namun, Najwa dan yang lain berusaha menahan tubuhnya agar tetap berdiri tegak."Duduk dulu, Bi!" ucap Najwa sambil membantu wanita tua itu untuk duduk di kursi besi."Galih...," racau Bi Tin sambil terus menangis."Maafkan Najwa, Bi! Semuanya karena Najwa," lirih Najwa yang ikut duduk disebelah Bi Tin.Bi Tin menghela napas panjang. Dia berusaha mengusir sesak yang menghimpit dadanya.Pasalnya, putra satu-satunya yang ia miliki

  • Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?   Menyerah

    "Lepas!!!" teriak Intan membabi-buta. Dia ingin terbebas dari kuncian dua orang tim keamanan yang memeganginya."Aku akan bunuh kamu, Najwa!!!" teriaknya saat melihat kehadiran Najwa diantara banyaknya tamu di pesta ulangtahun Iqbal.Tak Intan hiraukan tatapan-tatapan takut sekaligus geram yang diberikan oleh para hadirin. Wanita itu hanya terus fokus pada Najwa yang saat ini sedang dipeluk oleh Halimah. "Aku akan bunuh perempuan itu! Lepas, Pak! Lepaskan saya!""Tunggu, Pak!" teriak Deva dari belakang.Para tim keamanan itu pun berhenti. Mereka memberi hormat kepada Deva sebelum membuka jalan untuk pria itu agar bisa mendekati Intan.Plak!Semua orang tercengang melihat kejadian barusan. Seorang Deva, yang selama ini pantang memukul wanita... dengan penuh kesadaran justru menampar Intan dengan sangat keras."Deva...," lirih Intan serak. Air matanya jatuh membasahi pipinya."Apa?" tanya Deva dingin. "Apa kamu sudah puas?""Aku begini karena kamu...," timpal Intan."Karena aku?" Deva

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status