Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?

Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas?

Oleh:  Itha Sulfiana   Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
57Bab
11.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Najwa Asyifa, perempuan berusia 26 tahun yang sudah menikah selama dua tahun dengan Fabian Rizki yang lebih tua enam tahun dibanding dirinya. Pernikahan itu awalnya indah. Namun, semenjak kehadiran Ibu mertua dan adik ipar yang ikut tinggal bersama mereka, keadaan akhirnya berubah. Puncaknya, ketika Najwa mendapat sebuah kabar buruk. Sang suami membawa wanita lain ke rumahnya dan mengakui wanita itu sebagai istri kedua. * Kau bilang, aku tak bisa tanpamu, Mas. Ah, Benarkah? Ku rasa, itu terbalik. Bukankah, justru kau yang tak bisa tanpaku?

Lihat lebih banyak
Kau Bisa Apa Tanpaku, Mas? Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
niRus
keren sih alur nya maju terus tanpa bertele-tele
2024-04-16 16:47:37
0
user avatar
Itha Sulfiana
Terimakasih yang sudah mampir di cerita ini. Semoga kalian menikmati. .........
2024-04-02 23:52:36
0
57 Bab
Istri baru
"Najwa, kenalkan! Dia Salma. Adik madumu."Bagai sebuah sembilu, kata-kata Bian sukses menusuk jantung Najwa. Belum kering luka hatinya setelah ditinggal pergi oleh sang Kakek untuk selamanya. Dan, kini pria kedua yang paling dia percaya justru memberi luka baru yang tak kalah sakit.Madu?Benarkah? Ini seperti mimpi disiang bolong. Berusaha untuk bangun, namun Najwa tak bisa. Berarti, semua memang nyata adanya."Ma-madu?"Najwa rasanya ingin tertawa. Ingin pula berteriak kasar mengumpat pria yang telah dia anggap sebagai pelindung selama ini.Namun, apa daya. Tenaganya benar-benar telah terkuras habis, setelah seminggu dia berada di desa untuk mengurus pemakaman dan pengajian untuk sang kakek tersayang yang baru saja berpulang kepada penciptanya.Selama seminggu itu, Bian sama sekali tak pernah hadir dengan alasan sibuk dengan pekerjaan. Tak ada panggilan telepon untuk sekadar bertanya kabar apalagi berusaha menguatkan Najwa yang baru kehilangan separuh jiwanya.Padahal, Bian tahu be
Baca selengkapnya
Kau, bisa apa tanpaku?
Bian semakin kalut saat Najwa tak merespon panggilannya sama sekali. Belum lagi, suara sang Ibu yang berteriak tak sabaran juga semakin kencang terdengar. Terpaksa, Bian menemui Ibunya kembali."Najwa kayaknya tidur, Bu. Aku teriakin dari tadi, tapi nggak ada jawaban," ucap Bian sambil mendesah samar."Terus, ini gimana? Ibu udah kebelet, Bian!" Wajah Bu Jannah tampak sudah memerah karena menahan panggilan alam terlalu lama.Bian jadi panik. Dia tak pernah membersihkan kotoran sang Ibu selama ini. Semua hal menjijikkan itu sudah menjadi tugas Najwa sedari dulu.Dia dan adiknya? Tentu hanya pandai menyuruh ini-itu serta memprotes beberapa tindakan yang Najwa lakukan selama merawat Ibu mereka."Salma, kamu bisa bantu Ibu dulu?" tanya Bian pada istri keduanya.Mata Salma langsung membulat lebar. Dia yang masih anteng menikmati sop buntutnya bahkan nyaris tersedak."Ba-bantu? Bantu apa?" lirih Salma."Kelamaan. Nggak usah ditanyain. Sini, kamu cepat dorong kursi roda Ibu! Ibu udah nggak t
Baca selengkapnya
Najwa pensiun
"Najwa! Keluar kamu!" teriakan Bu Jannah dari luar kamar membuat Najwa menghela napas lelah."Ada apa, Bu?" tanya Najwa saat membuka pintu."Kamu masih tanya, ada apa? Jelas-jelas, meja makan kosong melompong begitu. Kenapa kamu nggak masak?" tanya Bu Jannah dengan mata melotot."Malas," jawab Najwa enteng.Bu Jannah bahkan terperangah karena jawaban Najwa. Pun, dengan Bian yang sedari tadi terus memegangi kursi roda sang Ibu."Enak banget ya, jadi kamu! Sudah kerjanya cuma makan duit anakku aja setiap bulannya, eh... sekarang malah nggak mau ngapai-ngapain. Dasar benalu!" maki Bu Jannah berapi-api."Terus, kenapa? Ibu keberatan?""Ya iyalah. Kalau kamu memang sudah tidak mau memasak, maka jatah bulanan buat kamu dari Bian, akan Ibu stop mulai sekarang," ancam Bu Jannah."Oke. Nggak masalah! Justru bagus kalau begitu. Aku jadi nggak perlu pusing lagi memutar otak setiap harinya demi mengatur uang yang nggak seberapa itu," sahut Najwa."Jangan terlalu sombong kamu, Najwa!" geram Bian y
Baca selengkapnya
Katanya, ikhlas dimadu?
"Ka-kamu tahu darimana?" tanya Bian gugup."Nggak penting aku tahu dari mana. Yang jelas, sekarang aku sudah tahu kalau kamu telah berbuat curang selama satu tahun lebih bersama Salma dibelakang aku. Dan, semua itu sudah cukup menjadi alasan untuk aku berhenti peduli sama kamu dan keluarga kamu!""Seharusnya, kamu tidak perlu menyalahkan aku, Najwa! Aku selingkuh, itu juga karena kamu. Suami mana yang tahan melihat istrinya memakai daster lusuh setiap hari? Belum lagi, muka kamu selalu terlihat pucat karena malas dandan. Dan, apa kamu tahu, kalau badan kamu itu setiap harinya selalu bau? Kalau nggak bau bawang, pasti bau pesing. Wajar dong, kalau aku cari kepuasan ditempat lain." Bian berusaha membela diri.Seketika, Najwa kembali tersenyum sinis. "Badanku nggak akan bau bawang andai kamu mau menyewa ART di rumah ini, Mas! Dan, badanku juga nggak mungkin bau pesing, andai kamu mau menyewa perawat untuk mengurus Ibumu! Apa kamu pikir, mengurus Ibumu dan rumah ini, bisa memberiku waktu
Baca selengkapnya
Minta pada suamimu!
Najwa merasa puas melihat beberapa kantong belanjaan yang berada ditangannya. Belum lagi, wajah yang terasa cerah dan segar setelah melakukan perawatan di sebuah salon terkenal.Senyum tersungging di bibir wanita itu. Merasa menemukan kembali kebahagiaan hidup, setelah seminggu berkubang duka karena kepergian sang Kakek."Mulai sekarang, aku akan menikmati hidupku, Mas! Nggak ada lagi, bantuan untuk keuanganmu mulai sekarang," ucap Najwa lirih.Najwa benar-benar bertekad untuk pensiun dari segala macam hal mengenai rumah tangganya. Mulai dari pekerjaan rumah, mengatur uang untuk kebutuhan rumah apalagi merawat Ibu mertua yang bermulut pedas.Biarkan, mulai sekarang semua itu menjadi tanggung jawab Bian dan istri mudanya. Najwa hanya akan duduk sebagai penonton dan melihat apakah kedua manusia itu mampu melakukan semua hal yang pernah dilakukan Najwa atau tidak.******"Telat lagi, Bro?" tegur Deden, rekan kerja Bian."Iya," jawab Bian sambil duduk di kursinya. "Sial banget gue. Masa'
Baca selengkapnya
Istri muda selingkuh?
Pulang dari kantor, Bian sudah berangan-angan akan makan malam dengan menu yang nikmat di rumah. Akan tetapi, rupanya ekspektasi ternyata jauh dari kenyataan.Boro-boro makan enak. Nasi di magic com saja tidak ada. Keadaan meja makan benar-benar kosong melompong. Hanya ada plastik makanan dengan sebuah logo restoran cepat saji yang teronggok diatas sana."Najwa, kamu nggak masak lagi, Sayang?" tanya Bian lembut saat Najwa tak sengaja lewat karena harus mengambil air minum di kulkas."Nggak," jawab Najwa singkat."Kenapa?""Aku belum sempat belanja bahan masakan."Najwa kembali menutup pintu kulkas begitu selesai mengambil sebotol air minum. Dia lalu berjalan hendak kembali ke kamarnya."Najwa, tunggu!" panggil Bian.Terpaksa, perempuan itu berhenti melangkah."Ada apa?""Penampilan kamu... kok beda?"Alis Najwa seketika berkerut. "Beda gimana maksudnya?"Bian menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mendadak, dia seperti ABG labil yang baru pertama kali merasakan ketertarikan terhadap lawa
Baca selengkapnya
Ingin kamar Najwa
Bian menunggu Salma dengan gelisah. Begitu sang istri muda keluar dari kamar mandi, Bian langsung menyeretnya dan memaksa perempuan itu untuk duduk ditepi tempat tidur."Kamu apa-apaan sih, Mas?" protes Salma."Siapa dia?" tanya Bian sambil melemparkan ponsel Salma ke atas pangkuan wanita itu."Maksud kamu apa?""Yang kirim chat ke kamu pakai sayang-sayangan itu, siapa?" ujar Bian yang sengaja mengulang pertanyaan agar lebih jelas.Degh!Jantung Salma langsung berdetak cepat. Wajahnya terlihat pias dengan tangan yang mulai mengeluarkan keringat dingin."Yang mana, Mas?" tanya Salma berpura-pura tak mengerti."Buka ponsel kamu sekarang! Mas mau lihat chat yang tadi."Meneguk saliva yang terasa payah, Salma dengan sedikit gemetaran membuka sandi ponselnya. Setelah itu, dia membaca pesan dari sebuah nomor asing yang tak tersimpan dalam kontaknya. Selang beberapa detik, perempuan itu malah tertawa kecil."Kok kamu malah ketawa?" tanya Bian heran."Ya ampun, Mas! Ini tuh cuma pesan nyasar.
Baca selengkapnya
Kebohongan
Keesokan harinya, Bian terbangun dengan perut yang terasa sangat lapar. Saat dia melihat jam, betapa terkejutnya lelaki itu saat tahu bahwa sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah satu siang."Astaga! Sudah jam segini?" pekik Bian kaget. "Pantas perutku terasa sangat lapar."Dia menoleh ke samping kirinya. Salma masih tertidur lelap dengan tanpa sehelai benang pun kecuali selimut tebal yang menutupi tubuhnya hingga sebatas dada."Salma kayaknya juga kecapean. Mending, aku makan duluan aja."Menyingkap selimut yang menutupi separuh tubuhnya, Bian turun dari tempat tidur lalu memakai celana pendek selutut dan kaos oblong yang dia ambil dari dalam kopernya.Setelah itu, dia keluar kamar dan berniat untuk mencari makanan di dapur. Akan tetapi, betapa kecewanya Bian saat tahu bahwa ternyata meja makan masih sama seperti kemarin. Kosong."Apa-apaan ini? Kenapa tidak ada makanan sedikitpun?" ucap Bian emosi."Najwa!!!" teriaknya lantang memanggil nama sang istri pertama."Wa! kamu dim
Baca selengkapnya
Masak cuma untuk sendiri
"Najwa!! Bian!!!" Teriakan melengking dari arah kamar Bu Jannah menjeda perdebatan antara Najwa dan Bian.Tampak, Bian menghela nafas panjang. Sementara, Najwa melengos sembari mempertahankan senyum sinis di wajahnya."Najwa!!! Kamu dimana, menantu m!skin!!??" Lagi, teriakan Bu Jannah terdengar nyaring."Kamu dengar Ibu panggil kamu, kan?" tanya Bian pada istri pertamanya."Dengar," jawab Najwa singkat."Terus, kenapa nggak disamperin?""Buat apa?" ujar Najwa balas bertanya. "Buat dihina-hina dan dimaki-maki sama Ibu kamu? Iya, Mas?""Kok kamu ngomongnya gitu, sih? Apa selama ini kamu nggak ikhlas merawat Ibu?""Tentang ikhlas ku, biarkan Allah yang menilai, Mas. DIA yang paling tahu, sesabar apa aku selama ini dalam menghadapi Ibu kamu yang bermulut pedas itu. Kamu... nggak berhak sama sekali menilai keikhlasan aku disaat kamu sendiri yang notabenenya adalah anak kandung Ibu, nggak pernah sedikitpun mau membantu aku dalam mengurus Ibu kandung kamu. Jangankan membersihkan kotoran Ibu,
Baca selengkapnya
Milikku!
"Kamu benar-benar tega, Wa!" ucap Bian yang merasa tak mengenali lagi istri pertamanya. "Ingat, jangan pernah menyesal jika suatu saat nanti, kamu kehabisan uang. Memangnya, bakal bertahan berapa lama sih, uang pemberian Kakekmu yang sudah mati itu?" lanjut Bian meremehkan.Mata Najwa menatap tajam lelaki itu. Kalimat terakhir Bian sedikit menggores hatinya. Haruskah Bian berkata sekasar itu mengenai Almarhum Kakek Najwa? Tak adakah kalimat yang lebih halus untuk menggambarkan kepergian sang Kakek selain kata 'mati'? Setidaknya, Bian bisa menjaga sedikit perasaan Najwa yang masih merasakan duka."Ya, terserah kamu saja, mau bilang apa, Mas!" jawab Najwa enggan berdebat.Bian kini dilanda kebingungan. Uangnya benar-benar sudah habis. Sementara, Najwa sama sekali tak mau membantu apa-apa. Akhirnya, Bian pun memutuskan untuk meminjam uang pada teman kantornya.Setidaknya, dengan uang hasil meminjam itu, Bian bisa menyambung hidup bersama Salma dan sang Ibu selama beberapa hari ke depan.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status