Bab 44Siti beranjak masuk ke dalam kamarnya. Dia menatap lekat sosok gadis kecil yang kini tampak meringkuk di atas kasur. Seulas senyum tipis tampak merekah di wajahnya.Siti lantas mendekat dan duduk tepat di atas kasur. Tangan kanannya terulur perlahan dan mengusap pelan kepala gadis kecil itu."Pasti kamu lelah ya, Put? Maafkan Ibu karena membuatmu harus ikut menderita dan tak bisa bermain dengan teman sebaya, Nak."Hati Siti terasa ngilu. Rasanya ada ribuan jarum yang menusuknya secara bersamaan.Saat melihat putrinya tertidur, Siti terkadang diliputi rasa bersalah. Andai saja dia tak mengungkit masalah dengan Adi. Mungkin saja pria itu masih membiarkannya tinggal di rumah. Tapi, Siti juga sadar bahwa sang suami tak bisa lagi diharapkan. Bahkan pria itu juga tega meninggalkannya.Siti menghela napas pelan sambil mengusap sudut matanya yang basah.Tak ada waktu baginya untuk meratap apalagi menangisi hal yang telah terjadi. Walau air mata berubah jadi darah sekalipun, itu semua
Bab 45Setelah Siti selesai membersihkan area ruang tamu. Wanita itu kini beralih naik tangga menuju lantai atas untuk membersihkan ruang kerja Handi.Saat dia membuka pintu, matanya tampak memicing saat melihat ke arah rak buku yang kini tampak dipenuhi dengan lebih penuh dari sebelumnya.Wanita itu lantas berjalan mendekat dan meraih salah satu buku bersampul biru yang beberapa waktu lalu sempat dibacanya.Seulas senyum tipis tampak merekah di wajahnya. "Alhamdulillah aku bisa membacanya lagi," ujarnya lirih.Namun sebelum dia membacanya, Siti memilih untuk beberes terlebih dahulu. Tak banyak hal yang bisa dilakukan apalagi ruang kerja sang majikan memang selalu rapi.Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit saja, Siti sudah bisa memastikan bahwa ruangan itu telah bersih dan tertata rapi. Wanita itu kembali meraih novel dan mulai membacanya. Setiap rangkaian kata yang tercetak berhasil membuat wanita itu ikut merasakan hal yang sama seperti tokoh di dalam cerita."Isi novelnya sa
Bab 46Mata Siti tampak melotot dengan sempurna. "Hutang? Mbak, aku 'kan sudah membayarnya tempo lalu. Tapi kenapa sekarang datang lagi untuk menagih?"Eva tampak menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis saat melihat wajah sepupunya yang kini tampak kebingungan. Perkataan Siti barusan memang benar adanya, Eva memang sudah menerima uang sebagai bayaran karena sempat memberikan tumpangan.Tapi, Eva tentu saja bukan butuh uang. Wanita itu ingin membuat sepupunya lebih menderita lagi. Bahkan jika bisa, Eva ingin membuat sepupunya tidak bisa bahagia sampai kapanpun.Rasa sakit hati serta iri dengki yang telah mengakar kuat di dalam hatinya masih saja diingat oleh Eva. Jika Eva belum melihat Siti lebih menderita dari sebelumnya, dia juga tak akan tinggal diam saja."Kamu pikir uang segitu saja cukup, ha? Aku bukan orang miskin sepertimu, Ti! Tapi, kamu tetap harus membayar budi atas segala kebaikanku dan Mas Dirga," desisnya.Pernyataan Eva barusan berhasil menusuk hati Siti. Ap
Bab 47Siti tak peduli dengan kepalanya yang masih berdenyut nyeri. Dia bangkit dan berlari menolong anaknya yang terjerembab di tanah. Gadis kecil itu kini bahkan tampak meringis menahan rasa sakit akibat dorongan keras dari Eva. Lututnya tampak tergores dan mengeluarkan sedikit darah. Dipeluknya erat tubuh Putri. "Ya Allah, Mbak! Apa kamu nggak sadar kalau dia hanya anak kecil? Kenapa kamu tega mendorongnya sampai jatuh dan terluka?!" protesnya seraya melayangkan tatapan tajam pada Eva.Napas Siti kini memburu naik turun karena emosi. Bahkan wanita itu kini berani melayangkan tatapan tajam pada kedua wanita licik yang berdiri di hadapannya tanpa rasa bersalah.Eva memicingkan matanya dengan tajam. Dia yang pada awalnya tengah sibuk mengusap bekas gigitan Putri, kini makin terbakar amarah."Apa kamu bilang, ha?! Kamu bahkan lihat sendiri sikap anakmu yang liar itu, Ti! Jangan salahkan aku jika berbuat kasar," desisnya.Bahkan tanpa rasa bersalah, Eva kembali melontarkan kalimat taja
Bab 48Mata Eva tampak melotot dengan sempurna setelah mendengar penuturan Siti. Bahkan Bu Retno juga sama terkejutnya. Biasanya, Siti akan diam meski direndahkan. Tapi apa ini?Siti berjalan mendekat. Dia terus melayangkan tatapan tajam. Sikap Eva dan ibu mertuanya sudah sangat keterlaluan. "Apa yang mau kamu lakukan, hah?!"Siti menarik sudut bibirnya hingga membentuk senyum tipis yang tampak licik. Salah satu alisnya naik dan dia mengangkat wajahnya sambil memasang tatapan arogan."Kenapa, Mbak? Takut? Aku bahkan belum melakukan apapun," sinisnya.Tangan Eva terkepal dengan erat. Sikap Siti semakin membuatnya merasa kesal. "Kamu pikir aku akan takut dengan wanita lemah sepertimu? Jangan mimpi kamu, Ti!"Siti membuang muka sambil berdecak kesal. Lemah?Mungkin, Siti dulunya memang wanita lemah. Tapi sekarang semuanya telah berbeda. Sebagai seorang ibu, Siti tak perlu lagi merasa takut pada orang-orang yang berani menindas Putri. Tak peduli sepupu atau ibu mertuanya sendiri. Jika
Bab 49Eva melangkah maju dan meraih tangan Bu Retno. Ditatapnya lekat sosok pria yang masih berdiri tepat di hadapan Siti."Kami datang kemari karena ada urusan dengan Siti. Jadi anda jangan menghalangi," desisnya.Handi menatap tajam ke arah wanita yang baru saja bicara padanya. Seketika Eva kehilangan nyalinya. Bahkan Handi terlihat dua kali lipat jauh mengerikan dari sebelumnya."Saya tak suka keributan. Pergi sekarang secara baik-baik sebelum saya ambil tindakan," desisnya.Ancaman Handi barusan bukan hanya omong kosong belaka. Dia merasa enggan untuk berurusan dengan orang-orang menyebalkan seperti Eva dan Bu Retno. Apalagi jelas kedatangan mereka hanya untuk membuat masalah. Bu Retno menarik tangan Eva dan memberikan kode pada wanita itu agar diam sejenak. Setelahnya, wanita paruh baya itu kembali menatap Handi. Lagi-lagi, seulas senyum licik kembali menghiasi wajahnya."Saya nggak akan buat masalah, Pak. Siti, jangan diam saja, dong! Jelaskan semuanya sama majikanmu kalau kam
Bab 50Siti tampak menunduk lesu di hadapan seorang pria yang kini tampak menatapnya dengan tajam. Jantung wanita itu terasa berdetak semakin kencang.Bagaimana pun juga, Siti sadar bahwa masalah hari ini secara tidak langsung disebabkan oleh dirinya.Siti yakin kalau majikannya saat ini pasti marah besar dan juga kecewa. Wanita itu kini hanya bisa berdoa agar tak ada masalah lagi yang terjadi. Siti takut dipecat."Jelaskan semuanya secara rinci," pinta Handi.Siti tersentak kaget. Namun dia hanya bisa mengangguk pelan dan mulai menceritakan secara runtut awal masalah yang terjadi. Handi mendengarnya secara seksama dan dari penjelasan wanita itu, dia bisa menyimpulkan seseorang yang sebenarnya bersalah.Handi menghela napas pelan. Niat hati pulang untuk mengambil dokumen yang tanpa sengaja tertinggal, dia justru dikejutkan dengan pemandangan yang luar biasa.Siti meremas ujung jarinya sendiri agar bisa menekan perasaan bersalah dan juga takutnya. Perlahan, Siti mulai memberanikan diri
Bab 51Wajah wanita paruh baya itu kini tampak masam. Dia masih saja merasa kesal karena rencananya gagal. Pandangan matanya kini beralih dan menatap sosok wanita yang duduk tepat di sampingnya."Eva, kamu ini gimana, sih?! Katanya di rumah hanya ada Siti dan beberapa pembantu saja. Tapi kenapa majikannya tiba-tiba pulang?"Padahal dia sudah yakin kalau rencananya akan berhasil sesuai dengan dugaan Eva. Tapi Bu Retno justru harus menelan pil pahit karena dirinya malah dipermalukan di hadapan orang lain.Eva mendengus kesal setelah mendapat pertanyaan dari Bu Retno. Andai saja dia tahu, Eva pasti akan mengurungkan niatnya untuk pergi menemui Siti. "Aduh, Tante! Eva juga nggak tahu. Tadinya Eva pikir emang majikannya nggak ada di rumah," kilahnya.Jika Handi tidak datang tepat waktu, Eva dan Bu Retno pasti berhasil memberikan pelajaran pada Siti. Sayangnya semua rencana yang telah disusun rapi harus gagal begitu saja hanya karena kehadiran seseorang yang tidak diinginkan.Wanita paruh