Bergegas aku meninggalkan pusat grosir ini, bertemu dengan dua orang yang ingin dihindari disini adalah hal yang tidak terduga sama sekali. Lalu keduanya sama-sama mengatakan hal yang menyebalkan juga membuatku kesal. Tidak suami tidak istrinya sama-sama mengatakan hal yang membuat moodku hilang. Bagiamana pun juga perkataan Dania cukup membekas dalam hatiku. Aku yang pernah ditinggalkan dan mengalami kegagalan dalam berumah tangga, tentu memiliki ketakutan tersendiri jika hal itu akan menimpaku lagi. Sesampainya di parkiran, aku segera menuju mobilku dan menjalankan nya dengan perlahan meninggalkan tempat tersebut. Keinginan untuk pergi ke konveksi menguap sudah, aku menepikan mobilku untuk menelpon pengasuh Qia. "Mbak, hari ini saya keluar rumah. Bilang pada Qia jika saya sedang bekerja diluar ya biar dia tidak mencari saya. Jangan lupa untuk makan lalu tidur siang sepulang sekolah." Aku berpesan panjang lebar pada pengasuh putri sambungku tersebut."Baik Bu," jawabnya dari seber
"Jangan lakukan itu, mas," cegahku."Kenapa? Dengan begitu kamu akan yakin jika aku tidak main-main dengan apa yang aku ucapkan. Kamu akan yakin jika aku tidak peduli dengan yang namanya keturunan, karena aku yang tidak bisa memberikan keturunan setelah melakukan itu.""Kamu masih terlalu muda untuk melakukan itu, jangan lakukan hal itu. Kamu tidak perlu membuktikan hingga melakukan hal seperti itu. Aku minta maaf sudah meragukanmu. A--aku hanya takut ditinggalkan olehmu," ucapku terbata. Tak terasa air mataku jatuh begitu saja tanpa bisa aku tahan lagi. Apakah memiliki masa lalu yang kurang menyenangkan dengan pasanganku terdahulu membuatku seperti ini. Khawatir akan masa depan dan selalu ingat akan hal buruk itu. Apa ini semacam trauma. Tangan kekar itu meraih tubuhku dalam dekapannya, membiarkan aku menangis di dadanya yang bidang. "Aku tahu apa yang kamu rasakan, mungkin ini sama seperti saat aku memintamu untuk mengkonsumsi obat pencegah kehamilan waktu itu. Aku melakukannya j
"Apa yang kamu katakan, apa kamu yakin dengan perkataanmu itu?" tanya mas Abi pada Dania. "Aku mengatakan hal yang sebenarnya dan apa yang aku lihat kala itu," sahut Dania mantap."Kamu yakin tidak ingin meralat perkataanmu?" tanya mas Abi lagi. "Tentu saja tidak karena aku yakin jika istrimu itu hendak berbuat serong dengan mantan suaminya. Aku hanya tidak ingin lelaki sebaik dirimu di tipu oleh wanita sok polos seperti dirinya," sahut Dania dengan menudingkan jarinya padaku. Aku hanya diam saja melihat kelakuan wanita menyebalkan itu. Sudah tidak mau lagi membuang-buang energi untuk meladeninya.Mas Abi berbalik ke arah pintu masuk dan berteriak memanggil satpam. Tidak lama berselang, pak jaya, satpam rumah kami itu dengan tergesa-gesa datang memenuhi panggilan mas Abi. "Pak, lihat baik-baik wajah wanita ini dan pastikan dia tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah ini," ucap mas Abi memberikan perintah pada pak Jaya. "Apa-apaan kamu mas, aku sudah berbaik hati ingin men
POV GALIH_____&&____"Selamat ya pak istri anda sedang hamil," ucap seorang dokter yang sedang memeriksa Safa.Dadaku berdetak kencang mendengar perkataan dokter dengan pakaian serba putih tersebut. Safa hamil, akhirnya mantan istriku itu bisa hamil dan itu dengan laki-laki lain. Jadi selama ini bukan dirinya yang bermasalah mungkin saat itu kami memang belum diberi kepercayaan untuk bisa memiliki momongan."Pak?" sapa dokter itu lagi"Ah iya," jawabku tergagap."Setelah ibu siuman bisa di bawa pulang, tidak perlu ada yang di khawatir," ucap dokter itu lagi sebelum akhirnya meninggalkanku dan Safa. Aku menatap kearah tubuh yang tergeletak di atas ranjang pasien disampingku saat ini. Matanya terpejam, wajahnya nampak tenang, dadanya naik turun seiring hembusan nafasnya. Wajah itu sekarang begitu cantik dan terawat tidak seperti saat bersamaku dulu. Lelaki yang menikahinya saat ini, sepertinya menjadikannya seorang Ratu. Bukan seperti diriku dahulu, aku begitu banyak memberinya kesib
Kuayunkan tanganku pada wajah seseorang yang berani mencium keningku saat aku tidak sadarkan diri. Tadi aku pingsan di pusat grosir dan saat tersadar aku merasakan sebuah kecupan di keningku. Kupikir itu adalah ulah mas Galih yang sejak awal sudah berbuat macam-macam padaku. "Aduh!" Segera kubuka mataku begitu mendengar suara mengaduh itu bukan suara mas Galih tapi suara mas Abi, suamiku. "Kenapa kamu tampar aku? apa kamu tidak suka aku cium," ucapnya sambil meraba-raba pipinya. "Maaf mas, aku kira itu bukan dirimu.""Kamu pikir siapa yang berani mencium dirimu selain aku?" Mas Abi balik bertanya."Tadi aku bertemu dengan mantan suamiku, lalu tiba-tiba pingsan. Aku takut dia melakukan hal yang tidak-tidak padaku," jawabku apa adanya. Mas Abi terlihat mengerutkan keningnya, "Jadi yang membawamu kesini lelaki itu?" gumamnya. "Aku tidak tahu mas. Bagaimana kamu bisa ada disini?" Aku balik bertanya. "Tadi ada perawatan yang menelponku dan mengatakan jika kamu berada disini. Apa kam
"Silahkan duduk mbak, ada apa mencari suami saya?" tanyaku tanpa basa-basi lagi. "Saya di suruh pak Abi datang kesini karena kata beliau, ibu memerlukannya seorang karyawan yang bisa di percaya," ucap gadis itu memberikan jawaban. Ya, wanita di depanku ini terlihat sangat muda seperti halnya gadis belia. Oh jadi dia yang di rekomendasikan mas Abi untuk bekerja denganku menjadi orang kepercayaan di toko. Apa-apaan mas Abi ini, kenapa dia memilih gadis mulus seperti ini. Apa suamiku itu ada maksud lain. "Silahkan perkenalkan dirimu," ucapku sambil menatap kearahnya yang sudah duduk di seberang meja kerjaku."Nama saya Monalisa, biasa di panggil Lisa. Saya baru saja lulus SMK jurusan akuntansi di yayasan yang masih ada naungannya dengan yayasan keluarga pak Abi. Saya adalah salah satu siswa yang menerima beasiswa disana, saya dari keluarga kurang mampu dan setelah lulus saya ingin bekerja dan berharap bisa sambil kuliah nantinya. Saya siswa berprestasi dan saya yakin bisa menghandle p
"Pak Abi kenapa, Bu Safa?" tanya Lisa begitu kami masuk ke dalam toko dengan keadaan mas Abi aku tuntun. "Oh ini, mata bapak lagi sakit jadi pakai kacamata hitam biar tidak pada ketularan," jawabku asal. Mas Abi hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar perkataanku tanpa bisa menolak keinginanku. Aku segera menyuruh suamiku itu duduk dan menunggu aku memeriksa segalanya di tempat itu. Mencocokkan laporan yang dibuat oleh Lisa dengan semua data keuangan yang dia setor setiap harinya. Saat sedang asyik bekerja, ada beberapa orang yang datang masuk ke toko untuk berbelanja. Mereka terlihat masih muda-muda dan cantik. Dengan cekatan karyawanku langsung melayani mereka semua. Tidak lama kemudian datang lagi beberapa pelanggan yang masuk dan melihat-lihat koleksi baju di tokoku. "Mas, ini ukurannya ada yang lain tidak?" tanya seorang wanita yang berbaju seksi sambil mendekati mas Abi yang sedang duduk bersandar di kursi tidak jauh dari tempatku duduk. Karena aku tidak mengijinkanny
Kuhabiskan waktuku untuk bermuram durja selama satu Minggu ini. Penyesalan datang kepadaku tanpa bisa aku tahan lagi, seharusnya aku datang menemui ibu. Seharusnya aku bisa mengajak suamiku untuk menemaniku. Setelah dipikir-pikir, permintaan ibu yang terus menerus itu menjadikan tanda jika hidupnya sudah tidak lama lagi. Keinginan terakhirnya untuk bertemu denganku tidak bisa terwujud hanya karena rasa khawatir dalam diriku saat bertemu dengan keluarga mantan mertuaku itu. Lalu akhirnya aku menyesal saat beliau pergi untuk selamanya tanpa aku bertemu dengannya untuk terakhir kalinya. Sudah satu minggu lamanya aku malas melakukan apapun, sesekali aku menangis jika teringat akan mantan mertuaku itu. Ditambah lagi kehamilan yang mulai membuatku mengalami mual-mual membuat kemalasan semakin menguasai diriku. "Apa yang bisa membuatmu ceria dan tersenyum kembali?" Mas Abi berkata sambil merapikan anak-anak rambutku yang meriap menutupi sebagian wajahku. Tadi setelah salat subuh aku kemb