Share

Bab 7a

"Naya gak mau pulang. Maunya ketemu ayah dulu!" ucap Naya cemberut diikuti dengan bibirnya membentuk cekung.

"Mama pasti kabari Naya, kalau ayah sudah tiba. Kita harus balik sekarang. Minggu depan kita akan ke sini lagi, Ok?"

Aku berusaha membujuknya terus agar mau mengikuti saranku. Hingga akhirnya, dia pun mau meskipun dengan berat hati mengikutiku berjalan menuju pintu kamar. Aku membuka pintu dan menuntun Naya keluar.

"Mba Jihan mau pulang?" Lisa, iparku mendekati kami sambil menyunggingkan senyum.

"Iya, tolong sampaikan ke Ibu dan bapak, kami mau pamit."

"Iya, nanti Lisa sampaikan." Dia terlihat sangat ramah hari ini. Entah apa yang terjadi dengannya hari ini.

Entah kenapa, melihatnya tersenyum sambil menjawab ucapanku terasa ada yang pilu di hati ini.

"Naya, semoga cepat sehat, ya, Nak!" ucapnya sambil membungkuk ke Naya kemudian berdiri kembali.

"Telima kasih, Tante."

"Mau aku panggilkan taksi?" Wanita yang masih dengan piyama itu menawarkan bantuan ke kami.

"Tidak perlu, Lis. Terima kasih. Aku sudah memesannya."

"Oh, gitu! Ya, udah, aku ke dalam dulu, ya. Semoga kalian tiba dengan selamat."

"Aamiin. Terima kasih."

Kami sedang duduk di luar sambil menunggu taksi yang akan mengantar.

Sebuah taksi yang telah aku pesan berhenti di depan rumah. Aku menoleh ke Lisa, tapi dia masih menonton TV di ruang tengah.

Aku mengucapkan salam, tetapi tidak didengar olehnya, mungkin terlalu asyik menonton TV. Kuurungkan niatku untuk menegurnya dan mengganggunya. Aku memutuskan untuk berjalan menuju taksi, tak enak membuat taksi menunggu terlalu lama.

Setelah kurang lebih tiga jam perjalanan, kami tiba di rumah. Aku membuka pintu dan langsung menuju kamar untuk mengantar Naya beristirahat. Aku juga lelah ingin beristirahat karena jauhnya perjalanan.

"Naya istirahat, ya!"

"Iya, Ma. Kapan lagi kita akan ke rumah Eyang?"

"Kalau Mama udah menerima kabar dari Tante Lisa, Mama akan kabari Naya."

"Mmm ...." Naya mengerucutkan bibirnya.

"Gak boleh cemberut gitu, dong! Mama pasti kabari, Ok." Aku membelai rambutnya kemudian mengecup keningnya.

Setelah berbicara sebentar, Naya mulai menutup mata. Aku berbaring di samping Naya dan kami pun tidur.

Setelah merasa cukup dan penat pun hilang, aku bangun–menuju dapur untuk menyiapkan makan siang kami.

Tiba-tiba bunyi pesan masuk di gawai mengehentikan langkah kakiku, entah siapa yang mengirim pesan. Aku meraih tas dan membukanya untuk mengambil benda pipih tersebut.

Aku mengusap benda pipih tersebut dan membaca isi pesannya. Seketika wajahku seperti terkena angin segar. Ada sedikit harapan yang tiba-tiba muncul. Sebuah pesan masuk berisikan alamat yang dikirim oleh salah seorang netizen ke messenger-ku.

[Mba, ini alamatnya. Kebetulan mereka tetanggaku juga. Mohon aku tidak dilibatkan, ya, dengan urusan kalian. Aku hanya ingin membantu dan juga ingin mendoakan agar keluarga Mba selalu dalam lindungan yang Maha Kuasa.]

[Terima kasih banyak, Mba, sudah meluangkan waktu untuk mengirim pesan ke messenger-ku. Semoga kebaikan Mba dibalas oleh yang Maha Kuasa.]

Aku meletakkan kembali gawaiku di atas nakas setelah menjawab pesan dari teman di aplikasi berlogo F tersebut.

Setelah menyiapkan makanan yang telah aku masak untuk putriku, aku kembali ke kamar dan meraih kembali gawaiku.

Aku mengusap layar benda pipih tersebut dan menghubungi seseorang. Beberapa menit kemudian panggilan terhubung.

"Assalamualaikum. Halo, Mba Tina."

"Waalaikumsalam. Iya, Bu."

"Tolong ke rumah, sebentar ada yang ingin aku sampaikan!"

Mba Tina merupakan karyawan yang sangat aku percaya untuk mengelola toko katering milikku. Walaupun penghasilan dari katering tidak seberapa, tetapi aku tetap syukuri karena masih bisa membiayai kebutuhan hidup kami dan juga menggaji empat karyawanku.

Seseorang mengetuk pintu rumah. Sepertinya Mba Tina sudah tiba. Aku keluar kamar dan menuju ruang tamu.

"Mari Mba, silakan!"

"Terima kasih, Bu."

"Jadi gini, Mba Tina. Aku minta tolong untuk jagain Naya, ya! Aku mau pergi sebentar, ada sesuatu yang harus aku selesaikan. Kalau Naya sudah bangun, tolong disuapin, ya. Makanannya sudah saya buatkan."

"Baik, Bu. Ibu akan mencari ayahnya Naya?"

"Iya, kebetulan ada yang mengirimkan alamatnya. Semoga saja benar!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
paling sebel baca novel yg tanpa judul per babnya. krn klw mau baca ulang bbrp bab utk mengingat cerita, gak inget deh yg mana babnya. klw ada judul bab kan jadi bisa inget
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Heran np ndak minta tlg bapaknya sh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status