Share

3. Siasat Licik

"Mas, jangan berhenti ...."

"Kamu benar-benar luar biasa, Nad. Selain cantik kamu selalu bisa memuaskanku."

Risa menutup kedua telinganya erat-erat karena suara desahan Rangga dan Nadia terus terdengar di telinganya. Padahal luka di dalam hatinya masih belum sembuh akibat kematian sang buah hati, tapi suaminya malah asyik selingkuh dengan adik tirinya sendiri. Mereka bahkan tidak malu lagi menunjukkan kemesraan di depan matanya.

Apa Rangga dan Nadia tidak pernah memikirkan bagaimana perasaannya?

"Agh ...!" Risa menjerit sekencang-kencangnya untuk meluapkan kesedihannya. Rumah yang dulu terasa nyaman sekarang terasa seperti neraka baginya. Dia tidak betah. Rasanya dia ingin sekali keluar dari rumah ini dan menjauh dari kehidupan Rangga dan Nadia selamanya.

Setelah perasaannya agak tenang, Risa memutuskan untuk menemui Rangga dan Nadia yang sedang menikmati makan malam karena ada hal penting yang ingin dia katakan pada suaminya. Namun, dia sontak berhenti melangkah ketika mendengar suara Nadia.

"Mas, aku pengin tas baru. Tapi harganya lumayan mahal. Tolong beliin ya, Mas?"

"Iya, Sayang. Apa pun yang kamu mau aku pasti akan membelikannya."

Nadia tersenyum senang. "Makasih banyak ya, Mas. Nadia sayang banget sama Mas."

"Aku juga sayang sama kamu. Jangan lupa pakai lingerie yang aku belikan nanti malam." Rangga mengedipkan sebelah matanya hingga membuat pipi Nadia bersemu merah.

Risa mengepalkan kedua tangannya erat-erat untuk menghalau sesak yang mengimpit di dalam dadanya mendengar pembicaraan antara Rangga dan Nadia di meja makan. Dirinya benar-benar seorang istri yang tidak dianggap oleh Rangga.

Kenapa Rangga tidak menceraikannya saja?

Rangga sontak berhenti makan ketika Risa tiba-tiba datang lalu duduk di samping Nadia.

Nadia juga membanting sendoknya melihat Risa berada di sampingnya. "Kenapa Mbak Risa ke sini, sih? Bikin nggak nafsu makan aja!"

Risa tersenyum miris. Nadia benar-benar wanita sinting, dia tidak merasa bersalah sedikit pun sudah menghancurkan rumah tangganya dengan Rangga. Padahal dia sudah menganggap gadis itu seperti adik kandungnya sendiri. "Mbak tidak punya urusan sama kamu, tapi sama Mas Rangga."

Rangga menatap Risa dengan alis terangkat sebelah, seolah-olah menyuruh wanita itu untuk mengatakan tujuannya datang menemuinya.

Jantung Risa berdegup kencang, telapak tangannya pun terasa sangat dingin dan basah. Dia menarik napas panjang agar perasaannya menjadi lebih tenang lalu memberanikan diri menatap Rangga. "Aku ingin pergi dari rumah ini, Mas."

"Apa? Pergi?" Rangga terhenyak mendengar ucapan Risa barusan, begitu pula dengan Nadia. Mereka terkejut mendengar permintaan Risa.

"Iya," jawab Risa mantap. Tidak ada keraguan yang terpancar di kedua sorot matanya. Risa benar-benar serius ingin pergi. Dia bisa gila jika terus-terusan tinggal satu atap dengan Rangga dan Nadia.

"Aku bersumpah tidak akan membeberkan rahasia Mas ke media. Tapi, aku mohon ...." Risa kembali menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Izinkan aku pergi dari rumah ini."

Risa menatap Rangga dengan penuh harap. Namun, suaminya itu malah diam. Apa Rangga tidak mau mengabulkan permintaannya?

"Baiklah, aku izinkan kamu keluar dari rumah ini."

Risa tersentak. Kedua matanya menatap Rangga dengan tidak percaya. Risa benar-benar tidak menyangka Rangga mengizinkannya pergi dari rumah dengan mudah. Pria itu bahkan menyediakan sebuah vila untuknya.

"Tapi ada syaratnya." Rangga menatap Risa tajam. "Kamu tidak boleh keluar dari vila kecuali saat aku membutuhkanmu untuk keperluan bisnis."

Risa dengan cepat mengangguk. Dia merasa sangat lega karena sebentar lagi akan terbebas dari neraka yang diciptakan oleh suami dan adik tirinya.

"Aku akan bersiap-siap sekarang." Risa cepat-cepat beranjak ke kamar untuk berkemas. Tanpa dia sadari Rangga dan Nadia saling tatap lalu tersenyum licik satu sama lain.

**

"Akhirnya aku keluar dari rumah ini. Aku tidak akan mendengar desahan Mas Rangga dan Nadia lagi. Terima kasih banyak, Tuhan."

Risa memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper dengan asal. Risa benar-benar sudah tidak sabar ingin pergi dari rumah yang sudah dia tinggali selama satu tahun lebih bersama Rangga. Sebelum pergi, dia menyempatkan diri untuk masuk ke dalam kamar kosong yang berada tepat di sebelah kamar utama.

Tanpa sadar air matanya menetes ketika melihat kamar yang didominasi cat berwarna biru muda tersebut. Kamar ini sengaja disiapkan untuk calon buah hatinya dan Rangga jika sudah lahir ke dunia. Namun, sekarang kamar ini kosong dan dibiarkan berdebu begitu saja.

"Mobil Mbak sudah siap!"

Risa cepat-cepat menghapus air matanya lalu berbalik menatap Nadia yang berdiri tepat di belakangnya. Rasa kecewa begitu besar di hati Risa terhadap Nadia. Begitu tega Nadia menusuknya dari belakang.

"Apa kamu puas sudah menghancurkan hidup mbak, Nad?"

"Ya, aku puas sekali," jawab Nadia tanpa merasa bersalah sedikit pun karena tujuannya datang ke rumah Rangga memang untuk menghancurkan pernikahan Risa.

Risa tersenyum miris. "Jaga dirimu baik-baik. Jangan sampai nasibmu sama seperti mbak." Risa menepuk bahu Nadia sekilas lalu menyeret kopernya keluar.

Risa mengendarai mobilnya dengan tenang meskipun di luar sedang hujan deras. Perasaan lega mulai menyeruak di hatinya Risa, seperti seekor burung yang lepas dari sangkarnya. Namun, perasaan lega yang baru Risa rasakan berubah menjadi rasa curiga ketika melihat kaca spion mobilnya. Entah mengapa dia merasa sedan hitam yang ada di belakangnya sejak tadi terus mengikutinya. Risa pun menambah kecepatan mobilnya, tetapi sedan hitam itu pun melakukan hal yang sama. Mobil sedan hitam itu benar-benar mengikutinya!

Risa kembali menambah kecepatan mobilnya ketika sedan hitam itu terus mengejarnya. Gila! Risa mengenal seseorang di dalam mobil itu. Seharusnya Risa mengerti, tidak mungkin suaminya yang jahat itu begitu baik mengizinkannya pergi dari rumah. Rangga pasti berencana untuk melenyapkannya saat ini.

"Sial!" Risa memukul setir dengan cukup keras untuk melampiaskan kekesalannya. Jalanan yang dilaluinya juga sangat sepi. Dia harus menemukan tempat yang ramai agar bisa menyelamatkan diri.

Sialnya sedan hitam itu tiba-tiba menyerempet mobilnya hingga menimbulkan bunyi gesekan yang cukup keras. Meski panik dia berusaha keras mengendalikan mobilnya agar tidak oleng.

"Aku harus selamat. Aku harus selamat ...," gumam Risa dengan suara gemetar karena sedan hitam itu terus menyerempet mobilnya.

Brak!

Risa tersentak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak ketika sedan hitam tersebut menabrak mobilnya dengan cukup keras. Risa tidak bisa lagi mengendalikan laju mobilnya hingga menabrak pagar pembatas jalan dengan cukup keras. Mobil yang dikendarai Risa terjun ke dalam jurang. Risa memejamkan kedua matanya erat-erat. Dia pasrah jika hari ini menjadi hari terakhirnya berada di dunia.

Lelaki yang berada di dalam sedan hitam tersebut juga berusaha keras mengendalikan mobilnya agar tidak ikut jatuh ke jurang. Setelah itu, dia menepikan mobilnya di pinggir jalan lalu turun mengamati mobil yang terjun bebas ke jurang di bawah sana.

Senyum puas menghiasi bibir lelaki itu setelah melihat mobil yang Risa tumpangi meledak lalu hangus terbakar. Lelaki itu pun kembali masuk ke dalam mobil lalu mengambil ponsel di dashboard mobil, mencari kontak yang dia tuju dan meneleponnya sampai seseorang di sana menerima panggilan teleponnya.

"Misi berhasil, Tuan Rangga."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status