Share

4. Menyelamatkan Diri

"Kerja bagus. Kamu akan segera mendapatkan bayaranmu," ucap Rangga dengan wajah puas. Detik berikutnya, ekspresinya berubah tegas. "Sekarang pergi dari sana dan pastikan tidak ada orang yang melihatmu. Kalau ketahuan, nyawamu juga akan lenyap," desis Rangga terdengar penuh peringatan. Dia tidak ragu melenyapkan seseorang yang bisa merusak reputasinya sekalipun itu istri dan anaknya.

"Bagaimana, Mas? Apa berhasil?" tanya Nadia sambil memeluk Rangga dari belakang. Bibirnya yang dipoles merah merona membentuk senyuman.

Rangga menurunkan ponsel dan menyentuh lengan Nadia yang melingkar di pinggangnya. “Ya, semua sudah selesai." Pria itu membalik tubuhnya, berhadapan dengan Nadia dan juga meletakkan lengannya di pinggang wanita itu. “Tidak ada lagi yang akan menghentikan kita.”

Nadia tersenyum membalas Rangga. Dia membelai punggung pria di hadapannya, lalu mendekatkan tubuhnya pada Rangga sambil berbisik, “Dengan begini, kamu bisa nikahin aku tanpa khawatir apa pun lagi 'kan, Mas?"

"Tentu saja, Sayang," balas Rangga dengan tawa rendah. Namun, melihat senyuman Nadia begitu lebar, pancaran mata pria tersebut sedikit berubah, seperti ada kilatan berbahaya di sana. "Namun, kita harus menunggu situasi aman terlebih dahulu. Setelah itu, barulah aku menghalalkan hubungan kita." Tangan pria itu dengan sengaja meremas bokong Nadia.

Nadia tertawa kecil. "Aku akan membuatmu lebih puas lagi, Sayang.” Dia pun mengecup leher Rangga pelan. “Untuk merayakan kemenangan kita.”

Nadia membiarkan tangan Rangga menggerayangi tubuhnya. Sementara itu, dia memeluk erat pria tersebut.

Selagi kepalanya beristirahat di pundak Rangga, mata Nadia memancarkan kepuasan tiada tara, terlebih ketika dirinya mengingat akhir mengenaskan yang menimpa Risa. 'Andai aku bisa melihat sendiri bagaimana tubuhnya hancur dan nyawa hilang dari matanya,' batin wanita itu dengan keji. Dia merasa, inilah akhir yang sempurna untuk seseorang yang telah merebut segala kebahagiaan darinya.

Nadia tidak pernah suka jika Risa bahagia, memiliki segalanya, dan hidup nyaman daripada dirinya. Namun, kini Risa sudah mati dan dia bisa memiliki semua yang pernah Risa miliki dalam hidupnya. Nadia merasa hidupnya sudah sempurna.

'Berbahagialah, Mbak Risa.' Nadia berdoa dalam hati dengan wajah yang sesaat terlihat sedih. Saat dia merasakan tangan Rangga mulai menanggalkan pakaian yang melekat di tubuhnya, Nadia tertawa kecil. 'Di neraka tentunya.'

**

"Erngh ...." Risa mengerang tertahan, kepalanya terasa pening luar biasa. Darah terus menetes dari pipi dan pelipisnya yang terluka akibat terkena pecahan kaca.

Pandangan Risa mengedar, dia mendapati dirinya masih berada di dalam mobilnya yang ringsek. Seluruh tubuhnya terasa remuk dan sulit digerakkan.

Bagaimana tidak? Mobil yang dia kendarai jatuh ke dalam jurang! Sudah merupakan suatu keajaiban dia masih bertahan hidup.

Saat kesadaran Risa sepenuhnya kembali, wanita itu terhenyak melihat asap keluar dari bagian depan mobilnya. Bau bensin pun tercium sangat menyengat.

'Harus keluar ..., aku harus keluar!' batin Risa seraya berusaha menendang pintu mobilnya agar terbuka. Namun, tidak sedikit pun pintu itu bergerak. "Tolong! Tolong selamatkan aku!" Risa berteriak keras, mengabaikan rasa sakit yang menjalar pada wajahnya. Dia sungguh berharap ada orang yang datang menyelamatkannya.

Namun, suara Risa teredam hujan. Tidak lupa kenyataan tempat yang dia lalui ini sangatlah sepi.

'Ya Tuhan, apa aku akan mati seperti ini?' ucap Risa dalam hati. Sosoknya terlihat begitu putus asa ketika pandangannya mendapati kepulan asap yang keluar dari mobilnya semakin banyak.

Air mata jatuh begitu saja membasahi pipi Risa. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya bahwa kejadian seperti ini bisa menimpanya. Risa pikir hidupnya akan bahagia dan baik-baik saja setelah menikah dengan Rangga. Namun, suaminya itu malah tega membunuh buah hatinya dan berselingkuh dengan Nadia. Sekarang, Rangga bahkan ingin melenyapkannya.

Bagaimana mungkin ada manusia sekeji itu di dunia ini?!

Mendadak, satu ingatan terkait percakapan singkat beberapa waktu lalu kembali muncul di benak Risa.

"Apa kamu puas sudah menghancurkan hidup mbak, Nad?"

"Ya, aku puas sekali."

Ingatan tentang senyuman Nadia dan Rangga ketika dirinya pergi muncul dalam benak. Hal itu membuat emosi Risa kembali membara.

'Tidak! Aku tidak boleh mati seperti ini! Aku tidak rela!' teriak Risa dalam hati. Dengan sisa-sisa tenaga yang dia punya, Risa kembali menendang pintu mobilnya dengan keras.

BRUK!

"Ugh!" Risa jatuh terjerembap membuat luka di wajahnya semakin terasa perih. Namun, sedetik kemudian, ekspresinya berubah bahagia. "A-aku keluar!"

Dengan susah payah, Risa berusaha bangkit dari tanah, lalu berjalan tertatih-tatih mencoba menjauh dari mobilnya. Risa harus pergi dari sana sebelum mobil di belakangnya ...

Terlambat.

DUAR!

Ledakan besar yang memekakkan telinga terdengar, membuat Risa menutup mata dan telinga selagi menahan sakit yang luar biasa. Gelombang tekanan besar yang diakibatkan ledakan mendorong tubuh Risa sehingga wanita itu terpental beberapa meter ke depan.

"Hah ... hah ... hah ...." Napas Risa terengah, sedikit lebih pendek dibandingkan biasanya. Namun, satu hal terpenting yang dia sadari saat itu. "Aku ... hidup."

Risa merasakan tetesan air hujan menghantam wajahnya begitu keras. Air matanya yang mengalir turun dan saru dengan air hujan merupakan sebuah bentuk rasa syukurnya.

Tak lama setelah dirinya mampu merasakan kembali jari-jari tangannya, Risa sadar bahwa dia harus pergi dari sini. Orang kepercayaan Rangga bisa saja masih mencari keberadaannya untuk memastikan kematiannya.

"Sshh ...." Risa berjuang keras untuk memutar tubuhnya, lalu berdiri. Dengan langkah tertatih, dia mulai berjalan menjauhi mobilnya.

Entah berapa lama Risa berjalan melalui area tak berpenghuni yang lebih mirip disebut hutan itu. Akan tetapi, tindakannya tidak sia-sia lantaran matanya menangkap keberadaan jalan raya area itu.

Tepat saat dirinya mencapai jalan raya, Risa melihat sorot lampu mobil yang mendekat dari kejauhan. Dia pun menyeret kakinya tengah jalan untuk menghentikan mobil tersebut.

Namun, mobil hitam itu tidak mau berhenti, malah melaju semakin kencang ke arahnya. Jantung Risa berdetak cepat, sadar bahwa dirinya telah lalai.

'M-mungkinkah itu orang suruhan Rangga?!'

Sorot lampu mobil hitam itu menyerang mata Risa, membuat tubuh dan pikirannya kaku. Wanita itu tahu sebentar lagi mobil hitam itu akan menabraknya, tapi Risa tidak bisa bergerak.

BRUK!

Suara tulang yang remuk dan tubuh yang terbanting sebelum berakhir berguling beberapa kali terngiang di telinga Risa. Dirinya tidak mampu merasakan apa pun, bahkan sampai dirinya berakhir tergeletak tidak berdaya di tengah aspal.

"Ugh ... ugh ...."

Risa masih memiliki sedikit kesadaran dan telinganya berdengung kencang. Dadanya terasa sangat sesak, napasnya pun pendek. Bau darah menguar, dan Risa bisa merasakan sesuatu mengalir menuruni kepalanya.

Di sisa-sisa kesadarannya, Risa melihat seorang pria turun dari mobil tersebut lalu berjalan cepat menghampirinya. Jika pria itu adalah orang kepercayaan Rangga yang berhasil menemukannya lagi, Risa yakin hidupnya sebentar lagi akan berakhir.

'Ja-jangan bunuh aku ....' Risa hanya bisa berharap di dalam hati.

Detik berikutnya, pria itu tiba di sisi Risa. Netra obsidian menusuk milik pria asing tersebut membuat Risa terhipnotis.

"Nona, apa kamu bisa mendengar suaraku?" Suara dalam yang menenangkan itu terdengar sedikit panik. "Nona," panggilnya lagi.

Risa mencoba membuka mulutnya, ingin menjawab pertanyaan pria tersebut. Namun, pandangannya semakin lama semakin membuyar, sekujur tubuhnya pun mati rasa.

Sebelum kegelapan merenggut kesadarannya, Risa hanya berhasil mengeluarkan satu kata, "Tolong ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status