Home / Romansa / Pelakor itu Adikku / Bab 102. Pria Lugu

Share

Bab 102. Pria Lugu

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-07-26 22:06:28

Lorong ruang VIP rumah sakit siang itu sedikit ramai. Sebagian staf sudah berganti shift, sedangkan beberapa tenaga medis masih sibuk lalu lalang mengurus pasien VIP.

Dengan langkah pelan namun pasti, Nadine menyusuri koridor menuju ruang staf yang berada di ujung sayap kiri. Di sanalah Rafael-supervisor perawat, biasa memeriksa laporan medis pasien rawat inap, saat tak ada tugas mendesak. Nadine tahu, lelaki itu selalu ada jika ia butuh pelarian. Dan hari ini ... ia memang butuh pelarian.

Pintu ruang rekam medis terbuka perlahan.

Dan seperti yang ia duga, Rafael sedang duduk sendirian sambil membaca laporan. Pria itu langsung berdiri begitu melihat Nadine masuk.

"Nadine," ucap Rafael dengan mata berbinar, suaranya lembut namun penuh kejutan hangat. "Kamu kelihatan capek banget. Sini duduk dulu! Aku buatin minum."

Nadine hanya mengangguk samar, pura-pura lemas. Ekspresi matanya menunduk, dan bahunya sedikit jatuh. Ia tahu betul, kelemahan yang diperlihatkan di depan Rafael aka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nancy
Nadine dengan motif jahat lagi. kesian Rafael mangsa Nadine seterusnya.... lanjut cerita
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pelakor itu Adikku   Bab 102. Pria Lugu

    Lorong ruang VIP rumah sakit siang itu sedikit ramai. Sebagian staf sudah berganti shift, sedangkan beberapa tenaga medis masih sibuk lalu lalang mengurus pasien VIP. Dengan langkah pelan namun pasti, Nadine menyusuri koridor menuju ruang staf yang berada di ujung sayap kiri. Di sanalah Rafael-supervisor perawat, biasa memeriksa laporan medis pasien rawat inap, saat tak ada tugas mendesak. Nadine tahu, lelaki itu selalu ada jika ia butuh pelarian. Dan hari ini ... ia memang butuh pelarian. Pintu ruang rekam medis terbuka perlahan. Dan seperti yang ia duga, Rafael sedang duduk sendirian sambil membaca laporan. Pria itu langsung berdiri begitu melihat Nadine masuk. "Nadine," ucap Rafael dengan mata berbinar, suaranya lembut namun penuh kejutan hangat. "Kamu kelihatan capek banget. Sini duduk dulu! Aku buatin minum." Nadine hanya mengangguk samar, pura-pura lemas. Ekspresi matanya menunduk, dan bahunya sedikit jatuh. Ia tahu betul, kelemahan yang diperlihatkan di depan Rafael aka

  • Pelakor itu Adikku   Bab 101. Makin Terpojok

    “Ini nggak boleh salah.” Suara suster Triana terdengar tegas saat ia berdiri di depan rak obat. Tangan suster kepala ruang VIP itu bergerak cepat memeriksa satu per satu ampul dan vial, menyesuaikan dengan catatan pemberian obat pasien di ruang VIP. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti. Mata suster Triana membelalak. Satu ampul Levophed, yang seharusnya sudah habis diberikan pada pasien kamar 505 pagi tadi, justru masih utuh di tempatnya. Tangannya gemetar ringan saat ia menarik catatan medis pasien itu. Tidak ada tanda tangan pemberian obat. Tidak ada bekas vial terbuka. Ini bukan kesalahan kecil. Ini bisa berakibat fatal. “Siapa yang jaga malam kemarin?” tanyanya ketus sambil berbalik ke arah suster lainnya. Salah satu suster muda dengan cepat menjawab, “Suster Nadine, Bu. Shift malam dari jam tujuh sampai pagi.” Wajah suster Triana langsung mengeras. “Panggil dia ke sini sekarang juga!” Lima menit kemudian, suara langkah kaki Nadine yang terburu-buru terdengar di lorong me

  • Pelakor itu Adikku   Bab 100. Jabatan Felix

    “Maaf, aku terlambat!” Dengan napas memburu, Septiana menerobos masuk ke dalam lift dan berdiri di antara Alma dan Leonard. Tangannya masih mencengkeram tali tas selempangnya, sementara wajahnya sedikit memerah karena terburu-buru. Leonard meliriknya dari ujung kepala hingga kaki dengan ekspresi datar. “Kamu lari dari parkiran, ya? Atau lagi kejar gosip?” “Yang jelas bukan ngejar kamu,” balas Septiana tajam, sambil mengatur napas. “Sebenarnya, aku sempat mikir dua kali sebelum mutusin ikut Alma ke sini.” Alma menahan tawa. Ia sudah terbiasa dengan dinamika antara dua orang ini—Leonard dan Septiana memang seperti anjing dan kucing.. Tidak pernah akur, tapi tak pernah benar-benar bisa saling menjauh. “Sudah mulai drama,” gumam Leonard sembari menekan tombol lantai tujuh.“Kalau kamu ke sini cuma untuk berdebat, mendingan turun aja sekarang,” ucap Leonard tenang tapi tajam. Septiana mencibir. “Tenang aja, aku datang bukan buat kamu. Tapi buat nemenin Alma. Dia itu kerja keras buat

  • Pelakor itu Adikku   Bab 99. Perawat di Bangsal Kelas Tiga

    "Kenapa pagi-pagi banget? Ini baru jam enam, loh, Ma!" Septiana masih menguap saat keluar dari kamarnya karena mendengar langkah kaki Alma mondar-mandir di ruang tengah. Pagi-pagi sekali Alma memang sudah bangun dan melangkah keluar dari kamarnya. Wajahnya segar dan cantik dengan riasan natural namun terlihat elegan. Pakaiannya rapi, mengenakan blus warna peach dan celana panjang hitam, lengkap dengan ID RS Annisa di dada. Saat ini tepat pukul 06.00. “Siang nanti aku ada kunjungan ke laboratorium Novomedica,” jawab Alma lugas. “Jadi, aku harus visite pasien kelas tiga pagi ini." Septiana duduk lebih tegak, mata melebar. “Novomedica? Kamu sendirian ke sana?” “Iya. Kenapa? Mau ikut?” Alma menanggapi tanpa ragu. Ia bercermin di kaca waftafel. Merapikan lagi rambut dan blusnya. Septiana memeluk bantal ke dadanya. “Ya, kamu nggak boleh sendirian. Kebetulan aku hari ini off, aku bisa ikut sama kamu.” Alma sekilas tersenyum. “Aku tunggu kamu di rumah sakit sebelum jam makan siang." S

  • Pelakor itu Adikku   Bab 98. Cowok Nyebelin

    Beberapa detik berlalu. Septiana dan Leonard tidak ada yang bicara. Hening. Leonard memasukkan kedua tangannya di saku celana. Tatapannya tertuju lurus ke arah Septiana yang berdiri di depannya. Wanita itu masih memasang ekspresi penuh curiga. Akhirnya, Leonard buka suara dengan nada tenang namun tajam. “Aku heran,” katanya pelan. “Sepertinya kamu punya masalah pribadi denganku. Kenapa kamu selalu terlihat terganggu setiap kali melihat aku dan Alma dekat? Dan kamu pikir aku nggak tahu soal rencanamu waktu itu? Felix yang tiba-tiba muncul hendak mengantar Alma pulang, itu pasti ulah kamu, kan?” Septiana sempat terkejut. Tapi reaksi berikutnya adalah senyum sinis yang melengkung di bibirnya. “Memangnya kenapa? Kamu mau marah?” tantangnya. Leonard menahan tawa . “Kamu sebar-bar itu rupanya. Dan ... pasti ada alasannya.” “Menurutmu?” Septiana menyipitkan mata. Leonard melangkah satu langkah mendekat. “Sepertinya kamu nggak rela Alma dekat denganku. Itu pasti karena ... kamu suka

  • Pelakor itu Adikku   Bab 97. Ayah Kandung Alma

    Setelah mengucapkan terima kasih pada Felix dan melambaikan tangan di lobby, Alma melangkah masuk ke lift dan menekan tombol lantai sepuluh. Beberapa menit kemudian, pintu unit apartemen terbuka dan aroma lavender khas ruangan Septiana langsung menyambutnya. Septiana yang baru saja selesai cuci muka langsung menoleh dan menyeringai. “Tuh kaaan, jadi senyum-senyum terus,” godanya sambil melipat tangan di dada. Wajah Alma langsung memerah. Pipinya bersemu, dan untuk menutup rasa malunya, ia mengerutkan kening dan berpura-pura kesal. “Ini semua salah kamu, Na! Karena ulahmu, aku jadi nggak enak sama Leonard dan merepotkan Felix.” Septiana duduk di sofa sambil memeluk bantal. “Biarin aja. Aku memang nggak suka kamu terlalu dekat sama Leonard itu. Cukup sebatas kerjaan aja, udah.” “Kenapa sih kamu selalu berprasangka buruk sama dia? Mungkin aja dia memang bersikap seperti itu ke semua orang,” bela Alma, masih dengan nada ringan. Septiana mengangkat bahu. "firasatiku bilang nggak. Da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status